Nahdlatul Ula (NU) |
Banyak orang yang saya temui mengaku sering mengalami kesulitan ketika memulai menulis. Mereka sering bingung memulai tulisan dari mana. Mereka mengaku tidak pandai menyusun kalimat yang enak, mudah dicerna dan gampang dipahami oleh pembaca.
Pada hal sebagian besar dari mereka mengaku memiliki bahan yang sangat banyak untuk ditulis. Punya stock ide yang melimpah untuk dibagikan kepada pembaca. Dan kaya pengalaman untuk dishare kepada teman-teman dan komunitasnya.
Merasa tidak mampu memulai tulisan dengan baik itulah yang sering membuat orang cepat putus asa dalam berlatih menulis. Mereka tidak percaya dengan tulisannya sendiri. Sampai pada akhirnya mencap diri sebagai orang yang tidak memiliki bakat atau keterampilan untuk menulis. Ia lalu berhenti menulis sampai disitu.
Menjawab persoalan itu saya sering mengatakan bahwa kebingungan dan kemacetan memulai termasuk meneruskan tulisan itu sering disebabkan oleh beberapa hal. Semuanya ada pada diri kita, bukan berasal dari luar diri kita.
PERTAMA, kita sering mengalami kebingungan memulai menulis karena kita menulis tema yang tidak kita ketahui dan kuasai. Pada hal menulis harus dimulai dengan menulis apa yang kita pikirkan bukan apa yang ada diluar pikiran kita.
Tulis lah apa yang kita ketahui atau kuasai. Jangan pernah menulis apa yang tidak kita ketahui dan kuasai. Jangan mau terjebak menulis apa yang orang lain bicarakan atau pikirkan. Kalau itu kita lakukan, jangan harap tulisan kita bisa selesai seperti yang diharapkan. Dengan kata lain, tulislah tema yang kita miliki, masalah yang kita alami atau apa yang kita rasakan.
KEDUA, kebuntuan atau kemacetan dalam menulis sering disebabkan karena kurangnya penguasaan tema yang ingin ditulis. Banyak orang tertarek menulis hal-hal yang ramai dibicarakan orang pada hal dia menguasainya, tidak mengalaminya atau merasakannya.
Kalaupun tidak mengalami kemacetan atau kebuntuan dalam menulis seperti itu – tulisan yang ditulis tidak jauh beda dengan yang dibicarakan oleh orang lain. Tidak ada hal baru yang ditulis. Perspektif yang beda tidak muncul. Yang terjadi adalah pengulangan atau daur ulang tulisan.
KETIGA, penyebab kemacetan yang lain –menulis sambil mengedit. Kita sering tidak sadar sering memenulis sambil mengedit. Pada hal menulis dan mengedit itu sesungguhnya pekerjaan yang berbeda. Menulis itu mengeluarkan dan mengungkapkan sedangkan mengeditnya itu memolesnya agar tulisan enak dan mudah dipahami oleh pembaca. Mestinya pekerjaan mengedit dilakukan kalau semua hal yang ingin ditulis sudah habis dikeluarkan.
Bagi penulis pemula, hal ini sering dilakukan sehingga mengalami kemacetan menulis ditengah jalan. Ketika mulai menulis ia sibuk memoles bukan malah mengeluarkan apa yang ingin diungkapkan sempai habis hingga tidak ada yang tersisa.
Ia tidak sadar sedang menyibukkan mengganti, terus mengganti dengan kalimat yang dianggap kurang pas. Begitu seterusnya berulang-ulang sampai ia mengalami kelelahan secara fisik dan pikiran untuk mengganti dengan susunan kalimat yang dinilai kurang pas.
Hal-hal inilah yang ternyata kurang kita sadari ketika memulai atau meneruskan tulisan sehingga kita sering mengalami kemacetan, kebuntuan dalam menguraikan pikiran atau ide kita dalam bentuk tulisan yang panjang serta berisi sesuai yang kita harapkan.
Moga penjelasan ini bisa memberikan solusi agar kita terhindar dari penyakit kebuntuan dan kemacetan dalam menulis. Bukankah menulis apa yang kita pikir dan rasakan bisa mengeluarkan dan membebaskan diri kita dari tumpukan pikiran yang terus menggunung setiap hari.**
Komentar
Posting Komentar