SANG raja siang terus beranjak menuju peraduannya. Bersama ‘para pengawal’ setianya, sang raja berjalan perlahan meninggalkan langit Kuta. Ia ingin ‘beristirahat’ setelah sepanjang hari bertugas menerangi bumi.
Sang raja menyuguhkan pemandangan yang sangat indah diufuk barat. Sepotong senja berwarna kuning keemasan menghiasi langit Kuta. Sisa cahayanya memantul dipermukaan air laut.
Saya, Yayan dan Zul tidak ingin kehilangan moment indah itu. Kami tahu resikonya, terlambat sedikit saja kami bisa menyesal ‘seumur hidup’ karena tidak dapat menikmati senja yang beberapa saat lagi akan hilang. Tak ingin membuang waktu, kami lalu bergegas menyapa pantai, meraba pasir, menyentuh air. Mendegar sisa-sisa ombak pantai yang ditiup angin. Angin pantai pun menyapa.
“Selamat datang di Kuta, semoga membekas dihati” bisiknya ditelinga kami. Mendegarnya kami tersenyum lalu hanya bisa mengucapkan terima kasih atas sambutannya yang hangat.
“Pantesan bule-bule erofa itu betah berhari-hari disini” ujar kami mengapresiasi kondisi sekeliling.
Kami pun tidak tahan untuk mengabadikan moment itu dengan kamera kecil yang kami bawa. Dan penyakit narsis itu mulai kambuh dengan berbagai pose menghadap dan membelakangi pantai. Aksi itu terhenti setelah lampu-lampu hotel menyala tanda senja telah menghilang.
Sahabat, sudah lama kami ‘kangen’ dengan pantai Kuta. Kangen dengan biru lautnya yang sepi ombaknya yang tenang. Bukitnya yang teronggok meliuk-liuk. Dan yang tidak terlupakan, pasir putihnya yang berbentuk kristal selalu menggoda hati untuk membawanya.
Seorang teman bahkan ‘mengorder’ agar dibawakankan sebagai oleh-oleh. Bila tidak dibawakan, dia ‘mengancam’ tidak menegur saya setelah balik dari kuta. Tentu saja ancaman itu ‘berbahaya’ karena dia teman kantor.
Masyarakat Lombok Tengah memang sangat beruntung memiliki pantai seindah ini. Pantai yang masih relatif perawan, belum terlalu banyak dijamah oleh investor.
Dan akhirnya dahaga kami terpenuhi meski waktu yang tersedia tidak lebih dari setengah jam. Dan sambil beranjak pulang kami hanya mengatakan, ‘Terima kasih kuta, kami berharap suatu hari nanti kita akan bersua kembali”.
Kuta, 1 Oktober 2010
Sang raja menyuguhkan pemandangan yang sangat indah diufuk barat. Sepotong senja berwarna kuning keemasan menghiasi langit Kuta. Sisa cahayanya memantul dipermukaan air laut.
Saya, Yayan dan Zul tidak ingin kehilangan moment indah itu. Kami tahu resikonya, terlambat sedikit saja kami bisa menyesal ‘seumur hidup’ karena tidak dapat menikmati senja yang beberapa saat lagi akan hilang. Tak ingin membuang waktu, kami lalu bergegas menyapa pantai, meraba pasir, menyentuh air. Mendegar sisa-sisa ombak pantai yang ditiup angin. Angin pantai pun menyapa.
“Selamat datang di Kuta, semoga membekas dihati” bisiknya ditelinga kami. Mendegarnya kami tersenyum lalu hanya bisa mengucapkan terima kasih atas sambutannya yang hangat.
“Pantesan bule-bule erofa itu betah berhari-hari disini” ujar kami mengapresiasi kondisi sekeliling.
Kami pun tidak tahan untuk mengabadikan moment itu dengan kamera kecil yang kami bawa. Dan penyakit narsis itu mulai kambuh dengan berbagai pose menghadap dan membelakangi pantai. Aksi itu terhenti setelah lampu-lampu hotel menyala tanda senja telah menghilang.
Sahabat, sudah lama kami ‘kangen’ dengan pantai Kuta. Kangen dengan biru lautnya yang sepi ombaknya yang tenang. Bukitnya yang teronggok meliuk-liuk. Dan yang tidak terlupakan, pasir putihnya yang berbentuk kristal selalu menggoda hati untuk membawanya.
Seorang teman bahkan ‘mengorder’ agar dibawakankan sebagai oleh-oleh. Bila tidak dibawakan, dia ‘mengancam’ tidak menegur saya setelah balik dari kuta. Tentu saja ancaman itu ‘berbahaya’ karena dia teman kantor.
Masyarakat Lombok Tengah memang sangat beruntung memiliki pantai seindah ini. Pantai yang masih relatif perawan, belum terlalu banyak dijamah oleh investor.
Dan akhirnya dahaga kami terpenuhi meski waktu yang tersedia tidak lebih dari setengah jam. Dan sambil beranjak pulang kami hanya mengatakan, ‘Terima kasih kuta, kami berharap suatu hari nanti kita akan bersua kembali”.
Kuta, 1 Oktober 2010
Komentar
Posting Komentar