Langsung ke konten utama

Salafi Kapitalis dan MLM



Perempuan Salafi Menggunakan Produk Kapitalis
SENIN (14/22), menjelang magrib saya mampir kerumah sahabat saya, Fadil Adli di BTN Blencong, Gunung Sari –bersama istri. Usai shalat magrib, kami ngobrol ‘kesana kemari’ ditemani teh, kopi, mangga manalagi dan ubi kayu urap yang dikasih gula merah.
“Ini kita ambil dari depan Cup”kata Husna, istri Fadil sambil mempersilahkan kami mencicipi hasil pertanian yang ditanam dihalaman depan rumah kontrakan mereka.
Seperti biasa, kami bicara ‘kesana-kemari’. Berbagai topik muncul dari pembicaraan 8 pasang mata itu. Mulai dari masalah ibu hamil, kesehatan, perkawinan teman sampai masalah Salafi dan perempuan bercadar.
“Di pojok, gang mau masuk, ada orang jualan sayur. Penampilannya salafi tapi kapitalis” cetus Fadil.
Saya tertarik, kenapa orang itu disebut salafi kapitalis?
Bukankah yang kita tahu pengikut Salafi itu anti dan benci banget dengan yang namanya ‘mahluk’ kapitalis. Termasuk pahamnya yang disebut kapitalisme. Mendengar istilah Barat saja yang bagian dari kapitalis, darah orang Salafi seketika akan ‘mendidih’. Prinsip kapitalis,- mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan modal sekecil-kecilnya.
Usut punya usut, ternyata yang dimaksud Fadil adalah cara orang tersebut yang berjualan. Harga dua ikat sayur yang ikatannya kecil-kecil dijual dua ribu. Pada hal kalau ditempat lain, uang dua ribu kita bisa dapat tiga sampai empat ikat.
”Bukan kita saja yang bilang mahal. Tetangga yang lain juga males belanja disana” tambah Husna.
Fadil juga cerita tetangganya pernah didatangi satu persatu untuk ikut jamaah. “Solahudin pernah diajak, makanya kita teman dia salah alamat he... ”
Cerita diatas menjadi ilustrasi betapa saat ini banyak orang yang beragama hanya kesing (bungkus) saja. Dari pakaian dan penampilan nampak alim tapi prilaku sebaleknya. Termasuk dalam berbisnis (berniaga), mereka merengguk keuntungan sebanyak-banyaknya.
Sekarang juga banyak orang yang menggunakan fashion ala Timur Tengah rajin mengadakan pengajian. Namun dalam pengajian, ceramahnya tidak jarang menebarkan kebencian dan keburukan pihak lain. Jadi bukan universalitas nilai agama yang diajarkan tapi permusuhan.
Bila diteliti tanpa disadari mereka mendakwahkan ajaran agama dengan menggunakan pendekatan Multi Level Marketing (MLM)–menambah jamaah (pengikut) sebanyak-banyaknya. Tidak heran bila satu orang jamaah diwajibkan merekrut jamaah baru –begitu seterusnya. Mulai dari orang terdekat, keluarga, teman, sahabat atau siapa saja yang ia temui. Mereka juga menggunakan berbagai strategi untuk menggaet anggota. 
Jangan heran bila kelompok itu tidak segan datang dari pintu kepintu untuk menawarkan ‘produk agama’ yang mereka anggap paling benar. Paling caspleng untuk meraih surga. Bukankah cara-cara  seperti itu bisa disebut beragama menggunakan system MLM. Beragama untuk menambah kuwantitas bukan kuwalitas ummat. Dan MLM adalah system yang diciptakan oleh kapitalisme untuk mengeruk keuntungan ekonomi sebesar-besarnya.
Kalau beragama kita menggunakan metode kapitalis, apakah kita tidak termasuk bagian dari kapitalis? Bagaimana menurut anda.

Komentar

  1. Pernahkah antum mendengar kata manhaj, Please find it, semoga Allah azza wa jalla memberimu hidayah. Wassalammu alaikum...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kejadian Mestakung Yang Saya Alami

Taman Bunga, Sembalun, Lombok Timur Bagi sebagian orang, apa yang saya alami ini mungkin hal biasa. Lumrah terjadi, sering kita alami dan pernah dialami oleh banyak orang. Saking biasanya, kita tidak tahu bagaimana kejadian itu bisa terjadi. Kita menganggapnya itu kebetulan. Sedang beruntung saja. Pada hal itu bisa dijelaskan secara ilmiah bagaimana Mestakung bekerja. Belakangan saya baru sadar, ternyata banyak kejadian dalam hidup kita bagian dari Mestakung. Beberapa waktu yang lalu saya jatuh sakit sekitar dua bulan lebih. Badan saya lemas, was-was dan tidak konsentrasi. Setelah itu tiba-tiba badan, pinggang, lutut dan pergelangan tangan ikut-ikutan sakit. Sampai ngilu-ngilu. Selera makan jadi tiba-tiba hilang. Beberapa obat tradisional sudah saya coba tapi hasilnya tidak menunjukkan perubahan. Saya pun memutuskan untuk berobat disebuah rumah sakit swasta di Mataram. Siangnya saya minta kepada adek ipar yang bekerja dirumah sakit tersebut untuk mendaftarkan kedokter bagian da

Buah Bile

Penulis bersama seorang teman dengan latar buah bile dihalaman Hotel Mina Tanjung, Lombok Utara. SUDAH lama tidak melihat pohon bile yang berbuah lebat dan besar. Sekarang pohonnya mulai langka, apa lagi yang berbuah besar seperti ini. Bersyukur bisa melihat lagi pohon ini di Mina Tanjung Hotel, KLU. Buah (buaq, Sasak) pohon ini sering kita pakai bermain dulu waktu kecil dikebun dan disawah. Kadang kita tendang-tendang seperti bola. Pohonnya sering kita pakai membuat gasing. Kalau musim gasing, kita sering keliling sawah dan kebun untuk mencari pohon bile yang ukurannya pas untuk membuat gasing. Kita sampai nekad mencuri pohon milik orang yang tumbuh jadi pagar sawah atau kebun orang demi mendapatkan bahan untuk membuat gasing yang bagus. Pohon atau rantingnya bagus jadi bahan membuat gasing karena seratnya bagus dan tidak ada 'hati' seperti pohon yang lain. Di kampung saya Lombok Timur belum pernah saya lihat atau dengar orang memakan buah bile. Tapi didaerah lain di Lomb

Legit dan Gurih Pelemeng Campur Poteng

Pelemeng dan Poteng, pasangan serasi untuk disantap bersamaan dikala silaturrahmi hari Lebaran SETIAP kampung di Lombok punya jajan khas yang dibuat khusus menjelang Hari Raya Idul Fitri. Di Desa Aikmel, Lombok Timur misalnya – beberapa hari menjelang lebaran, kaum ibu sudah sibuk menyiapkan beraneka jenis makanan dan jajan yang akan disajikan pada hari istimewa. Di antara jajan yang selalu ada disebut Pelemeng dan Poteng. Bila datang bersilaturrahmi kewarga - Pelemeng dan Poteng yang terdepan untuk disuguhkan. Pelemeng yang terbuat dari ketan rasanya gurih dan kenyal sedangkan Poteng terasa manis dan berair. Saat dimakan, akan bertemu rasa gurih dan manis dimulut. Dua jenis jajan tradisional masyarakat Sasak ini cukup mengenyangkan kalau dimakan.   Pelemeng terbuat dari ketan yang dibungkus dengan daun pisang. Membuat Pelemeng, daun pisang yang dipakai sengaja dipilih yang ukuran diameternya besar dan panjang. Daun pisang dijemur terlebih dahulu sebelum dibentuk supaya ti