Dalam perjalanan pulang ke Aikmel saya mengontak Ust. Herpagus Elbaoky untuk mampir kerumahnya di Masbagek. Herpagus alumni UIN Mataram dan pernah nyantri di Ponpes Al Halimi dibawah asuhan TGH.Munajib Cholidi, Sesela, Gunung Sari. Herpagus ternyata bertetangga dengan sahabat Suswadi Antama – kader PMII dan Ansor yang kini bekerja ditim PKH Depsos RI.
Ust.Herpagus sekarang membuka pengajian kitab kuning setiap malam dirumahnya diikuti oleh para pemuda dikampungnya. Terakhir bertemu dengannya pada Kopdar Pengajian Kitab Ihya’ Ulumuddin oleh Kyai Ulil Absar Abdalla dihalaman Kantor PWNU NTB beberapa waktu lalu.
Bila ditelusuri dan gali – Masbagek meninggalkan jejak sejarah penting dalam pergerakan Nahdlatul Ulama (NU) di Lombok dan NTB. Dari sana lahir beberapa tokoh, ulama dan tuan guru yang menjadi tulang punggung dakwah Islam di Lombok.
Salah seorang pengurus pentinv PBNU saat datang ke Masbegak untuk menemui tokoh tersebut guna memastikan pembentukan pengurus NU Lombok.
Salah seorang tokoh penting dari Masbagek yang menjadi motor penggerak NU dimasa – masa awal itu tidak lain adalah H.Achsyit Muzhar dari Bila Sundung. Dia melanjutkan kepemimpinan NU Lombok yang telah dibangun oleh TGH.Mustofa Bakri Albanjari dari Sekarbela.
H.Ahsyit Muzhar menjadi Ketua Tanfizd NU Lombok berpasangan dengan TGH. Shaleh Hambali sebagai Rois Syuriah NU antara tahun 1953-1968. Dalam sejarahnya ini lah duet mantap antara tanfizd-syuriah yang membangun pondasi gerakan NU sampai menyebar ke desa-desa dan seluruh kabupaten di NTB.
Apa lagi ketokohan dan kealiman TGH. Sholeh Hambali yang juga disebut dengan datok bengkel bukan saja sangat produktif dalam menulis kitab, mengkader ratusan orang tuan guru tapi juga pengaruhnya mantul sampai nasional sehingga Presiden dan Wakil Presiden pertama RI, Ir. Sukarno-Muhammad Hatta harus sowan khusus untuk meminta pandangan dan pendapatnya ketika kondisi sosial politik kebangsaan yang belum stabil.
Setelah mengalami perbedaan pandangan dan dinamika dalam organisasi NU Lombok, H.Achsyit Muzhar bersama beberapa tokoh NU yang lain menyatakan diri keluar dari NU lalu mendirikan organisasi baru bernama Rabitah Islamiah tahun 1968.
Beberapa pondok pesantren dan tuan guru NU yang ikut bergabung dengan Rabitah diantara Ponpes Islahudiny Kediri, Lombok Barat yang didirikan oleh TGH.Ibrahim, Marakit Taklimat dengan pendiri TGH. Zainudin Arsyad dari Mamben, Kec.Wanasaba dan Ponpes Jamaluddin didirikan oleh TGH.Abdul Manan, Bagek Nyaka, Kec.Aikmel, Lombok Timur. Beberapa yayasan pondok pesantren itu kini sudah kembali bergabung dengan NU.
Salah satu warisan fisik yang bisa disaksikan sampai sekarang di Masbagek setelah H.Achsyit Muzhar setelah membantuk Rabitah – berdiri dan berkembangnya Yayasan Pendidikan Nahdlatul Ummah (YADINU) yang kini membawahi beberapa lembaga pendidikan Islam.
Tokoh-tokoh NU asal Masbegek yang mencetuskan dan terlibat mendirikan YADINU diantaranya TGH.Mahsun, TGH.Muhammad Zen, TGH. Hasbullah, TGH. Abdul Hakim dan TGH. Muhammad. Dan TGH. Mahsun sendiri salah seorang murid kesayangan TGH. Sholeh Hambali, Bengkel.
Dalam dinamika pergolakan politik tahun 1965 di Lombok, tokoh dan tuan guru asal Masbagek pun menjadi bagian dari pengurus Gerakan Pemuda Ansor dan Banser NU yang menjadi ‘aktor penting’ pengganyakan anggota PKI dan orang Cina yang berada disekitar wilayah Labuan Haji, Selong, Pancor, Masbegak, Aikmel, Wanasaba sampai Peringgabaya. Dari kampung ada banyak pemuda yang masuk Ansor-Banser.
Salah seorang tokoh Ansor-Banser NU asal Masbagek saat itu, TGH.Ishak Hafiz. Orangnya tinggi besar. Waktu saya usia sekolah dasar (SD), beliau sering mengisi pengajian tarekat (tasawuf) dikampung saya Dasan Bagek dan berbagai desa di Aikmel. Beliau bersama TGH.Abdul Halim membentuk kelompok-kelompok zikir zaman disetiap kampung dengan mengenakan pakaian seragam baju koko dan kain putih-putih.
Saya dan teman-teman kampung usia SD, SMP dan SMA sering pentas zikir zaman kelilig kampung di Lombok Timur. Kita yang usia-usia belia sering menjadi tertawaan penonton karena gerakan tidak kompak dengan syair. Yang paling menggelikan penonton kalau kita tidak bisa tahan kantuk.
Maklum panjangnya gerakan dan syair zikir zaman yang diciptakan oleh ulama tarekat dari Yaman baru selesai jam dua belas atau jam satu malam. Dulu zikir zaman sempat dipentaskan dari tingkat dusun, kabupaten hingga propinsi. Syair-syairnya indah yang menggambarkan kerinduan dan puja-puja seorang hamba pada khalik-Nya.
Untuk itu wajar kalau tradisi kultural NU di Masbagek masih kuat sampai sekarang. Apa lagi berbagai pengajian, madrasah dan pesantren NU mulai terus bermunculan sampai saat ini. Di Masbagek bagian barat misalnya sudah lama berdiri Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Nahdlatul Ulama (STITNU). Kedepan itu tentu akan memperkuat posisi kultural dan pendidikan kader-kader NU.
Kalau pun belakangan ini muncul gerakan-gerakan dakwah baru seperti Salafi, FPI dan HTI di Masbagek – bisa dilihat bagian dari dinamika dan perubahan kondisi sosial masyarakat yang datang dari luar dan nasional. Namun menurut informasi yang saya dengar, dari sanalah kemudian lahir model parian baru – ‘NU rasa FPI dan NU rasa HTI’.
Masjid Masbagek sebagai simbol kultural dan religiusitas masyarakat Masbagek masih mengikuti amaliah-amaliah Aswaja Nahdiyah yang telah diwariskan oleh para tuan guru yang dulu menjadi tokoh-tokoh NU di Lombok Timur. Dan sebagaimana pengalaman masjid-masjid lain di Lombok Timur, masjid dengan arsitektur megah itu pun beberapa kali dicoba untuk dikuasai oleh pihak lain.
Saya senang masih bisa bersua kembali dengan kader-kader muda NU dari Masbagek yang aktif di PMII, IPNU, GP. Ansor-Banser yang masih menjaga dan meneruskan tradisi NU dikampungnya. Kita tentu tahu tantangan dan problem jelang satu abad NU dan zaman distruption kedepan tidak mudah diprediksikan.
Memahami tradisi dan sejarah bukan hanya untuk mengetahui dari mana kita berasal tapi juga sangat penting untuk menggali dan menemukan jati diri kita sebagai anak bangsa. Dari sejarah dan tradisi kita berpijak, pada masa depan kita berharap.[]
*Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di Facebook penulis pada 14 Oktober 2019.
Komentar
Posting Komentar