JAUH sebelum kita hadir didunia ini, anak-anak muda dari berbagai daerah dari seluruh Nusantara berkumpul menyatukan pikiran dan pandangan demi masa depan Nusantara. Mereka menggagas apa yang kita kenal hari ini dengan “Sumpah Pemuda”.
Mereka menamai dirinya dengan nama Jong Java, Jong Ambon, Jong Selebes, Jong Lombok dan jong-jong yang lain. Mereka bersumpah untuk bersatu padu membela Nusantara ini dari penjajah asing. Maka bersyukurlah kita kepada Tuhan, dengan semangat sumpah pemuda itu negeri ini terbebas dari cengkaraman penjajahan asing.
Maka mulai hari ini, - sampai kapanpun spirit sumpah pemuda itu mesti terus menyala dan tidak padam. Nyalanya harus terus berkobar agar bisa menerangi kehidupan kita yang masih gelap. Apa lagi kita sebagai mahasiswa, semangat sumpah pemuda itu bisa dimaknai sebagai kemauan yang kuat untuk maju. Kemauan yang sungguh-sungguh berubah menuju keadaan yang lebih baik.
Sebagai orang muda, saya sangat percaya membaca-menulis yang baik disertai kemauan yang kuat untuk terus belajar – perubahan dan kemajuan itu bisa kita raih. Hal ini bukan saja saya alami sendiri tapi juga sudah dialami oleh teman, sahabat yang lain. Termasuk juga oleh orang dan tokoh-tokoh besar yang telah sukses.
Bagi saya membaca-menulis itu salah satu resep untuk sukses. Bila tidak percaya, coba anda praktekkan. Sederhananya menulis itu bisa dimaknai sebagai cara menyerap (memasukkan) hal-hal baru. Menulis bisa diartikan sebagai cara mengeluarkan hal-hal yang sudah berhasil kita serap dalam kehidupan kita sehari-hari. Entah itu pengalaman nyata (empiris) atau pengalaman orang lain.
Bacaan dan pengalaman yang kita alami sehari-hari itulah yang kemudian membuat kita menjadi pribadi yang kaya – informasi, pengetahuan, pengalaman termasuk teman. Nah ‘kekayaan’ ini bila terakumulasi bertahun-tahun tanpa kita sadari akan membuat kita menjadi pribadi yang berbeda dari sebelumnya.
Bila tradisi membaca-menulis itu bisa kita laksanakan secara terus menerus, maka sampailah kita pada tahap apa yang disebut oleh Hernowo sebagai proses ‘mengikat makna’. Hernowo sendiri alumni Institut Pertanian Bogor (IPB) Jurusan Tehnik. Namun setelah bekerja di Penerbit Mizan, Bandung –pikirannya menjadi terbuka terhadap aktivitas membaca – menulis. Kini ia sudah menulis 36 buku lebih dan sehari-hari menjadi guru atau motivator menulis diberbagai tempat.
Jadi Hernowo, salah satu contoh orang dari sekian ribu orang dimuka bumi ini yang telah menjadikan aktivitas membaca-menulis bisa mengubah hidupnya. Pada kesempatan ini saya tidak mungkin menyebutkan banyak orang yang menjadikan membaca-menulis yang baik sebagai tangga untuk menjemput kesuksesan.
Semua orang sepakat, bahwa aktivitas membaca-menulis tidak butuh sekolah, gelar, pangkat bahkan uang yang banyak. Yang dibutuhkan hanya kemauan yang diteruskan dengan praktek..praktek dan praktek. Tanpa itu, mengubah hidup dari membaca-menulis mustahil bisa kita raih.
Lalu bagaimana resepnya agar membaca-menulis menjadi enak, mudah dan menyenangkan?
Pertama, cari atau temukan bahan bacaan yang menyenangkan. Kedua,pilih buku-buku yang menggerakkan (menyalakan) pikiran. Ketiga, cari atau dapatkan bacaan yang manfaatnya bisa kita rasakan langsung. Keempat, buat (ciptkan) wadah untuk menampung buah dari pikiran kita. Kelima, sebarkan pengalaman yang mengubah diri kita. Keenam, cari teman yang bisa membimbing atau memotivasi kita. Caranya bisa dengan masuk komunitas atau kelompok yang hoby membaca-menulis.
Saya kira itu dulu pengantar diskusi malam ini, semoga semangat dan mimpi kita terus terjaga sehingga member i manfaat bagi masyarakat.“Biar kau tahu Kal, orang seperti kita tak punya apa-apa, kecuali semangat dan mimpi. Mimpi dan kita akan bertempur habis-habisan demi mimpi-mimpi itu”. (Arai Simpai Keramat dalam Novel Sang Pemimpikarya Andrea Hirata). Salam, selamat berdiskusi.
Komentar
Posting Komentar