Langsung ke konten utama

Bunga Kemuliaan


Seorang mahluk kecil hadir dalam keluarga saya. Wajahnya imut, rambut hitam pekat. Ada bekas lesung pipit dikiri kanan pipinya. Ia lahir dengan berat badan 3,5 kg. Kini diusianya beranjak satu bulan berat badannya sudah bertambah menjadi 4,5 kg.
Bila menangis suaranya nyaring memekakan telinga. Tangisnya selalu memancing rasa kasihan orang. Siang selalu tidur, malam terjaga. Bila sudah tidur, presiden lewat tidak akan dihiraukan.
Pihak yang paling bahagia atas kehadiran mahluk kecil itu selain bapak ibunya - sudah tentu bapak ibu saya. Bila mendengar suara tangisnya, mereka yang paling pertama khawatir. Jangan-jangan ia sakit, katanya. Mungkin karena cucu perdana kali.
Oleh bapak ibunya, saya diberikan tugas mempersiapkan nama. Pada diri saya bertanya, apakah saya sudah pantas memberikan seseorang nama ? Bukankah saya masih muda, belum berkeluarga – masih hoby berbuat kekhilafan. Masih suka nyerempet-nyerempet dengan dosa. 
Bukankah nama itu sebuah do’a. Apakah saya pantas memberikan do’a pada orang sementara adab berdo’a saja belum benar. Ibarat barang, bukankah nama itu akan menjadi brand (merek) seseorang yang akan dibawa seumur hidup. Kalau mereknya salah, bisa-bisa ia tidak akan ‘layak jual’.   
Yang pasti kita sepakat manusia bukan barang. Ia memiliki jiwa dan raga yang tidak bisa dihargai dengan uang. Uang hanyalah alat transaksi yang dihargai tergantung kehendak kita. Sementara nama akan melekat seumur hidup. Tidak bisa ditukar ganti.
Karena tidak memiliki alasan untuk menolak, saya pun bersedia memberinya nama sesuai kemampuan saya. Belakangan saya baru sadar, itulah salah satu bentuk kehormatan yang diberikan keluarga kepada saya.
Sebelum memutuskan, kedua orang tuannya memberikan saya rambu-rambu. Pertama, nama itu tentu harus memiliki makna. Kedua, mudah disebutkan, termasuk bagi orang awam. Ketiga, tidak sama dengan nama orang lain, khususnya yang ada dikampung.
Begitu calon nama itu saya temukan, saya lalu menyodorkan kepada bapak ibunya yang sebenarnya paling berhak memberinya nama. Tidak lupa juga saya konsultasikan kepada paman-paman saya yang familiar memberikan orang nama. Semuanya setuju.  
Saat hari akiqah telah tiba, satu persatu tamu undangan datang. Keluarga yang jauh mendekat. Yang dekat berkumpul termasuk para kyai dan ustaz yang diundang secara khusus untuk meresmikan nama bagi anggota keluarga kami yang terkecil.
Nama yang disepakti oleh bapak ibunya kemudian saya tulis disebuah kertas putih lalu diajukan kepada ‘tim peresmian nama’. Setelah dibaca oleh  ‘tim peresmian nama’, tidak ada satu orangpun anggota tim yang menolak. Kalau ada penolakan, bisa-bisa saya kerepotan mencari nama. Pada hal saya tidak memiliki stock nama yang lain. kami bersyukur tidak ada penolakan.  
Dan dengan diiringi shalawat Nabi, prosesi peresmian nama itu berlansung sederhana, khitmat dan lancar. Di saksikan anggota ‘tim peresmian yang beranggotakan sekitar 50 orang, mahluk kecil itu resmi diberi nama Naurotul Izzah, artinya bunga kemuliaan.
Kami sekeluarga berharap Nuro (nama panggilan dari keluarga) akan menjadi sosok perempuan yang lembut seperti bunga. Dengan nama itu kami hajatkan agar kelak ia tergerak meneladani para pemimpin perempuan yang berakhlak mulia. Mampu menjaga marwah (harga diri)-nya termasuk keluarga.
Dari balik nama itu sebenarnya kami ingin menyemai bunga-bunga kemuliaan dalam keluarga kami. Itulah harapan saya dan keluarga.   

***

Saat menggendongnya beberapa kali saya dikencingi. Saya kemudian teringat akan kitab-kitab fiqih yang dulu saya pelajari dipondok. Dalam kitab-kitab kuning disebutkan kencing seorang anak perempuan tetap tergolong nakjis meski baru berusia beberapa hari.
Berbeda dengan anak laki-laki. anak laki-laki yang hanya minum air susu ibu dan belum genap berusia tiga bulan, bekas kencingnya tidak nakjis. Untuk itu orang dewasa yang kena air kencing anak laki-laki boleh memakainya sholat.
Kain bekas kencing itu akan tergolong nakjis oleh kencing anak laki-laki yang belum genap berusia tiga bulan bila anak tersebut sudah makan makanan (minuman) duniawi. Kalau istilah ustaz-ustaz saya dulu benda-benda dunia.     
Saya ingin mengatakan bahwa betapa dalam kitab-kitab fiqih kita sangat mengistimewa kaum laki-laki. Jadi dalam kitab-kitab kuning yang kita pelajari dulu dipondok terdapat ketidakadilan gender bagi perempuan.
Perempuan selalu mendapatkan posisi yang beda dengan laki-laki. Termasuk dalam hak waris atau ekonomi. Laki-laki dapat bagian tiga, perempuan dapat satu. Rupanya perlakuan serupa juga terjadi dalam hal thoharoh (bersuci) dalam kitab-kitab kuning.    
Ditengah persoalan sosial yang konflek saat ini, mengacu pada doktrin fiqih diatas tentu akan merugikan perempuan. Perempuan akan selalu menjadi mahluk nomor dua setelah laki-laki. Maka konsep fiqih itu harus dirubah dengan mengutamakan keadilan gender bagi perempuan.
Kita tahu doktrin itu berasal dari ijtihad para ulama, bukan sabda Tuhan. Toh sabda Tuhan pun perlu ditafsirkan atau dikoreksi berdasarkan asbabun nuzul dan asbabul wurudnya. Dengan demikian, doktrin-doktrin fiqih benar-benar mengutamakan kemaslahatan ummat.
Tapi bisa memaklumi, tidak adanya kesetaraan gender dalam doktrin kitab-kitab fiqih karena memang sebagian besar kitab-kitab fiqih dikarang oleh ulama laki-laki. Hampir tidak kita temukan ulama perempuan yang menjadi pengarang kitab-kitab fiqih. Maka yang muncul dalam konsep fiqih sangat mengistimewakan laki-laki.
Demikianlah catatan yang tersisa dibalik sosok kecil dan mungil yang tangisnya kini selalu menghiasi dan meramaikan rumah kami. Saya mohon do’a dari pembaca semoga Nuro selalu sehat dan tumbuh menjadi perempuan yang cerdas dan berhati mulia. Amin.

Aikmel, 5 Juni 2010

        

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Legit dan Gurih Pelemeng Campur Poteng

Pelemeng dan Poteng, pasangan serasi untuk disantap bersamaan dikala silaturrahmi hari Lebaran SETIAP kampung di Lombok punya jajan khas yang dibuat khusus menjelang Hari Raya Idul Fitri. Di Desa Aikmel, Lombok Timur misalnya – beberapa hari menjelang lebaran, kaum ibu sudah sibuk menyiapkan beraneka jenis makanan dan jajan yang akan disajikan pada hari istimewa. Di antara jajan yang selalu ada disebut Pelemeng dan Poteng. Bila datang bersilaturrahmi kewarga - Pelemeng dan Poteng yang terdepan untuk disuguhkan. Pelemeng yang terbuat dari ketan rasanya gurih dan kenyal sedangkan Poteng terasa manis dan berair. Saat dimakan, akan bertemu rasa gurih dan manis dimulut. Dua jenis jajan tradisional masyarakat Sasak ini cukup mengenyangkan kalau dimakan.   Pelemeng terbuat dari ketan yang dibungkus dengan daun pisang. Membuat Pelemeng, daun pisang yang dipakai sengaja dipilih yang ukuran diameternya besar dan panjang. Daun pisang dijemur terlebih dahulu sebelum dibentuk supaya ti

Kejadian Mestakung Yang Saya Alami

Taman Bunga, Sembalun, Lombok Timur Bagi sebagian orang, apa yang saya alami ini mungkin hal biasa. Lumrah terjadi, sering kita alami dan pernah dialami oleh banyak orang. Saking biasanya, kita tidak tahu bagaimana kejadian itu bisa terjadi. Kita menganggapnya itu kebetulan. Sedang beruntung saja. Pada hal itu bisa dijelaskan secara ilmiah bagaimana Mestakung bekerja. Belakangan saya baru sadar, ternyata banyak kejadian dalam hidup kita bagian dari Mestakung. Beberapa waktu yang lalu saya jatuh sakit sekitar dua bulan lebih. Badan saya lemas, was-was dan tidak konsentrasi. Setelah itu tiba-tiba badan, pinggang, lutut dan pergelangan tangan ikut-ikutan sakit. Sampai ngilu-ngilu. Selera makan jadi tiba-tiba hilang. Beberapa obat tradisional sudah saya coba tapi hasilnya tidak menunjukkan perubahan. Saya pun memutuskan untuk berobat disebuah rumah sakit swasta di Mataram. Siangnya saya minta kepada adek ipar yang bekerja dirumah sakit tersebut untuk mendaftarkan kedokter bagian da

Buah Bile

Penulis bersama seorang teman dengan latar buah bile dihalaman Hotel Mina Tanjung, Lombok Utara. SUDAH lama tidak melihat pohon bile yang berbuah lebat dan besar. Sekarang pohonnya mulai langka, apa lagi yang berbuah besar seperti ini. Bersyukur bisa melihat lagi pohon ini di Mina Tanjung Hotel, KLU. Buah (buaq, Sasak) pohon ini sering kita pakai bermain dulu waktu kecil dikebun dan disawah. Kadang kita tendang-tendang seperti bola. Pohonnya sering kita pakai membuat gasing. Kalau musim gasing, kita sering keliling sawah dan kebun untuk mencari pohon bile yang ukurannya pas untuk membuat gasing. Kita sampai nekad mencuri pohon milik orang yang tumbuh jadi pagar sawah atau kebun orang demi mendapatkan bahan untuk membuat gasing yang bagus. Pohon atau rantingnya bagus jadi bahan membuat gasing karena seratnya bagus dan tidak ada 'hati' seperti pohon yang lain. Di kampung saya Lombok Timur belum pernah saya lihat atau dengar orang memakan buah bile. Tapi didaerah lain di Lomb