Buku-buku yang saya terlibat dalam proses kelahirannya. |
Seorang teman yang berdiri didepan tiba-tiba menyebut istilah ‘kutu buku’. Istilah itu langsung melekat dikepala saya. Kenapa orang yang suka membaca buku disebut ‘kutu buku’ ? Apa tidak sebaik menggunakan pilihan kata yang labih positif.
Istilah ‘kutu buku’ itu kesannya negatif. Kutu kan identik dengan binatang yang beranak pihak dikepala atau rambut. Kutu bukan hanya tinggal, beranak disana tapi juga membuat kepala kulit kepala menjadi gatal-gatal. Intinya, kehadirannya dapat menggangu kenyamanan.
Saya berpikir, jangan-jangan istilah ‘kutu buku’ yang disematkan kepada orang yang suka membaca buku dilakukan oleh kolonial yang dulu menjajah kita. Mereka takut orang pribumi yang suka membaca akan menjadi pintar dan cerdas. Kalau suah pintar mereka akan berani melakukan perlawanan kepada penjajah. Dengan banyak membaca, inspirasi dan semangat perlawanan akan muncul.
Dengan menciptakan kesan negatif terhadap tradisi membaca, masyarakat pribumi akan enggan untuk membaca. Dengan begitu mereka terus menerus menjadi bodoh dan terjajah. Kalau tetap bodoh, maka peluang untuk terus menjajah dan mengeksploitasi isi alam kita akan semakin lama.
Problemnya, sampai hari ini kita tanpa sadar masih mempertahankan dan menggunakan istilah itu. Menggunakan istilah itu kita secara tidak langsung memberikan ‘cap’ negatif kepada orang yang hoby membaca. Pada hal orang yang suka membaca pasti sudah dapat merasakan nikmat dan manfaat dari membaca. Dan buku adalah salah satu alat pencerdasan yang sangat efektif.
Bagi saya membaca itu ‘memasukkan’ dan menulis itu ‘mengeluarkan’. Kalau orang sudah banyak memasukkan sesuatu yang bermanfaat pada dirinya, ia akan tergerakkan untuk mengeluarkan, membagi dan menularkan kebaikan yang ada pada dirinya kepada orang lain. Itulah yang telah dilakukan oleh banyak guru dan pemimpin-pemimpin besar. []
Mataram, 15 November 2014
Komentar
Posting Komentar