Langsung ke konten utama

Menggaet Wisatawan dengan Novel


UNTUK mengundang wisatawan berkunjung ke NTB, pemerintah daerah telah mengeluarkan ongkos yang tidak kecil. Milyaran rupiah uang rakyat dibelanjakan tiap tahun untuk melakukan promosi dan melakukan berbagai macam event pariwisata. Bagaimana dampaknya, silahkan pembaca yang menilainya.

Mengelola industri pariwisata memang tidak mudah. Ini bukan semata karena persaingan di industri ini yang sangat ketat, tapi juga kebutuhan dan selera masyarakat modern akan pelayanan pariwisata juga terus berubah. Apalagi industri pariwisata tidak cukup hanya menjual keindahan alam saja, tapi perlu ditunjang oleh sarana yang memadai, lingkungan yang nyaman sehingga mampu menghadirkan ketenangan bagi wisatawan.

Menggaet wisatawan datang ke daerah tidak mesti menggunakan dana besar. Yang dibutuhkan justru cara-cara promosi kreatif. Salah satunya dengan menulis novel yang berkisah tentang daerah tersebut. Pendekatan ini sering tidak terpikirkan dan direncanakan oleh pelaku pariwisata. Padahal di beberapa tempat pendekatan ini terbukti sukses mendatangkan banyak wisatawan untuk berkunjung ke daerahnya.

Sebaliknya cara-cara promosi konvensional yang menelan dana milyaran rupiah sering kali kurang berhasil menggaet wisatawan untuk datang berlibur. Melalui tulisan ini saya ingin menceritakan bagaimana sebuah novel sukses menggaet wisatawan datang berbondong-bondong ke sebuah tempat yang menjadi setting cerita dalam novel tersebut.

Anda tentu pamiliar dengan novel best seller Laskar Pelangi. Novel karya Andrea Hirata ini bercerita tentang pergulatan sepuluh anak SD Muhammadiyah Gantong dalam menuntut ilmu. Novel ini sudah cetak jutaan copy, diterjemahkan dan diterbitkan dalam berbagai bahasa dunia. Dua sutradara muda berbakat Mira Lesmana dan Riri Reza bahkan mengangkat kisah dalam novel ini menjadi dua film –Laskar Pelangi dan Sang Pemimpi.

Sebagaimana novelnya, kedua film ini juga sukses meraih box office di tanah air. Film itu juga sukses mendapatkan berbagai penghargaan di ajang festival film internasinal. Prestasi itu tentu tak urung membuat pengarangnya kaya raya dan terkenal tentunya. Berkah dari novel itu juga dinikmati oleh penerbit, toko buku, pemain film dan sutradara.

Namun setelah novel dan film itu beredar, banyak orang penasaran dan tertarik berkunjung ke Belitong. Mereka ingin mengetahui secara langsung kehidupan anggota Laskar Pelangi sebagaimana diceritakan dalam novel tersebut. Padahal sebelumnya jarang orang tertarik ke Belitong. Peluang ini tidak disia-siakan oleh pemerintah kepulauan Belitong. Mereka kemudian membuat tagline Belitong sebagai Bumi Laskar Pelangi.

Memenuhi kebutuhan wisatawan yang terus berbondong-bondong datang ke Belitong, pemerintah daerah dan masyarakat setempat menawarkan berbagai paket wisata yang dikemas dalam paket tour Laskar Pelangi lengkap dengan tarif dan berbagai fasilitas yang disediakan. Hal ini juga mendorong para investor dari luar untuk menanam modalnya dalam bidang pariwisata. Dan ini tentu peluang emas bagi masyarakat Belitong.

Manfaat sebuah novel juga dinikmati oleh Bali. Meski sudah lama menjadi destinasi wisata internasional, terbitnya novel Love, Eat and Free lalu difilmkan oleh sutradara Holliwood dan dibintangi oleh artis terkenal Julia Robert- semakin memoles citra Bali. Novel ini bercerita tentang seorang perempuan yang datang ke Bali untuk mencari ketenangan setelah perkawinannya gagal.

Setelah menetap sekilan lama di Bali, perempuan itu akhirnya mendapatkan pencerahan dan ketenangan jiwa di sana. Itu juga atas bantuan seorang dukun yang baik hati di sebuah desa di Bali. Maka diakhir cerita dikisahkan ia juga bertemu dengan seorang pria duda beranak satu yang kemudian menjadi kekasihnya.

Kiat serupa juga dilakukan oleh masyarakat Ubud yang setiap tahun mengadakan Ubud Writers Festival–sebuah program temu penulis dari berbagai belahan dunia. Program ini sukses mendatangkan banyak penulis terkenal dari berbagai negara. Selain temu penulis, di sana juga diadakan bedah novel, diskusi buku dan tidak ketinggalan berwisata ketempat menarik. Pendekatan kreatif ini semakin mengukuhkan posisi Bali sebagai destinasi wisata dunia.

Pengalaman yang hampir sama terjadi di kota Savannah, Amerika Serikat dan kota Venesia di Italia. Berkat John Berendt (69) - seorang wartawan menulis dua buah novel yang membuat kedua kota itu tiba-tiba terkenal dan banyak dikunjungi wisatawan. Novel pertama Berendt berjudul Midnight in the Garden of Good and Evil bercerita tentang kasus pembunuhan di kota Savannah, AS. Novel ini terbit tahun 1994.

Tahun 2005 novel Berendt yang kedua terbit dengan judul The City of Falling Angels. Novel ini berkisah tentang terbakarnya sebuah gedung musium besar di kota Venesia, Italia. Ia tertarik menulis novel itu karena musium itu menyimpan banyak benda-benda berharga. Setelah polisi mengadakan penyeleliikan, ada indikasi musium itu sengaja dibakar oleh orang tertentu.

Berbeda dengan umumnya novel fiksi, cerita dalam novel ini ditulis berdasarkan kisah nyata. Ceritanya digali melalui investigasi mendalam. Tidak heran bila kedua novel itu diselesaikan oleh Berendt dalam waktu yang cukup lama. Novel pertama ditulis selama delapan tahun dan novel kedua dikerjakan selama sembilan tahun. Kekuatan kedua novel ini mampu menuturkan jalan cerita secara baik dan berhasil menggambarkan sebuah kota secara detail, khususnya kararkter warganya yang unik.

Buah kerja keras Berendt berhasil meletakkan kedua novel ini dalam daftar buku terlaris versi New York Times selama beberapa tahun. Penulisnya juga masuk sebagai finalis penghargaan Pulitzer. Bekalangan kedua novel ini kemudian juga diangkat ke layar lebar sutradara Holliwood. Novel pertama diadaptasi menjadi film yang disutradari Clint Eastwood dan dibintangi Kevin Spacey dan John Cusack.

Yang menariknya, berkat novel itu perjalanan wisata kedua kota tersebut meroket. Rupanya para wisatawan penasaran dan ingin menyaksikan setting kedua kota itu sebagaimana diceritakan dalam novel. Padahal sebelumnya kedua kota ini tergolong sebagai kota sepi yang jarang didatangi sebagai tujuan wisata. Sebagai ucapan terima kasih, Berendt bahkan diberikan penghargaan kunci kota oleh warga Savannah. Itu sebagai bentuk permintaan warga agar Barendt bersedia menjadi warga kota tersebut.

Biarkan Novel Bicara

Belajar dari pengalaman daerah dan kota di atas, bahwa seorang penulis novel sangat berperan dalam membangun citra sebuah daerah. Buruk dan baiknya sebuah daerah bisa ditentukan oleh seorang penulis. Bukankah kekuatan sebuah novel ada pada penggunakan bahasanya yang ringan, sederhana, dan detail dalam menggambarkan sesuatu sehingga mudah dipahami. Kekuatan bahasa itu yang kemudian membuat pembaca tertarik dan larut dalam cerita yang disuguhkan oleh seorang penulis novel.

Untuk membuat cerita yang baik, seorang penulis bisa datang berkali-kali ke objek yang ingin ditulis. Itu dilakukan agar benar-benar menghayati objek yang ditulis. Tak heran bila ia mampu mengemas cerita secara detail dan menarik. Apalagi ia tidak diburu oleh waktu. Kelebihan ini yang tidak dimiliki oleh wartawan media cetak dan elektronik. Walau mereka memiliki kemampuan menulis yang baik tapi belum tentu bisa dikemas menjadi cerita yang menarik karena keterbatasan waktu.

Tidak percuma buku disebut sebagai pintu peradaban. Banyak perubahan yang sebelumnya tak terbayangkan tiba-tiba terjadi setelah novel (buku) terbit. Maka jangan pernah meremehkan kekuatan sebuah novel, apalagi penulis. Seorang penulis bisa mengubah dan merubah sesuatu yang tidak terpikirkan menjadi sesuatu yang nyata. Masyarakat yang bodoh menjadi pintar. Masyarakat yang cuwek menjadi peduli.

Maka mulai sekarang pemerintah daerah, agen pariwisata dan semua komponen masyarakat mendorong kreativitas menulis di tengah masyarakat, khususnya kepada anak-anak muda. Dan biarkan novel (buku) bicara tentang daerah. Tentang keindahan alam dan budaya NTB. Siapa tahu ke depan usaha itu berhasil menggaet wisatawan dan investor datang berbondong-bondong ke NTB setelah membaca novel dan buku tentang NTB.**

*Terbit di harian umum Suara NTB, Sabtu 07/05/2011

Komentar

  1. betul,,Lombok tidak punya kitab ramayana,mahabrata, kris empu gandring, empu-empu yang memiliki kesaktian maha,,untuk menarik para pelancong..tetapi lombok memiliki local wisdom yang kebanyakan orang belum merapikannya,,karena masih berkutat mana yang asli dan tidak...sepakat kalau cara berfikir dirubah menuju digital mind,,,sprti film doc, novel yg go inter tentunya,,bukan hanya localistis tetapi general diterima oleh semua kalangan,,yaa spti laskar pelangilah..bang sandi buat film perempuan sasak trakhir,,,tetapi tidak terterima oleh produksi local,,apalgi inter...ini penting untuk diteruskan idenya,,kalau dengn novel seandaniya tidak berhasil,,tetpi anak bangsa lombok telah melkukan sesuatu ya,,,mereka termotivasi berkarya...

    BalasHapus
  2. tetapi kita berharap film yang digarap oleh bang sandi bisa go suatu saat...salut untuk bajang sasak yng kreatif seperti sutradara film prempa rusuk dua..apapun hasilnya tetap kita dukung product sasak

    BalasHapus
  3. Batur Sasak : setuju, udh saatnya anak2 muda sasak mengutamakan kreativitas dan inovasi jika ingin mewarnai peradaban dimasa2 yg akan datang. Local wisdom Lombok sangat berlimpah untuk diolah menjadi produk budaya yg menginspirasi dunia. semoga terbuka kesempatan tuk kita terus memulai dan menggerakan ide tersebut. salam kenal.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kejadian Mestakung Yang Saya Alami

Taman Bunga, Sembalun, Lombok Timur Bagi sebagian orang, apa yang saya alami ini mungkin hal biasa. Lumrah terjadi, sering kita alami dan pernah dialami oleh banyak orang. Saking biasanya, kita tidak tahu bagaimana kejadian itu bisa terjadi. Kita menganggapnya itu kebetulan. Sedang beruntung saja. Pada hal itu bisa dijelaskan secara ilmiah bagaimana Mestakung bekerja. Belakangan saya baru sadar, ternyata banyak kejadian dalam hidup kita bagian dari Mestakung. Beberapa waktu yang lalu saya jatuh sakit sekitar dua bulan lebih. Badan saya lemas, was-was dan tidak konsentrasi. Setelah itu tiba-tiba badan, pinggang, lutut dan pergelangan tangan ikut-ikutan sakit. Sampai ngilu-ngilu. Selera makan jadi tiba-tiba hilang. Beberapa obat tradisional sudah saya coba tapi hasilnya tidak menunjukkan perubahan. Saya pun memutuskan untuk berobat disebuah rumah sakit swasta di Mataram. Siangnya saya minta kepada adek ipar yang bekerja dirumah sakit tersebut untuk mendaftarkan kedokter bagian da

Buah Bile

Penulis bersama seorang teman dengan latar buah bile dihalaman Hotel Mina Tanjung, Lombok Utara. SUDAH lama tidak melihat pohon bile yang berbuah lebat dan besar. Sekarang pohonnya mulai langka, apa lagi yang berbuah besar seperti ini. Bersyukur bisa melihat lagi pohon ini di Mina Tanjung Hotel, KLU. Buah (buaq, Sasak) pohon ini sering kita pakai bermain dulu waktu kecil dikebun dan disawah. Kadang kita tendang-tendang seperti bola. Pohonnya sering kita pakai membuat gasing. Kalau musim gasing, kita sering keliling sawah dan kebun untuk mencari pohon bile yang ukurannya pas untuk membuat gasing. Kita sampai nekad mencuri pohon milik orang yang tumbuh jadi pagar sawah atau kebun orang demi mendapatkan bahan untuk membuat gasing yang bagus. Pohon atau rantingnya bagus jadi bahan membuat gasing karena seratnya bagus dan tidak ada 'hati' seperti pohon yang lain. Di kampung saya Lombok Timur belum pernah saya lihat atau dengar orang memakan buah bile. Tapi didaerah lain di Lomb

Legit dan Gurih Pelemeng Campur Poteng

Pelemeng dan Poteng, pasangan serasi untuk disantap bersamaan dikala silaturrahmi hari Lebaran SETIAP kampung di Lombok punya jajan khas yang dibuat khusus menjelang Hari Raya Idul Fitri. Di Desa Aikmel, Lombok Timur misalnya – beberapa hari menjelang lebaran, kaum ibu sudah sibuk menyiapkan beraneka jenis makanan dan jajan yang akan disajikan pada hari istimewa. Di antara jajan yang selalu ada disebut Pelemeng dan Poteng. Bila datang bersilaturrahmi kewarga - Pelemeng dan Poteng yang terdepan untuk disuguhkan. Pelemeng yang terbuat dari ketan rasanya gurih dan kenyal sedangkan Poteng terasa manis dan berair. Saat dimakan, akan bertemu rasa gurih dan manis dimulut. Dua jenis jajan tradisional masyarakat Sasak ini cukup mengenyangkan kalau dimakan.   Pelemeng terbuat dari ketan yang dibungkus dengan daun pisang. Membuat Pelemeng, daun pisang yang dipakai sengaja dipilih yang ukuran diameternya besar dan panjang. Daun pisang dijemur terlebih dahulu sebelum dibentuk supaya ti