Di tengah isu munculnya pemberitaan rekening gendut Pegawai Negeri Sipil
(PNS) muda, saya tiba-tiba ingat dua orang teman yang menjadi PNS. Keduanya masih
tergolong muda. Kisaran usia dibawah 35 tahun. Mereka berasal dari kabupaten
yang berbeda dan pernah menjadi aktivis mahasiswa.
Saya megamati kedua teman ini akan memiliki ‘masa depan’ yang berbeda dibirokrasi
dimasa yang akan datang. Ini saya lihat dari cara mereka memposisikan diri sebagai
PNS. Teman pertama cendrung pragmatis dan yang kedua cendrung idealis. Dengan
demikian bisa ditebak, cara berpikir dan bertindaknya tentu sangat berbeda
termasuk pendapatannya.
Teman pertama jauh-jauh hari punya planing
untuk menduduki posisi tertentu dipemerintahan. Entah bagaimana caranya, itu
urusan nanti. Sejak mahasiswa ia sangat aktif menjadi tim sukses. Kegemarannya menjadi
tim sukses itu ia geluti sampai sekarang. Walau aturan melarangnya. Ia paham
betul, salah satu rumus cepat naik pangkat itu - menjadi tim sukses.
Tidak heran meski baru beberapa tahun menjadi abdi negara, ia berhasil melangkahi
seniornya yang lebih dulu menjadi PNS. Begitu juga secara materi, rumahnya cukup
besar dan bertingkat. Termasuk kendaraan roda empat yang bernilai ratusan juta.
Saya melihat salah satu kiat suksesnya selain menjadi tim sukses dan lincah
mencari proyek.
Kesempatan itu terbuka baginya dimana sekarang bukan hanya jabatan politik
saja yang memiliki tim sukses, untuk mendapatkan jabatan strukural dipemerintahan-termasuk
organisasi kemasyarakatan (Ormas) juga membutuhkan tim loby yang bekerja untuk
mempengaruhi pihak-pihak yang memiliki kewenangan memberikan jabatan strategis.
Dan untuk memuluskan niat tersebut membutuhkan dana yang tidak sedikit.
Berbeda dengan teman pertama, teman kedua bukannya bermimpi akan menduduki
posisi ini itu dibirokrasi. Teman ini setelah sekian bulan mengenakan baju dinas
sebagai PNS justru tidak betah dan resah dengan kondisi birokrasi ditempatnya
bekerja. Birokrasi yang ia temui ternyata sangat jauh dari bayangannya semula.
Ia menemukan birokrasi yang lamban, boros dan lebih suka menunggu perintah.
Ia memang tipe orang yang hidup sederhana dan tidak ambisius. Selaku PNS muda
setiap hari ia harus bolak balek Mataram-Tanjung. Supaya tepat waktu masuk
kantor ia berangkat dari Mataram jam enam pagi. Beleknya juga dari Tanjung jam
6 sore. Demikian juga kondisi tempat tinggalnya – jangankan memiliki rumah
bertingkat, setiap kali hujan besar atap rumahnya selalu bocor dan membasahi
lantai rumahnya.
Bila musim hujan tiba, mulailah ia sibuk bersama istrinya untuk
menyelamatkan buku-buku kesayangannya agar tidak kena air hujan. Baginya buku-buku
itu dianggap sebagai harta paling berharga yang ia miliki. Itulah hartanya yang
ia kumpulkan bertahun-tahun sejak ia masih duduk dibangku sekolah. Makanya
didalam rumahnya tidak ada satupun perabotan rumah yang memiliki harga tinggi
selain buku dan tumpukan Koran lama.
Koruptor Muda
Pelajaran apa yang bisa kita petik dari kisah dua orang teman diatas. Pertama, korupsi sering kali dimulai
dengan gaya hidup yang bermewah-mewahan. Pendapat seperti ini sudah banyak
diungkapkan oleh orang –bahwa gaya hidup mewah adalah pangkal dari tindakan
korupsi. Bukankah PNS jarang memiliki usaha lain yang bisa mendatangkan
pemasukan sehingga satu-satunya pendapatan yang diandalkan selain gaji adalah
dengan mengintip uang Negara.
Kedua, korupsi juga
bisa terjadi karena persepsi orang yang salah terhadap jabatan (kekuasaan) yang ia dipangku. Persepsi ini yang kemudian menuntun
seseorang untuk memanipulasi berbagai laporan demi mendapatkan keuntungan
materi dan politis. Ini lah yang kini marak terjadi setelah munculnya berbagai
tim sukses untuk mendapatkan jabatan dan kekuasaan.
Ketiga,mendapatkan
kekuasaan dibirokrasi melalui tim sukses menandai jalannya birokrasi yang tidak
professional. Problem ini lah yang selama ini menyangkiti birokrasi
dimana-mana. Akhirnya para pemangku kekuasaan menentukan orang atas dasar
suka-sama suka, bukan suka karena professional seseorang terhadap bidangnya.
Tiga hal ini paling sedikit
yang ikut menyemai lahirnya koruptor-koruptor muda mulai bermunculan dinegeri
ini. Di samping tentu budaya birokrasi kita yang masih memberikan peluang bagi
munculnya budaya korupsi. Semoga kedepan kita bisa keluar dari birokrasi
seperti itu.
*diterbitkan oleh Harian SUARA NTB, Senin, 27 Februari 2012
Komentar
Posting Komentar