Langsung ke konten utama

Marketing Inspiratif Bos Sido Muncul

Irwan Hidayat, berpose diantara bajaj yang pernah dipakai Jokowi-JK. (sumber foto : berita satu)

BEBERAPA waktu lalu media massa ramai memberitakan tindakan Irwan Hidayat yang memborong bajaj yang dikendarai oleh Joko Widodo–Jusuf Kalla untuk mendaftar menjadi Capres-cawapres ke kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Jakarta. Berbeda dengan pasangan Prabowo-Hatta yang datang ke KPU mengendarai mobil mewah beratap terbuka, Jokowi-JK sengaja menggunakan bajaj. Mereka ingin mengesankan karakter mereka yang merakyat dan dekat dengan rakyat.

Bos jamu Sido Muncul itu membeli dua bajaj itu dengan harga 240 juta. Satu bajaj dibeli dengan harga 120 juta. Tadinya pemilik bajaj tersebut sebenarnya tidak mau diberi uang. Ia mau dibelikan bajaj yang sama jenisnya. Tapi Irwan Hidayat tetap memberinya uang masing-masing 20 juta sebagai tips. Total dana yang dikeluarkan untuk mendapatkan dua bajaj tersebut seharga 280 juta. Pemilik bajaj yang beruntung dipakai Jokowi bernama Pak Rahmat. Pemilik bajaj yang kendarai JK bernama Pak Bori. Naiknya harga bajaj itu tidak berhenti sampai disitu. Salah seorang kolega bisnis Irwan Hidayat bahkan berani menawar sampai harga 380 juta supaya bajaj itu menjadi miliknya.

Saya percaya tindakan Irwan Hidayat itu bukan untuk mencari sensasi dikala Pilpres berlangsung. Kalau ingin membuat sensasi, ia tentu tidak perlu mengeluarkan dana ratusan juta rupiah untuk publikasi. Membuat sensasi tentu perkara mudah baginya. Bukankah wartawan dan pemilik media-media besar menjadi kawan dan mitra bisnisnya. Sejak menjadi CEO Sido Muncul, ia sangat sering menjadi sumber dan subyek berita. Di media kita sering melihat dia memang nampak akrab dengan kalangan wartawan baik cetak maupun elektronik.

Kalau tindakan itu kita dilihat dengan kacamata politik, kita bisa saja berkesimpulan bahwa bos jamu yang membuat produk jamu tolak antagin itu memang pendukung Jokowi-JK dalam Pilres. Walau dukungan itu tidak diucapkan, orang dengan sedirinya akan menganggap Irwan Hidayat pendukung Jokowi-JK. Jadi sangat wajar kalau seorang pendukung terobsesi dan tergerak memiliki barang yang pernah dipakai oleh orang yang didukung dan kagumi. Tak masalah mereka harus mengeluarkan dana ratusan juta rupiah.

Bisa juga orang memandang itu salah satu trik untuk semakin mempopulerkan tokoh yang di dukungnya. Apa lagi dalam Pilpres lalu persaingan antara pendukung Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK dalam merebut hati pemilih cukup ketat. Tim sukses saling mengeluarkan kampanye negatif untuk menjatuhkan citra lawannya. Kondisi ini makin panas setelah berbagai lembaga survei mengeluarkan hasil survei yang memperkirakan selisih suara keduanya akan sangat tipis. Kalau pandangan itu kita pakai, tindakan Irwan Hidayat itu bukan suatu yang luar biasa untuk dibahas kembali.

Di luar konteks politik, ide dan tindakan itu menurut saya menunjukkan tajamnya insting bisnis pengusaha jamu tersebut dalam melihat peluang bisnis. Hal ini nampak jelas dari alasan yang dikemukakan ketika ditanya oleh para pemburu berita. "Satu-satunya di dunia, calon presiden dan wakil presiden naik bajaj untuk mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum, dan akhirnya terpilih. Momen ini tidak akan terulang," ujarnya kepada wartawan Tempo.

Menurut dia, pemilihan moda transportasi bajaj oleh Jokowi-JK saat itu sungguh tak terduga dan unik. "Sontak langsung terbersit dalam pikiran saya untuk membeli kedua bajaj itu dan akan saya letakkan di lobi Hotel Tentrem, Yogyakarta," tuturnya. Ia mengaku sudah membeli bajaj itu pada 24 Juni 2014 lalu dan baru diserahterimakan pada hari Kamis, 24 Juli 2014. Dari ungkapan itu tergambar jelas kenapa Irwan Hidayat membeli bajaj tersebut karena keunikan dan nilai historis. Baik, mari kita bahas kedua alasan ini dengan penjelasan yang lebih panjang.


Unik

Bagi Irwan Hidayat ide menggunakan bajaj itu sangat unik dan cerdas. Ide itu ditangkap dengan lengsung menjadi tindakan. Kita tahu bajaj adalah simbol kendaraan masyarakat bawah dengan pendapatan ekonomi rendah. Inilah moda transportasi yang setiap hari dipakai oleh masyarakat biasa di Jakarta. Ini berbeda dengan mobil yang dipakai Prabowo-Hatta yang harga mencapai milyaran rupiah. Melalui media rakyat melihat apa yang dipakai oleh seseorang mencerminkan siapa dia, cara berpikir, bertindak dan status sosialnya.

Pada Pilpres lalu masyarakat bukan hanya menilai visi, misi, program dan siapa pendukung Capres-cawapres. Apa yang mereka katakan, pakai dan gunakan juga menjadi bahan pertimbangan masyarakat dalam memilih. Dengan mengendarai bajaj, Jokowi-JK ingin mengatakan meski mereka telah menjadi elit dan didukung oleh kelompok elit, cara berpikir dan tindakan mereka sama dengan rakyat. Ini menandakan mereka dekat dan akan selalu dekat dengan rakyat. Selain baju kotak-kotak, salam dua jari–bajai itu menjadi pembeda yang kuat antara pasangan ini dengan pasangan Prabowo-Hatta.

Irwan Hidayat dengan produk Kuku Bima ( http://swa.co.id )

Menggendarai bajaj dalam rangka pencitraan sah-sah saja dan tidak ada aturan melarang. Orang yang mendaftarkan untuk meraih jabatan publik pasti ingin selalu menampilkan diri dengan citra terbaik. Kalau ada yang mengabaikan hal itu, orang itu bisa dipastikan tidak serius. Apa lagi ketika mendaftar menjadi seorang capres-cawapres yang berhasil tidaknya mereka dalam Pilpres sangat ditentukan oleh puluhan juta suara rakyat. Dalam bisnis pun keunikan akan menjadi daya tarik orang untuk membeli. Membeli bajaj yang pernah dipakai Jokowi-JK menjadi sebuah keunikan yang harus diambil dan dimanfaatkan.

Nilai Historis

Selaku pengusaha berpengalaman Irwan Hidayat tentu sangat paham mengelola sebuah hotel. Selain harus memberikan pelayanan yang bagus tapi sebuah hotel harus membuat keunikan-keunikan khusus yang tidak dimiliki hotel-hotel lain. Apa lagi persaingan antar hotel di Yogyakarta sangat ketat. Di daerah kekuasaan Sultan Hamengkubuowono itu semua hotel berlomba-lomba memberikan pelayanan terbaik bagi tamunya. Hotel yang gagal memberikan pelayanan terbaik akan ditinggal oleh pembelinya. Faktor ini salah satu yang menyebabkan bisnis hotel di Yogyakarta makin berkembang pesat.

Dengan meletakkan dua buah bajaj yang pernah dipakai pasangan presiden dan wakil presiden RI tersebut diloby hotel tentu akan menjadi keunikan bagi Hotel Tentrem yang dimiliki Irwan Hidayat. Pengunjung hotelnya bisa berfoto (selfi) dengan bajaj yang pernah ditumpangi Jokowi-JK mendaftar ke KPU. Ini tentu akan menjadi kelebihan, keunikan dan diferensiasi (pembeda) dengan hotel lain di Yogyakarta.

Apa lagi sekarang orang sangat suka berfoto selfi ditempati-tempat yang dikunjungi. Akan terasa kurang lengkap kalau mengunjungi sebuah tempat tanpa foto selfi. Trend foto selfi ini menjadi budaya baru ditengah masyarakat setelah munculnya model handpone (hp) berkamera. Budaya baru ini didukung lagi oleh beragamnya jenis media sosial di internet.

Saya melihat ide dan tindakan Irwan Hidayat membeli dua bajaj tersebut bukan hanya akan memberikan untung secara bisnis disaat orang sedang sibuk membicarakan Pilpres. Dengan berita membeli bajaj itu, Hotel Tentrem secara tidak langsung mendapatkan publikasi (promosi) gratis dari media. Dari berita orang menjadi tahu dan kenal Hotel Tentrem termasuk siapa pemiliknya. Bukankah dalam bisnis, reputasi seorang pemilik menjadi jaminan merek sebuah produk. Semakin terkenal pemilik bisnis, semakin mudah mempromosikan produknya.

Bagi pengusaha seperti Irwan Hidayat tentu bukan nilai rupiah yang menjadi perhatiannya tapi nilai dari barang yang akan ia beli. Baginya nilai uang akan terus berkurang seiring perubahan waktu. Hal ini bisa juga disebabkan oleh inflasi –penurunan nilai mata uang yang salah satu penyebabnya stock uang lebih banyak dari stock barang . Namun barang yang berkuwalitas, unik dan mengandung nilai sejarah – nilainya bukan makin berkurang tapi semakin mahal seiring bertambahnya waktu.

Deluxe Room, Hotel Tentrem, Yogyakarta, Irwan Hidayat, Sido Muncul
Deluxe Room Hotel Tentrem

Tindakan ini juga salah satu upaya cerdik memelihara dan melindungi sebuah benda atau barang yang memiliki nilai sejarah bagi bangsa dalam proses membangun demokrasi di Indonesia. Langkah ini juga salah satu upaya kalangan pengusaha melindungi kebudayaan bangsa dari kerusakan. Maka kita perlu mengapresiasi langkah kalangan swasta yang berperan menyelamatkan tradisi kebudayaan bangsa yang terus tersaingi budaya asing. Kalau dilihat sekilas, membeli bajaj dengan harga ratusan juta terkesan pemboosan uang tapi bagi Irwan Hidayat tindakan itu malah sebagai cara untuk memarketingkan hotelnya. Buktinya, tindakannya itu ramai diberitakan media.

Ide dan tindakan orang besar memang selalu menarek untuk diulas. Idenya selalu memancingkan orang untuk membahasnya. Tindakannya sering mengundang media untuk mengulasnya. Ia bertindak bukan untuk kepentingan jangka pendek tapi untuk keuntungan jangka panjang. Yang menarek bukan hanya cara dia mendapat atau memperoleh keuntungan namun juga cara dia mempertahankan kepentingan yang berbuah keuntungan.

Terkait hal itu kini kita memiliki banyak sumber informasi untuk mengecek mana tindakan yang original dan mana yang pencitraan. Saya rasa masyarakat cukup cerdas untuk membedakan dan merasakan mana produk yang benar-benar orisinil dan mana produk yang diciptakan untuk pencitraan. Ide baik bukan hanya melahirkan tindakan baik namun juga berdampak baik bagi orang lain. Tentu tidak semua pikiran orang besar menarek dibahas. Ia akan menarek manakala ide itu unik, berbeda dan punya keberanian mengeksekusinya menjadi tindakan. Sebuah ide dan tindakan akan mempunyai nilai kalau memiliki pembeda dari ide atau tindakan masyarakat banyak.

Keunikan dan pembeda itu bukan hanya menjadi rahasia sukses Jokowi-JK menumbangkan kebesaran Prabowo-Hatta yang didukung oleh partai-partai besar namun menjadi salah satu rahasia sukses Irwan Hidayat sebagai seorang interpreneur. Dari sosok ini kita bisa belajar bagaimana seorang enterpreneur memiliki cara pandang berbeda dalam membaca sebuah peluang bisnis. Dengan begitu makin jelas bahwa salah satu jurus sukses dalam bidang politik dan bisnis adalah memiliki pembeda (diferensiasi) dengan kompetitor. Kita patut belajar dari jurus marketing dari bos tolak angin ini []

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Legit dan Gurih Pelemeng Campur Poteng

Pelemeng dan Poteng, pasangan serasi untuk disantap bersamaan dikala silaturrahmi hari Lebaran SETIAP kampung di Lombok punya jajan khas yang dibuat khusus menjelang Hari Raya Idul Fitri. Di Desa Aikmel, Lombok Timur misalnya – beberapa hari menjelang lebaran, kaum ibu sudah sibuk menyiapkan beraneka jenis makanan dan jajan yang akan disajikan pada hari istimewa. Di antara jajan yang selalu ada disebut Pelemeng dan Poteng. Bila datang bersilaturrahmi kewarga - Pelemeng dan Poteng yang terdepan untuk disuguhkan. Pelemeng yang terbuat dari ketan rasanya gurih dan kenyal sedangkan Poteng terasa manis dan berair. Saat dimakan, akan bertemu rasa gurih dan manis dimulut. Dua jenis jajan tradisional masyarakat Sasak ini cukup mengenyangkan kalau dimakan.   Pelemeng terbuat dari ketan yang dibungkus dengan daun pisang. Membuat Pelemeng, daun pisang yang dipakai sengaja dipilih yang ukuran diameternya besar dan panjang. Daun pisang dijemur terlebih dahulu sebelum dibentuk supaya ti

Kejadian Mestakung Yang Saya Alami

Taman Bunga, Sembalun, Lombok Timur Bagi sebagian orang, apa yang saya alami ini mungkin hal biasa. Lumrah terjadi, sering kita alami dan pernah dialami oleh banyak orang. Saking biasanya, kita tidak tahu bagaimana kejadian itu bisa terjadi. Kita menganggapnya itu kebetulan. Sedang beruntung saja. Pada hal itu bisa dijelaskan secara ilmiah bagaimana Mestakung bekerja. Belakangan saya baru sadar, ternyata banyak kejadian dalam hidup kita bagian dari Mestakung. Beberapa waktu yang lalu saya jatuh sakit sekitar dua bulan lebih. Badan saya lemas, was-was dan tidak konsentrasi. Setelah itu tiba-tiba badan, pinggang, lutut dan pergelangan tangan ikut-ikutan sakit. Sampai ngilu-ngilu. Selera makan jadi tiba-tiba hilang. Beberapa obat tradisional sudah saya coba tapi hasilnya tidak menunjukkan perubahan. Saya pun memutuskan untuk berobat disebuah rumah sakit swasta di Mataram. Siangnya saya minta kepada adek ipar yang bekerja dirumah sakit tersebut untuk mendaftarkan kedokter bagian da

Buah Bile

Penulis bersama seorang teman dengan latar buah bile dihalaman Hotel Mina Tanjung, Lombok Utara. SUDAH lama tidak melihat pohon bile yang berbuah lebat dan besar. Sekarang pohonnya mulai langka, apa lagi yang berbuah besar seperti ini. Bersyukur bisa melihat lagi pohon ini di Mina Tanjung Hotel, KLU. Buah (buaq, Sasak) pohon ini sering kita pakai bermain dulu waktu kecil dikebun dan disawah. Kadang kita tendang-tendang seperti bola. Pohonnya sering kita pakai membuat gasing. Kalau musim gasing, kita sering keliling sawah dan kebun untuk mencari pohon bile yang ukurannya pas untuk membuat gasing. Kita sampai nekad mencuri pohon milik orang yang tumbuh jadi pagar sawah atau kebun orang demi mendapatkan bahan untuk membuat gasing yang bagus. Pohon atau rantingnya bagus jadi bahan membuat gasing karena seratnya bagus dan tidak ada 'hati' seperti pohon yang lain. Di kampung saya Lombok Timur belum pernah saya lihat atau dengar orang memakan buah bile. Tapi didaerah lain di Lomb