Dalam dua hari ini (Minggu dan
Senin) – dua kali saya harus berhadapan dengan tukang tambal ban. Tentu saja saya
berurusan dengan tukang tambal ban karena
ban motor saya bocor. Bagaimana dengan anda, sering berurusan dengan tukang
tambal ban?
Urusan nambal menambal yang pertama
terletak dijalan Majapahit. Kalau tidak salah tepatnya didepan Dinas Kehutanan
Provinsi. Ban motor saya bagian belakang bocor usai mengisi bensin dari SPBU.
Kejadian kedua terjadi dijalan
raya sebelah selatan lampu merah Cakra yang menuju Dasan Cermen. Ban motor bagian
belakang kembali bocor. Kali ini bocornya bukan satu tapi dua. Saya memang
teledor, mestinya ban belakang itu sudah waktunya pensiun.
Pada waktu nambal ban yang pertama
waktunya sangat lama. (Maaf) pantat saya
terasa pegal menunggu. Teman saya yang
menunggu dirumah sampai pulang karena tidak tahan menunggu saya. Tahulah yang namanya menunggu itu, anda pasti tahu bagaimana rasanya. Apa lagi
kalau tukang nambalnya terlalu slow.
Bapak itu lebih banyak
memperhatikan temannya yang diajak bicara ketimbang focus pada pekerjaannya. Bicaranya
juga kesana-kemari. Belum juga ada beberapa orang yang datang mengisi angin dan
melumasi rantai dengan oli bekas.
Kerjanya yang slow ini yang
menyebabkan pekerjaannya lama selesai. Pada hal dibelakang saya ada beberapa
orang antri untuk menambal ban. Pekerjaan yang seharusnya selesai 25-30 menit
berakhir 1 jam-an. Kalau kerjanya lambat
seperti itu, orang akan menilai pekerjaan nambal ban hanya pekerjaan sampingan.
Tempat nambal ban yang kedua,
orangnya masih muda. Ia terlihat bekerja cukup cekatan. Untuk mengeluarkan ban
dalam saja ia tidak butuh waktu 5 menit. Ban yang sudah dibuka lalu ia masukkan
angin untuk melihat lokasi keluarnya angin.
Meski didepan saya sudah masuk
satu orang, lalu menyusul dibelakang saya datang dua orang untuk urusan yang
sama untuk menambal ban.
Berhubung kerjanya cepat – saya tidak
perlu nunggu lama ditempat itu. Dan setelah saya tahu ternyata ban motor saya
bocornya 2 – saya memutuskan untuk membeli ban dalam bekas kedia. Harga yang
ditawar 25 ribu tapi dealnya 20 ribu.
Nah pelajaran apa yang bisa kita
petik dari dua tukang tambal ban diatas. Pertama, focus. Saya melihat tukang tambal
ban yang kedua bekerjanya focus. Dengan demikian uang jasa yang akan didapat otomatis
akan lebih banyak dari tukang tambal pertama. Selain mendapatkan pendapatan
yang lebih banyak, ia juga hemat waktu.
Kedua, service. Tukang tambal ban
tergolong pekerjaan yang mengandalkan
jasa jasa
kepada orang yang datang. Bila service memuaskan ditambah waktunya tidak lama –maka
orang diberikan jasa akan merasa puas. Kalau puas maka pelanggannya tidak kecewa datang bahkan bisa menjadi pelanggan.
Ketiga, penolong. Mesti tidak memberikan pelayanan yang
gratis, kehadirannya telah membantu memperlancar perjalanan orang lain. Jika saja
tukang tambal ban tidak ada, betapa banyak energy orang yang terbuang karena
menggeret motornya sekian ratus meter. Itu artinya, ia telah menjadi penolong
bagi orang lain.
Ini lah tiga pelajaran yang saya dapatkan dari dua tukang tambal ban
selama dua hari berhadapan dengan tukang tambal ban. Semog saja tukang tambal
yang servicenya memuaskakan akan dimudahkan rezekinya oleh Tuhan.
Saya berpikir, kalau tukang nambal ban itu bagian dari pekerjaan yang memberikan jasa atau service kepada masyarakat luas–ada baiknya kedepan perlu diadakan lomba tambal ban terbaik dan tercepat. Bukankah mereka juga perlu diberikan penghargaan yang pantas atas dedikasi mereka yang telah membantu orang banyak.
Bagaimana, kira-kira ada tidak ya orang atau sponsor yang mau membiayai
?
Ampenan, 2 April 2012
Komentar
Posting Komentar