Pertemuan tokoh-tokoh NU dengan
KH.Zulkifli Muhadli di Pondok Pesantren At-Tamimi, Brangsak, Praya, Lombok
Tengah, Sabtu (9/6) 2012 yang lalu menarek dicermati. Menareknya pertemuan itu
berlangsung di Ponpes At-Tamimi yang dipimpin oleh TGH.Lalu Khairi Adnan yang
notabenenya Rais Syuriah Pengurus Wilayah NU NTB.
Pertemuan yang dibungkus silaturrahmi
itu menjadi pembicaraan karena digagas oleh generasi muda dan tokoh-tokoh NU Lombok
Tengah. Termasuk TGH.Lalu Turmuzi Badarudin–anggota Dewan Rais Syuriah Pengurus
Besar NU. Dijelaskan atau tidak, pertemuan itu tentu memiliki korelasi dengan
agenda pemilihan gubernur NTB yang akan datang.
Bagi warga NU dan masyarakat
NTB lainnya-pertemuan tersebut bisa ditafsirkan berbeda-beda. Pertama, NU akan mengusung
calon sendiri. Pertemuan itu bisa menjadi pertanda bahwa tokoh NU akan
mengusung calon sendiri pada pemilihan gubernur yang akan datang. Dan Kyai Zul
yang saat ini masih menjadi Bupati Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) berpotensi
didukung oleh NU.
Kyai Zul dipilih karena dinilai
cukup berhasil memimpin KSB selama dua periode. Ia juga bagian dari warga NU
KSB. Menjawab keraguan orang akan identitas ke-NU-annya ia gambarkan melalui
latar belakang pendidikannya dulu ketika masih menempuh pendidikan disebuah
pondok pesantren NU di Jawa Timur.
Kedua, Tidak Puas. Banyak
tokoh-tokoh NU, khsusunya dari kalangan pesantren tidak puas dengan kebijakan
TGB. Pada hal tidak sedikit dari mereka pernah bekerja memenangkan TGB
dibasis-basis masing-masing. Tapi setelah terpilih, mereka kurang diperhatikan
bahkan dianak tirikan.
Suara-suara ketidakpuasan
sebagian warga NU terhadap kepemimpinan TGB, khususnya dari kalangan pesantren
di Lombok Tengah bukan sebatas isu tapi memang terjadi. Mereka merasa tidak
mendapatkan perlakukan yang sama dari pemerintah dalam mendapatkan bantuan
pendidikan.
Mestinya pemerintah daerah
memberikan pelayanan yang sama dan adil kepada semua Ormas. Bahasa lainnya tidak
mengistimewakan Ormas tertentu saja. Kondisi inilah yang mungkin dimanfaatkan
oleh Kyai Zul untuk mendekati tokoh-tokoh NU Lombok Tengah.
Ketiga, penjajakan politik.
Pertemuan itu merupakan pertemuan biasa untuk melakukan komunikasi dan penjajakan
politik untuk menjaring tokoh-tokoh terbaik untuk dicalonkan menjadi gubernur
NTB. Bukankah untuk mencari pemimpin NTB terbaik, siapa saja boleh melakukannya
termasuk termasuk komunitas pesantren NU.
Keempat, koalisi politik. Sejak
beberapa bulan lalu Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) NTB dan Partai
Bulan Bintang (PBB) membangun aliansi politik yang dinamai aliansi hijau. Kedua
partai ini bahkan telah mendeklerasikan komitmennya dengan menghadirkan ketua
umum masing-masing di Mataram.
Apa lagi PKNU sebagai salah
satu kendaraan politik resmi warga Nahdiyiin selain PKB–mendapatkan suara yang
cukup disignifikan di Lombok Tengah. Begitu juga dengan PPP –kedua partai Islam
ini berhasil mengantarkan kadernya untuk sama-sama duduk menjadi pimpinan DPRD
di Kota Praya.
Kelima, hasil konferwil.
Hasil konferensi wilayah NU di Ponpes Darun Najah, Duman, Lombok Barat kembali
memilih TGH.L.Khairi Adnan sebagai syuriah dan TGH.Taqiudin Mansyur sebagai
Ketua Tanfizd. Bila melihat hasil konferwil ini, arah politik NU rupanya tidak
akan jauh dari fenomena diatas.
Itulah modal politik yang kini dimiliki NU
untuk memenangkan pilkada yang akan datang. Modal itu
akan menjadi besar manakala struktur NU bisa dirangkul dan dimobilisir untuk
menggaet suara jamaah NU yang lain. Tidak heran kalau ada yang beranggapan
bahwa barometer politik NU ada di Lombok
Tengah.
Bagi saya hal ini bukan
kebetulan, mengingat sebagian besar pengurus NU NTB saat ini berasal dari
Lombok Tengah. Para politisi NU yang kini bertebaran diberbagai partai politik yang
sebagiannya berasal dari Lombok Tengah. Apa lagi dalam pemilihan bupati Lombok
Tengah yang lalu, kemenangan Suhaili-Normal sangat ditentukan oleh suara jamaah
NU.
Meski demikian, dukungan itu
belum final. Kemungkinan lain bisa saja terjadi, apa lagi ini domain politik.
Dalam pertemuan tersebut TGH.Lalu Turmuzi Badarudin mengatakan dirinya belum
memberikan kepastian terhadap sikap NU.“Belum ditentukan dukungan kemana, kami
akan istiharohkan dulu” ujarnya.
Dalam tradisi pesantren, sholat
istiharoh merupakan pintu terakhir dalam menentukan pilihan apa saja, termasuk
pilihan politik. Istiharoh akan berhasil manakala didahului oleh niat yang
baik, bersih dan telah melalui tahap penalaran yang rasional melalui kajian,
analisa dan pengamatan mendalam.
Di sinilah sang kholik
dilibatkan supaya diberikan petunjuk, restu serta dibukakan jalan untuk memilih calon pemimpin yang terbaik
dari yang baik. Dan orang yang melakukan istiharoh bukan berarti sedang
mengalami kebimbangan atau keragu-raguan tapi meminta intervensi Tuhan agar
keputusannya membawa kemaslahatan bagi orang banyak.
Terkait dengan itu-sejak
kembali kekhittah, struktur NU tidak boleh dipergunakan sebagai kendaraan
politik praktis. Kalau pun ada kader-kader NU yang berpolitik praktis secara
individu dipersilahkan. Dengan kata lain, NU hanya boleh menjalankan politik
keummatan demi membela dan menjaga kepentingan jamaah NU.
Bila NU dijadikan sebagai
kendaraan politik praktis, maka NU tidak bisa menjadikan dirinya sebagai ‘rumah
besar’ bagi jamaahnya. Kehadirannya hanya akan menguntungkan pengurusnya
sehingga tidak bisa mewakili keinginan jamaahnya yang terdiri dari berbagai
latar belakang politik, ekonomi, suku dan etnis.
Pergeseran
Isu Politik
Dalam diskusi saya dengan Ketua
NU Kota Mataram, Faruzzabadi, SH terungkap bahwa telah terjadi pergeseran isu
politik setelah reformasi dan otonomi daerah. Isu-isu politik NTB terus
mengalami pergeseran. Bila dizaman Gubernur Harun Al-Rasyid, isu yang muncul
dalam dinamika politik NTB termasuk dalam birokrasi adalah isu etnis. Isu etnis
Sasak vs Bima, Sasak vs Sumbawa atau Sumbawa vs Bima.
Pada masa Gubernur L.Serinata –selain
isu etnis diatas muncul juga isu bangsawan non bangsawan. Tidak heran peran
kaum bangsawan sangat menonjol dalam birokrasi serta lingkaran gubernur
Serinata. Persamaan kedua gubernur diatas, gubernur dipilih oleh anggota DPRD.
Setelah pemilihan gubernur
dipilih langsung oleh rakyat–lalu yang terpilih TGH.Zainul Majdi sebagai
gubernur NTB–diakui atau tidak, isu yang muncul yaitu isu organisosial
masyarakat (Ormas). Apa lagi kita tahun TGH.Zainul Majdi merupakan ketua Ormas
Nahdlatul Wathon (NW). Hal ini semakin terlihat dari beberapa pejabat yang kini
menjadi pembantu-pembantu gubernur.
Pergeseran isu politik ini yang
mendorong Ormas-ormas mempersiapkan dirinya untuk mengusung atau mempersiapkan
calonnya dalam setiap pemilihan kepala daerah kabupaten –kota di NTB. Dengan
demikian, kompetisi antar ormas tidak bisa dihindari. Selama itu tidak
memperucing perbedaan dan permusuhan, saya rasa itu tidak ada masalah.
Terlepas dari analisa dan
pengamatan politik itu, mari kita tunggu saja hasil istiharoh politik
tokoh-tokoh NU untuk menentukan calon gubernur yang bisa memberikan harapan,
rasa aman dan kemaslahatan bagi daerah ini. Bagaimana menurut pendapat Anda ?
Komentar
Posting Komentar