Langsung ke konten utama

Pelajaran Jadi Relawan Jokowi-JK di Kampung

Pelajaran, Relawan, Jokowi-JK, Kampung, Aikmel, Lombok Timur, Pilpres, 2014
Spanduk penanda sebagai relawan depan rumah

TIDAK ada yang mengajak saya menjadi relawan Jokowi-JK pada Pilpres tahun ini. Saya bergerak atas inisiatif dan kemauan sendiri. Dengan begitu saya tidak bergabung dengan kelompok relawan atau pertai politik tertentu yang mengusung pencalonan Jokowi-JK dalam perebutan kursi Preside-Wakil Presiden, Juli 2014.

Saya sendiri mulai mengenal sosok Jokowi sekitar tahun 2010 melalui media massa. Saat itu Jokowi masih menjabat sebagai Wali Kota Solo. Dari media massa cetak dan online saya belajar bagaimana lelaki itu mengelola sebuah kota yang pendekatannya sangat berbeda dari kepala-kepala daerah lain di Indonesia. Dan ekspos media semakin ramai tentang mantan pengusaha mebel itu setelah terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta.

Pengetahuan saya bisa dikatakan makin dengan mantan wali kota yang terkenal dengan blusukannya itu setelah membaca berbagai buku yang secara khusus mengulas Joko Widodo dari A-Z. Dari sana saya makin yakin bahwa orang ini memang benar-benar bekerja untuk rakyat bukan bekerja untuk pencitraan dihadapan rakyat. Kalau dia bekerja demi untuk pencitraan, saya tidak bisa membayangkan berapa triliun dana yang harus disiapkan untuk membayar media agar menulis dirinya secara baik.   

Maka ketika Jokowi mendapat mandat menjadi Capres dari PDI-P, apa lagi memilih pendaping seorang mantan wakil presiden Jusuf Kalla (JK) yang juga sering disebut sebagai ‘the riil presiden’ saat menjadi Wakil Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY) – saya pun tanpa pikir panjang akan memilih pasangan ini dalam Pilpres. Saya pun bertekat akan mencoblos Jokowi-JK dikampung halaman.

Sosok JK jauh lebih dulu saya kenal dari Jokowi melalui buku dan media massa. Meski tidak pernah bertemu lengsung– saya sendiri mengagumi cara berpikir dan kecepatan JK dalam bertindak mengambil keputusan. Tidak perlu jauh-jauh, salah satu jejaknya di NTB – JK berperan dibelakang layar terwujudnya Bandara Internasional Lombok (BIL). Dia bahkan mengusulkan dalam pembangunan bandara itu lebih banyak memanfaatkan SDM dari dalam negeri.

Bila diperhatikan, bentuk BIL tidak jauh beda dengan Bandara Internasional Hasanudin, Makasar. Walau desain bangunan memang menonjolkan daerah masing-masing tapi gaya ruang tunggunyanya tidak berbeda jauh. Saya perhatikan hal itu setelah dua kali berkesempatan datang ke Makasar. Salaku tokoh yang merefresentasikan Indonesia bagian timur, JK tentu memiliki komitmen mempercepat pembangunan Indonesia Timur.

Seorang teman wartawan menceritakan, Gubernur NTB M.Zainul Majdi dalam sebuah pertemuan mengaku sebenarnya hatinya dalam Pilpres untuk JK bukan Prabowo. Pernyataan itu tentu bertolak belakang dengan pernyataan sebelumnya yang menegaskan melalui media massa bahwa dirinya mendukung Prabowo. Namun selaku Ketua Partai Demokrat yang dukungannya mengarah kepada Prabowo-Hatta, tentu Zainul Majdi harus loyal dengan interuksi partainya.

Di hadapan teman wartawan itu, M.Zainul Majdi beralasan bahwa JK banyak membantu dirinya dalam mengurus pembangunan BIL. “Setiap kita ingin bertemu, JK sangat mudah ditemui asalkan dia ada waktu” ucap gubernur yang biasa dipanggil TGB ini. Berangkat dari pernyataan ini kita kemudian tidak kaget kalau gubernur lalu menjamu JK secara khusus untuk makan dipendopo ketika JK datang ke Lombok untuk berkampanye. Dan saya yakin, JK sangat mengerti posisi TGB selaku politisi sehingga dia bersedia makan dipendopo meski TGB tidak mendukung JK dalam Pilpres.

Terlepas dari itu saya tentu memiliki banyak alasan untuk medukung Jokowi-JK. Alasan-alasan itulah yang selalu saya ungkapkan ketika bertemu dengan banyak orang termasuk kepada teman-teman yang mendukung Prabowo—Hatta. Tanpa pengetahuan tentang tokoh itu saya tentu tidak bisa menjelaskan kepada orang lain. lebih-lebih black campain kepada Jokowi-JK menyebar hampir disemua lapisan masyarakat. Termasuk sampai juga kepada masyarakat biasa dikampung saya yang mayoritas bekerja sebagai petani. Dengan begitu mendukung dua orang tokoh ini bisa dikatakan sebagai panggilan hati bukan atas panggilan ‘bati’ (keuntungan-bahasa Sasak).

Untuk itu saya lalu mencari atribut kampanye untuk kita pakai sosialisasi. Syukurnya saya tidak sulit mendapatkan kaos bergambar Jokowi-JK dari sahabat Fathul Rahman dan Yonq dari Helmi Faisal Zaini (HFZ) Centre –anggota DPR RI terpilih dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Dapil Nusa Tenggara Barat. Dengan bekal kaos itulah saya mulai mensosialisasikan pasangan Jokowi-JK kepada masyarakat Desa Aikmel Timur, Lombok Timur.

Sebelum kaos dibagikan, saya coba survei kecil-kecilan kecendrungan pemilih dikampung saya. Hasilnya, ternyata mayoritas warga akan memilih pasangan Prabowo-Hatta. Walau Timses Prabowo tidak bergerak tapi ternyata isu Jokowi beragama Kristen, keluarga PKI dan lain-lain ternyata berhasil membuat masyarakat berpaling kepada Prabowo. Di tambah iklan kampanye pencitraan Prabowo diberbagai stasiun tv swasta berhasil memikat masyarakat. dari sana Prabowo jauh-jauh hari menyatakan diri menjadi calon presiden.

Beda dengan Jokowi-JK dikenal masih sangat terbatas oleh masyarakat kampung saya. Masyarakat mayoritas tidak bisa membedakan mana Capres yang banyak bekerja dan mana yang paling banyak beriklan dan berpidato. Untuk itu ketika membagikan kaos dan stiker Jokowi-JK saya tidak lupa menjelaskan siapa dan bagaimana Jokowi-JK. Terkait Jokowi sebagai Capres boneka, kristen dll – semuanya tidak benar dan fitnah. Dan alhamdulillah, hampir semua yang mendapatkan kaos itu akhirnya memilih Jokowi-JK meski sebelumnya saya dengar mereka akan memilih Prabowo-Hatta.

Hal ini bisa dilihat, jumlah kaos yang kita bagikan hanya sekitar 50-an, sisa kaos yang kita bagi dengan teman-teman relawan lain di Lombok Barat, Lombok Tengah dan teman relawan lain di Lombok Timur. Pada hari percoblosan Jokowi-JK dapat 92 suara. Prabowo-Hatta dapat 296 suara dan batal 11. Namun dari 6 TPS yang terdapat di Desa Aikmel Timur, saya mendapatkan informasi dari PPS – suara terbanyak yang didapatkan Jokowi-JK berasal dari TPS tempat saya memilih. Di TPS lain, paling banyak Jokowi-JK mendapatkan 30-40 suara.

Bila kita bandingkan dengan 50 kaos kampanye yang kita bagikan bisa dikatakan mayoritas memilih Jokowi-JK. Kalau kemudian Jokowi-JK dapat 92 suara– itu artinya dalam satu orang yang dapat kaos kita mendapatkan 2-3 orang memilih Jokowi-JK dalam satu keluarga di TPS 5 tempat saya memilih.  Ini menunjukkan bila kader partai pengusung Jokowi-JK serius berkampanye, suara yang lebih besar dari itu bisa kita raih. Apa lagi salah seorang calon anggota DPRD Kab Lombok Timur dari PKB, Abrar Lutfi Abdul Manan mendulang banyak suara dari Desa Aikmel Timur.  

Hasil perhitungan quick qount dan diperjelas melalui riil qount KPU, mayoritas masyarakat Lombok memang memenangkan Prabowo-Hatta. Di kecamatan Aikmel pun pasangan nomor urut 1 menang telak dari pasangan nomor urut 2. Hasil ini sudah diperkirakan jauh-jauh hari oleh banyak orang yang mangatakan Prabowo memang akan menang di NTB. Prediksi itu bukan semata karena banyaknya partai pendukung, dukungan TGB selaku tokoh central NW kepada Prabowo-Hatta tapi Timses Jokowi-JK mungkin memang tidak bisa berharap banyak suara di NTB sehingga mereka terlihat tidak begitu banyak bergertak untuk kampanye.

Pelajaran Relawan
Berangkat dari pengalaman menjadi relawan Jokowi-JK meski tidak menang dikampung, secara pribadi saya mendapatkan pelajaran menarek.

Pertama, Distribusi Logistik. Dalam setiap penggalangan suara, logistik kampanye memang sangat penting - apa pun bentuknya. alat peraga kampanye bukan hanya berfungsi untuk memperkenalkan kandidat  tapi juga untuk mendekatkan calon dengan masyarakat pemilih. Disamping itu sebagai penanda bahwa daerah tersebut wilayah pendukung calon tertentu.

Spanduk kampanye calon kepala desa, Caleg atau Capres tentu berbeda dengan iklan promosi produk rokok , minuman dll yang banyak bertebaran dipinggir jalan. Semakin dekat posisi peraga kampanye dipasang dengan tempat tinggal penduduk, maka semakin dekat pula peluang mereka untuk memilih calon tersebut. walau itu tidak menjadi jaminan, minimal sebagai alat pengenal dan pendekat.

 Kedua, Pembacaan Peta Politik. Ini sangat penting dipelajari terlebih dahulu sebelum memasuki daerah (desa) untuk menggalang suara. Siapa saja tokoh yang paling diikuti dan dihormati disana. Apakah masyarakat lebih menghormati tokoh agama, tokoh adat dibanding Kadus, Kades. Atau mungkin ada tokoh lain yang paling disegani dan didengar pendapatnya. Orang-orang inilah tentunya yang paling dulu dihubungi, apakah bisa mendukung dan membantu distribusi logistik.

Saya sendiri sempat ‘diprotes’ oleh beberapa warga termasuk Kadus karena tidak menghubungi mereka ketika pembagian kaos. Itu bukan berarti mereka merasa sok berkuasa dan bisa mempengaruhi masyarakat  tapi ternyata mereka secara diam-diam mendukung Jokowi-JK.Dan mereka bisa diandalkan untuk menambah suara. Artinya memang banyak masyarakat  biasa yang memang masih mendegar pendapat dan sikapnya.

Informasi yang kita dapat mengatakan bahwa tokoh masyarakat tersebut mendukung calon tertentu tapi setelah mengobrol ternyata kita sama pilihan. Salah satu contohnya, setelah saya memasang spanduk Jokowi-JK beberapa orang menjelaskan kepada saya bahwa dia juga mendukung Jokowi-JK. Biasanya, orang mulai berani menyatakan dukungannya kepada orang calon tertentu setelah ada orang lain menyatakan dukungan. Dengan begitu ia merasa memiliki teman dan tidak sendiri. hal ini juga terjadi dikampung saya.

Ketiga, Membuat Kegiatan. Membuat kegiatan sebagai satu cara mensosialisasikan calon kita. Ini bukan semata untuk berkampanye tapi dengan kegiatan itu kita bisa mengajak dan merangkul lebih banyak orang untuk terlibat. Buktinya, pada Pilpres kemarin mayoritas pemilih tradisional –pemilih ikut-ikutan. Itu kata orang, mereka percaya saja dan tidak punya kemampuan untuk melakukan cros cek kebenaran informasi tersebut.  

Dalam membuat kegiatan sosialisasi, kelompok yang paling mudah dilibatkan adalah kelompok anak muda. Selain mereka punya banyak waktu, mereka lebih terbuka menerima informasi-informasi baru. Mereka juga berani melakukan cros cek informasi yang menurut mereka tidak akurat. Dalam beberapa kegiatan di desa saya beberapa tahun belakangan ini memang banyak digagas oleh anak-anak muda, terutama yang masih kuliah.

Itulah beberapa hal yang bisa saya petik dari pengalaman menjadi relawan pada Pilres Juli 2014 ini. Saya tentu berharap semoga pengalaman dan kerja-kerja relawan ini membawa makna bagi bagi kemenangan Jokowi-JK menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI sehingga program dan kebijakannya jauh lebih baik dan berpihak kepada rakyat dibanding presiden-presiden sebelumnya. Merdeka.[] 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kejadian Mestakung Yang Saya Alami

Taman Bunga, Sembalun, Lombok Timur Bagi sebagian orang, apa yang saya alami ini mungkin hal biasa. Lumrah terjadi, sering kita alami dan pernah dialami oleh banyak orang. Saking biasanya, kita tidak tahu bagaimana kejadian itu bisa terjadi. Kita menganggapnya itu kebetulan. Sedang beruntung saja. Pada hal itu bisa dijelaskan secara ilmiah bagaimana Mestakung bekerja. Belakangan saya baru sadar, ternyata banyak kejadian dalam hidup kita bagian dari Mestakung. Beberapa waktu yang lalu saya jatuh sakit sekitar dua bulan lebih. Badan saya lemas, was-was dan tidak konsentrasi. Setelah itu tiba-tiba badan, pinggang, lutut dan pergelangan tangan ikut-ikutan sakit. Sampai ngilu-ngilu. Selera makan jadi tiba-tiba hilang. Beberapa obat tradisional sudah saya coba tapi hasilnya tidak menunjukkan perubahan. Saya pun memutuskan untuk berobat disebuah rumah sakit swasta di Mataram. Siangnya saya minta kepada adek ipar yang bekerja dirumah sakit tersebut untuk mendaftarkan kedokter bagian da

Buah Bile

Penulis bersama seorang teman dengan latar buah bile dihalaman Hotel Mina Tanjung, Lombok Utara. SUDAH lama tidak melihat pohon bile yang berbuah lebat dan besar. Sekarang pohonnya mulai langka, apa lagi yang berbuah besar seperti ini. Bersyukur bisa melihat lagi pohon ini di Mina Tanjung Hotel, KLU. Buah (buaq, Sasak) pohon ini sering kita pakai bermain dulu waktu kecil dikebun dan disawah. Kadang kita tendang-tendang seperti bola. Pohonnya sering kita pakai membuat gasing. Kalau musim gasing, kita sering keliling sawah dan kebun untuk mencari pohon bile yang ukurannya pas untuk membuat gasing. Kita sampai nekad mencuri pohon milik orang yang tumbuh jadi pagar sawah atau kebun orang demi mendapatkan bahan untuk membuat gasing yang bagus. Pohon atau rantingnya bagus jadi bahan membuat gasing karena seratnya bagus dan tidak ada 'hati' seperti pohon yang lain. Di kampung saya Lombok Timur belum pernah saya lihat atau dengar orang memakan buah bile. Tapi didaerah lain di Lomb

Legit dan Gurih Pelemeng Campur Poteng

Pelemeng dan Poteng, pasangan serasi untuk disantap bersamaan dikala silaturrahmi hari Lebaran SETIAP kampung di Lombok punya jajan khas yang dibuat khusus menjelang Hari Raya Idul Fitri. Di Desa Aikmel, Lombok Timur misalnya – beberapa hari menjelang lebaran, kaum ibu sudah sibuk menyiapkan beraneka jenis makanan dan jajan yang akan disajikan pada hari istimewa. Di antara jajan yang selalu ada disebut Pelemeng dan Poteng. Bila datang bersilaturrahmi kewarga - Pelemeng dan Poteng yang terdepan untuk disuguhkan. Pelemeng yang terbuat dari ketan rasanya gurih dan kenyal sedangkan Poteng terasa manis dan berair. Saat dimakan, akan bertemu rasa gurih dan manis dimulut. Dua jenis jajan tradisional masyarakat Sasak ini cukup mengenyangkan kalau dimakan.   Pelemeng terbuat dari ketan yang dibungkus dengan daun pisang. Membuat Pelemeng, daun pisang yang dipakai sengaja dipilih yang ukuran diameternya besar dan panjang. Daun pisang dijemur terlebih dahulu sebelum dibentuk supaya ti