BELASAN penulis muda berkumpul dikantor Suara NTB, Rabu (2/2) malam lalu. Mereka hadir atas undangan penanggungjawab Suara NTB dan Radio Global FM Lombok, Bapak Agus Talino. Pertemuan itu berlangsung hangat dan akrab sehingga tak terasa diskusi baru berakhir pukul 24.00 wita.
Para penulis yang hadir datang dengan latar profesi yang beragam. Mulai dari mahasiswa, dosen, guru, birokrat, pengamat politik dan pegiat LSM. Dari pembicaraan yang muncul tergambar antusiasme mereka untuk menulis. “Ini kesempatan langka yang sudah lama kita tunggu,” kata seorang teman yang menjadi dosen.
Pada pertemuan itu pengelola Suara NTB, bukan hanya meminta para penulis untuk mengirimkan buah pikiran cerdasnya tapi juga berjanji akan memberikan penghargaan (honor) kepada penulis yang tulisannya terbit. Itu artinya Suara NTB adalah media pertama di daerah ini yang berani memberikan honor kepada penulis opini. Harapannya, akan terjadi kompetisi dan seleksi antar penulis di kemudian hari.
Sedikitnya ada dua hal yang bisa saya catat setelah pertemuan itu.
Pertama, dengan pertemuan itu, setidaknya telah mampu menjawab problem penulis yang selama ini merasa kurangnya ruang ekspresi dan penghargaan terhadap penulis muda di NTB. Tinggal sekarang bagaimana para penulis muda memanfaatkan kesempatan yang diberikan untuk menyajikan pikiran terbaiknya kepada pembaca secara kontinu.
Pertama, dengan pertemuan itu, setidaknya telah mampu menjawab problem penulis yang selama ini merasa kurangnya ruang ekspresi dan penghargaan terhadap penulis muda di NTB. Tinggal sekarang bagaimana para penulis muda memanfaatkan kesempatan yang diberikan untuk menyajikan pikiran terbaiknya kepada pembaca secara kontinu.
Kedua, dari pertemuan itu bisa disimpulkan bahwa Suara NTB menganggap kolom opini sebagai ruang strategis sebagai ruang pencerahan dan dialektika akal sehat. Melalui kolom opini juga diharapkan dapat melahirkan penulis-penulis produktif dari daerah. Bukankah daya saing sebuah daerah bisa dilihat dari karya-karya putra daerah.
Dan ini akan tercatat dalam sejarah sebagai media yang berperan mendorong tumbuhnya budaya literasi di NTB sebagaimana telah diperankan oleh media-media besar yang terbit secara nasional. Di tingkat lokal, Suara NTB bukan hanya dikenal sebagai media yang menyampaikan informasi tapi juga berperan mempercepat perubahan melalui tulisan-tulisan kepada masyarakat.
Koalisi Perubahan
Saya sependapat dengan saudara Mashur dan M.Firmansyah pada tulisannya terdahulu yang menyambut baik hadirnya kolom opini di media ini. Mengundang secara khusus para penulis adalah langkah yang tepat dan maju untuk memulai itu. Namun harapan itu bisa langgeng manakala ada koalisi antara penulis dengan pengelola media.
Hal ini yang belum pernah dilakukan oleh media lokal di NTB. Pengelola media dan penulis seolah dua kelompok berbeda yang tidak saling membutuhkan. Padahal ini bukan hanya tentang peran penulis muda dalam membangun budaya tulis (literasi) di NTB, tapi juga menyangkut tentang ketatnya persaingan antar media dalam merebut hati pembaca. Termasuk mulai migrasinya pembaca muda dari media cetak ke media online.
Di satu sisi masyarakat juga sudah mulai melek akan media. Mereka kini tidak mudah percaya (fanatik) dengan satu media tertentu. Mereka biasanya membaca lebih dari satu media dalam sehari. Untuk itu perlu diantisipasi oleh pengelola media dengan membuat terobosan kreatif agar media tersebut tidak ditinggalkan oleh pembacanya.
"Dengan demikian perlu dibangun koalisi jangka panjang antara pengelola media dengan pembaca dan para penulis. Melalui kerjasama yang cerdas dan saling menguntungkan akan terbangun solidaritas pembaca (penulis) dengan media bersangkutan. Solidaritas itu bisa terbangun manakala ada hubungan yang dinamis antara pembaca, penulis dengan pengelola media."
Bila ini berjalan dengan baik, maka ke depan akan terbentuk koalisi kultural antara penulis dan pengelola media. Langkah ini bisa mengurangi asumsi sebagian masyarakat yang menganggap sebagian media yang terbit di daerah dalam pemberitaannya ada bias kepentingan politik dan bisnis pemiliknya.
Bagi saya koalisi tidak hanya bisa dilakukan oleh para politisi dengan partai politik, pembaca, penulis dan pemilik media pun bisa melakukan hal yang sama dengan pola dan pendekatan yang berbeda. Maka koalisi yang dibangun bukan koalisi pragmatis agar mendapatkan honor dan pengisi kolom tetap. Lebih dari itu koalisi yang harus dibangun adalah koalisi yang mengedepankan akal sehat dan menghargai kebebasan berpikir serta berpendapat.
Pola ini sebenarnya bukan masalah bagi media-media besar di tingkat nasional. Mereka bahka membuat pertemuan berkala dengan para penulis. Para pelaku bisnis modern pun sebenarnya sudah lama mempraktikkan pola seperti ini dengan apa yang disebut sebagai community bisnis (CB). CB ini sengaja dibina untuk membangun fanatisme terhadap produk yang mereka buat. Mereka juga kadang berperan sebagai seles untuk memperkenalkan produk-produk mereka kepada konsumen.
Jadi jangan heran bila kemudian ada komunitas pemakai merek tertentu yang rutin membuat pertemuan berkala antar mereka. Merasa diuntungkan oleh kemunitas pemakai produk tersebut, pihak perusahanpun tidak tanggung-tanggung berani mengucurkan ratusan juta rupiah untuk men-support kegiatan kelompok tersebut.
Demikian dengan para penulis, mereka juga bisa dibina dan dirawat sehingga memiliki fanatisme dan dukungan dengan media yang selama ini memfasilitasi gagasan dan pikirannya sehingga karya-karyanya dibaca secara luas oleh masyarakat. Lebih-lebih secara intelektual kemampuan mereka tidak diragukan lagi. Bahkan sebagian dari mereka adalah penggerak atau agen perubahan di komunitas mereka masing-masing.
Bila koalisi ini berjalan dimanis, ke depan tidak menutup kemungkinan karya-karya mereka akan menjadi sumber inspirasi dan kajian yang mampu meletupkan api perubahan. Bukankah banyak sekali contoh opini yang mampu mendorong perubahan di tengah masyarakat. Opini Refly Harun yang berjudul “Ada Korupsi di MK” yang terbit di media nasional mendorong Mahfud MD selaku Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) mengusut anggota MK yang berani berhubungan dengan orang-orang yang sedang berpekara di MK.
Sekaranglah kesempatan penulis muda untuk menunjukkan jati dirinya sebagai generasi terdidik yang kaya gagasan dan perspektif. Dari halaman ini, ide-ide perubahan ditebar dan disemai dengan harapan akan tumbuh menjadi “pohon” perubahan di masa depan. Bukankah kondisi NTB yang tidak kunjung membaik meski telah berusia setengah abad lebih menjadi sumber inspirasi sekaligus teks yang tidak pernah habis untuk ditulis. Untuk itu mari bersama bersinergi mendorong koalisi perubahan melalui tulisan.
Tuntutan berikutnya, penulis bukan hanya harus menyajikan bacaan yang enak dan mudah dipahami oleh pembaca tapi juga mampu memberikan energi bagi pembacanya. Ibarat makanan, bacaan (opini) yang bergizi itu juga harus bisa mengenyangkan dan memberikan tenaga kepada pembaca. Dengan demikian tulisan itu akan mampu menggerakkan pembaca untuk melakukan perubahan. Entah bagi dirinya sendiri maupun lingkungan sekitarnya.
*Pernah terbit di Harian SUARA NTB, Kamis, 17 Maret 2011
Komentar
Posting Komentar