Buku Passion Is Nothing, salah satu karya Rene Suhardono |
Sepotong tulisan bisa menyisakan benih-benih optimisme, kegelisahan bahkan perasaan ter-intimidasi pada pembaca bila ditulis oleh ahlinya. Walau ekspektasi penulisnya tidak sejauh itu.
Jujur saja sebelumnya saya tidak terlalu suka membaca tulisan-tulisan Rene Suhardono. Setiap judul tulisannya selalu menggunakan bahasa Inggris. Begitu juga dalam tubuh tulisan, banyak kita temukan kalimat dan ungkapan bahasa Inggris yang panjang. Pembaca yang tidak banyak menguasai kosa kata Inggris tentu akan kesulitan memahami penjelasannya. Bagi saya, tulisan yang terlalu banyak istilah asingnya ibarat makanan yang banyak tulangnya. Nikmatnya membaca menjadi terganggu.
Saya mulai tertarek membaca tulisan-tulisan Rene Suhardono setelah membaca kolomnya yang berjudul, “What’s Your Contribution ?” yang terbit di Kompas oktober 2015. Tulisan itu saya temukan secara tidak sengaja dihalaman Kompas Klasika. Mungkin ada pembaca menganggap itu iklan advetorial, pada hal sebenarnya bukan. Rubrik tulisannya diberi nama, “Ultimate U” yang berisi tulisan-tulisan motivasi, managemen, passion & ide kreatif yang terbit setiap hari Sabtu. Lebih lengkapnya baca disini
Tulisan Rene ini terasa beda dengan tulisan-tulisan lain. Penjelasannya tentang kontribusi sangat mudah dipahami. Tanpa pikir lama saya pun langsung mengklipingnya. Kelebihan penulis yang kompeten (expert) memang seperti itu. Tulisannya bisa menimbulkan kegelisahan, kegembiraan, optimisme, pesimisme, meng-intimidasi (provokasi) bahkan kemarahan kepada pembaca melalui tulisan-tulisannya. Pada hal mereka terpisah jarak, tempat dan tidak saling kenal.
Setelah membaca, “What’s Your Contribution ?” saya mencatat dua hal. Pertama, Rene memberikan penafsiran yang berbeda tentang makna kontribusi (contribution). Menurut Rene, kita jarang sekali menanyakan tentang kontribusi pada diri kita. “Apa kontribusi saya ?”. Pertanyaan ini memang mudah diucapkan tapi cendrung sulit untuk dijawab. Kalau mau jujur, bisa dikatakan, hampir tidak pernah kita mengajukan pertanyaan serupa pada diri kita.
Malah kontribusi cendrung dimaknai banyak orang hanya sebatas tanggung jawab pekerjaan (job discription), antara atasan bawahan. Di luar itu bukan tanggung jawab yang bersangkutan. Kalau terjadi sesuatu dan lain hal disekitar kita, kita anggap bukan tanggung jawab kita. Dengan begitu sangat mudah sekali kita menyalahkan orang lain. Kita jarang menanyakan pada diri sendiri, apa yang telah kita lakukan untuk mengubah dan memperbaiki keadaan.
Rene mengutip ungkapan Peter Drucker, seorang ahli ilmu managemen kenamaan mengungkapkan bahwa kontribusi bukan wewenang organisasi semata tapi individu bersangkutan. Pertanyaan, apa kontribusi saya ? harus segera dilanjutkan dengan pertanyaan, apa yang harus saya kontribusikan? Baginya pertanyaan itu sangat penting diteruskan untuk menjadikan sesuatu yang abstrak diawang-awang menjadi ide nyata yang jelas dan kontekstual.
Pertanyaan apa yang bisa saya kontribusikan ? akan terjawab dengan beberapa komponen pembentuknya seperti. Apa yang dibutuhkan disekitar saya saat ini ? Apa hal-hal yang menjadi kekuatan (passion) saya ? Hal-hal apa yang bisa saya lakukan sekarang untuk menjadikan situasi menjadi lebih baik ? Apa yang hendak saya lakukan, bagaimana dan dalam waktu berapa lama ? Pertanyaan-pertanyaan ini sangat spesifik mengarahkan kita untuk segera melakukan hal-hal yang bisa kita kontribusikan.
Penjelasan dan model pertanyaan diatas membukakan cara berpikir bagi orang-orang yang bingung menentukan kontribusi apa yang akan diberikan kepada keluarga, lingkungan dan masyarakat. Bukankah sekarang banyak anak-anak muda yang gelisah memikirkan kontribusi bermanfaat seperti apa yang ia berikan kepada orang lain. Ditengah anak muda yang galau tidak tahu akan melakukan apa, selalu ada anak muda yang berpikir bukan hanya tentang dirinya, yang berpikir bukan hanya tentang masalah – mereka berpikir tanpa henti mencari dan membuat terobosan serta inovasi.
Kedua, setelah membaca tulisan itu, saya merasa tersengat untuk introspeksi diri. Berbagai macam pertanyaan tiba-tiba menyeruak dalam pikiran saya. Apa kontribusi mu dalam hidup ini ? Kontribusi apa yang telah kau berikan kepada masyarakat ? Kepada orang banyak ? Legacy apa yang akan kau wariskan dalam hidup ini. Apa tujuan hidup mu ? Apa yang akan kau perjuangkan dalam hidup ini sehingga kau akan menyesal bisa tidak berhasil mencapainya ?
Saya langsung teringat masa lalu. Teringat keluarga dan kampung halaman. Apa yang telah kau berikan yang bisa menjadi kebanggan keluarga ? Apakah hidup mu hanya untuk mencari nafkah bagi keluarga saja ? Gagasan, ide atau pengetahuan apa yang telah kau sumbangkan kepada masyarakat dan dunia? Pekerjaan apa yang bisa kau ciptakan kepada masyarakat ?
Bukankah sudah terlalu banyak buku kau baca dan telan, tempat kau datangi, orang kau temui, sekian pendidikan kau jalani seharusnya menjadi modal memberikan kontribusi kepada masyarakat. Lalu sekarang hasilnya apa? Pertanyaan-pertanyaan itu seolah datang bergerombol mengintimidasi saya. Ia membuat saya gelisah karena pada saat tertentu kerap muncul dipikiran saya. Pada hal saya membaca tulisan itu tahun 2015 silam. Entah sampai kapan pertanyaan-pertanyaan itu bersemayam dipikiran saya. Mungkin sampai saya temu jawabnya.
Belakangan saya menebak bisa jadi Rene suka menggunakan Inggris dalam tulisannya karena ia mengerti bahwa sebagian pesar kelompok pembecanya berasal dari pembaca perkotaan yang cukup familiar dengan istilah-istilah Inggris. Tulisan-tulisan yang diterbitkan dihalaman Klasika Kompas itu juga termuat dalam blog http://www.impact-factory.com/. Jadi kalau tidak sempat baca versi cetaknya bisa baca diblognya. Kalau tidak salah, sebagian besar tulisan diblognya itu telah diterbitkan menjadi beberapa judul buku. []
Komentar
Posting Komentar