Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2013

Penceramah dan Pedagang Obat

Ibu-ibu pengajian Majelis Taklim Hidatuddarain, Dasan Geres, Gerung, Lobar setiap hari minggu MENDENGAR ceramah itu kadang tak ubahnya mendengar 'pedagang obat'. Obat ini bagus, menyehatkan yang lain tidak bagus. Pada hal ia tidak pernah mencoba dan merasakan khasiatnya. Dia hanya tahu dari keterangan yang tertera dibungkus obat. Beda kalau yang menjual obat itu misalnya orang farmasi.     Demikian juga dengan seorang penceramah. Dia sering mengatakan kalau mau selamat, ini jalannya. Kalau tidak, itu jalannya. Ingin meraih surga, ini rutenya. Neraka itu juru sannya. Dosa, pahala ini merek dan bungkusnya. Kadang ada yang bercerita surga-neraka ini itu -pada hal ia sendiri belum pernah berkunjung kesana. Disini saya bukan dalam kapasitas meragukan surga-neraka. Kalau itu sudah final. Akibatnya, apa yang diceritakan atau tawarkan tidak membekas dihati pendengarnya. Apa yang disampaikan masuk telinga kanan, keluar telinga kiri pendengar. Ini lah salah satu yang menyebabka

Memelihara Ketakutan

http://penjasorkes-zone.blogspot.com SAYA baru sadar ternyata kita sering takut mencoba sesuatu yang baru. Ketakutan itu menyebabkan kita tidak pernah berani mencoba dan belajar hal-hal baru. Inilah yang menyebabkan kita lamban dan terlalu berhati-hati dalam mengambil keputusan. Kita sering kali menciptakan ketakutan sendiri dalam pikiran kita. Akhirnya bukan keputusan yang kita raih tapi putus asa. Sadar atau tidak sadar ternyata terlalu banyak ketakutan yang ada dalam diri kita. Entah ketakutan yang datang dari dalam atau atas pengaruh dari luar. Setiap orang memang punya ketakutannya berbeda-beda.Tidak hanya satu ketakutan tapi lebih dari itu. Ada orang takut miskin, takut tua-keriput, takut kalah, takut non job, takut gagal dan lain-lain. Kalau ditulis bisa berlembar-lembar. Kita maphum, perasaan takut sesuatu yang manusiawi dan lumrah yang ada pada setiap orang. Tapi kalau ketakutan-ketakutan itu tidak memiliki dasar yang jelas dan logis, tentu akan menjadi masalah. Lama-lam

Bonus (asuransi) Pertama, Ibarat Cinta Pertama (2)

ilustrasi by northstartravelmedia.com Satu minggu kemudian honor saya dikirim via rekening. Saat itu honor satu opini Rp.125.000. Walau nilainya tidak besar, girangnya bukan main. Saya ingat, biaya mentraktir teman-teman makan soto itu melebihi honor yang saya terima dari Bali Post. Itu artinya, saya nombok. Hal itu masih sering saya ceritakan kepada teman-teman khususnya ketika memberikan pelatihan menulis yang pesertanya butuh motivasi untuk menulis. Kepada adek-adek siswa dan mahasiswa, cerita itu sering saya bagi-bagi. Bukan besarnya yang patut dibanggakan tapi kisahnya dan untuk apa honor itu dipergunakan. Sama halnya ketika orang sering menceritakan cinta pertama atau pacar pertamanya. Setiap orang pasti memiliki cerita dan pengalaman yang berbeda-beda akan cinta atau pacar pertamanya. Ada yang berakhir romantis, tidak sedikit yang berujung tragis. Dalam urusan ini saya tentu berharap akan mendapatkan pengalaman dan pendapatan yang sangat romantis. Do’akan ya sobat. P

Bonus (asuransi) Pertama, Ibarat Cinta Pertama (1)

http://www.mrsjanuary.com/ Dua minggu lalu apa yang saya tunggu akhirnya cair. Bonus saya mengajak orang untuk menyisihkan sebagian rezekinya untuk membeli asuransi jiwa akhirnya datang. Nilainya lumayan, lebih dari cukup untuk membayar premi tiga bulan kedepan. Dengan bonus itu, saya tidak perlu lagi mengalokasikan dana khusus untuk membayar premi. Dia (asuransi) sudah bisa membayar dirinya sendiri. Ibarat membeli ayam – tidak lama diasuh, ayam tersebut sudah melahirkan ayam. Anak ayam itu dijual, modal membeli induknya langsung balek kandang. “Eh salah, maksud saya balek kantong”. Saya mendapatkan bonus itu bukan dengan cara memaksa atau memberi janji-janji palsu. Saya berusaha memberikan informasi yang benar dan perlu nasabah dengar. Kalau mereka sadar untuk menabung, menginvestasikan dan memproteksi diri menggunakan pendapatannya-tentu mereka tidak perlu berpikir lama-lama untuk membeli. Prinsip asuransi yang benar itu menawarkan manfaat kepada nasabahnya. Bukan mengelabuhi da