Langsung ke konten utama

Mengukur Keberhasilan Puskesmas Gratis


Walikota Mataram Drs.H Ahyar Abduh mengambil kebijakan berbeda dari kepala-kepala daerah lain di NTB. Ia mengeluarkan kebijakan mengratiskan biaya berobat diseluruh Puskesmas yang terdapat di Kota Mataram. Konon kebijakan ini akan mulai berlaku efektif mulai Januari tahun depan. Kabar ini tentu cukup mengembirakan bagi warga Mataram. Terutama masyarakat yang memiliki penghasilan dibawah standar.
Sebelum kebijakan itu diterapkan, ada baiknya kita mulai menengok kembali kondisi yang terjadi di Puskesmas. Saya berharap pemikiran ini bisa menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah dalam mengambil kebijakan bidang kesehatan. Bukankah ini sektor vital yang sering luput menjadi perhatian publik. Selain tentu sektor pendidikan dan ekonomi.
Puskesmas merupakan satu-satunya lembaga publik yang dibangun oleh pemerintah. Di berikan kewenangan penuh menjadi garda paling depan untuk memberikan layanan kesehatan adsar kepada masyarakat. Karena itu, peran dan fungsinya sangat strategis. Bila layanan Puskesmas tidak berjalan dengan baik maka yang akan merasakan dampaknya adalah masyarakat.
Kondisi itu tentu tidak kita harapkan. Sekarang yang lebih penting, bagaimana Puskesmas mampu memberikan pelayanan yang baik, cepat dan berkulaitas. Sebab bila itu berhasil, derajat dan kuwalitas kesehatan masyarakat akan meningkat. Dengan demikian peran dan kehadiran pemerinatah betul-betul bisa dirasakan oleh masyarakat.
Ketika kebijakan Puskesmas Gratis digulirkan, Pemkot Mataram tentu sudah memikirkan konsekuwensi dan dampak dari kebijakan ini. Termasuk menyangkut sumber pendanaan untuk membiayai dana operasional seluruh Puskesmas yang ada dikota Mataram. Menurut informasi, di kota Mataram sudah berdiri 10 Puskesmas yang tersebar disemua kecamatan.  
Kedepan publik bisa mengukur tingkat keberhasilan program ini dengan melihat beberapa indikator. Mulai dari kuwalitas pelayanan, tenaga medis dan fasilitas kesehatan yang tersedia. Inilah persoalan utama yang terjadi di Puskesmas. Dan sampai hari ini belum nampak penyelesaiannya.
Pertama, Kuwalitas Pelayanan Rendah. Bukan rahasia umum bila pelayanan di Puskesmas sering kali memberikan layanan ala kadar. Asalkan dilayani, persoalan apakah pasien sembuh atau tidak itu bukan persoalan  Puskesmas. Bila ini masih terjadi di Puskesmas, tentu sangat memprihatinkan.
 “Gratis kok minta hasil yang memuaskan”. Kalimat ini menegaskan, ingin mendapatkan pelayanan yang berkuwalitas, Anda harus berani mengeluarkan biaya yang cukup. Bila tidak, Anda harus ikhlas menerima layanan apa adarnya. Kondisi ini bukan hanya terjadi dilembaga bisnis saja tapi juga berkembang di lembaga kesehatan. Sebut saja misalnya itu di Puskesmas termasuk Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD).
Sejatinya Puskesmas dan RSUD memang harus bisa memberikan pelayanan secara cuma-cuma kepada masyarakat. Tanpa membedakan klas sosial dan ekonomi masyarakat. Puskesmas juga harus memiliki standar layanan yang baik, bukan karena gratis lalu layanan yang diberikan sesuka-sukanya.
Kedua, Tenaga Medis. Lazim diketahui oleh masyarakat tenaga medis yang ada dirumah sakit sangat terbatas. Yang banyak justru tenaga praktek yang memiliki pengetahuan medis yang sangat terbatas. Dokter umum yang ditugasi dan mendapatkan fasilitas dari negara justru hadir di Puskesmas hanya beberapa jam dalam sehari.
Mereka malah banyak membuka praktek sendiri atau bergabung dengan rumah sakit swasta yang lain. Konon dari sana mereka mendapatkan gaji yang lebih besar dan menjanjikan. Maka kalau diamati dari intensitas waktu kehadiran mereka yang sangat sedikit, Puskesmas tak ubahnya dijadikan sebagai tempat kerja sambilan bukan prioritas. Dan mereka tidak ubahnya ‘dosen terbang’ diperguruan tinggi.
Ketiga, Fasilitas Kesehatan. Kita tahu fasilitas kesehatan di Puskesmas sangat minim. Fasilitas yang ada malah sudah tua dan tidak terawat. Tak heran maka segala macam penyakit selalu dirujuk kerumah sakit daerah yang lebih tinggi. Sangat sedikit pasien dapat disembuhkan melalui Puskesmas. Dengan demikian Puskesmas tidak ubahnya sebagai lembaga administratif pertama sebelum naik ketingkat yang lebih tinggi.
Menurut saya kurangnya fasilitas kesehatan ini bukan semata disebabkan karena dana yang kurang, namun bisa juga dana tersebut dikorupsi oleh oknum tertentu yang sering bermain diproyek-proyek alat kesehatan (Alkes) yang setiap tahun dianggarkan dari uang rakyat. Karena itu jangan heran bila banyak pejabat Dinas Kesehatan (Dikes) yang berurusan dengan aparat penegak hukum.
Itu juga yang menyebabkan masyarakat menjadi kurang tertarik untuk datang berobat ke Puskesmas. Dampaknya kemudian masyarakat datang berbondong-bondong kepengobatan tradisional atau keruamh sakit swasta meski biayanya juga tidak kecil. Bila tidak memiliki uang terpaksa harus berhutang ditetangga.
Tiga indikator penilaian diatas bisa menjadi alat ukur untuk menilai sukses atau tidaknya program ini. Bila itu tidak mampu dijawab –meski gratis –kebijakan ini tidak akan bisa memberikan harapan dan dampak berarti bagi peningkatan tingkat kesehatan masyarakat di Kota Mataram. Apa lagi pola pelayanan yang dipakai asal melayani, bukan melayani dengan kesungguhan hati.
Program ini akan menjadi testkis, apakah bisa meningkatkan derajat kesehatan masyarakat atau tidak. Jangan sampai nanti masyarakat akan mengatakan,“Membayar saja pelayanannya kayak gitu, bagaimana kalau digratiskan bisa jadi lebih buruk lagi”. Bila kondisi pelayanan, tenaga medis dan fasilitas kesehatan tidak berubah maka orang akan menilai kebijakan ini tidak ubahnya sebagai program pencitraan kepada rakyat.
Namun bila program ini berhasil, rakyat akan memberi nilai A plus kepada pemerintah daerah. Dan optimisme serta kepercataan masyarakat kepada rakyat pelan-pelan akan tumbuh kepada pemimpinnya. Kalau sudah seperti itu, saya yakin semua program pemerintah akan disambut dengan baik oleh rakyat bukan dicuekin seperti yang sekarang banyak terjadi diberbagai tempat.
Maka, sebagai rakyat mari kita tunggu dan pantau pelaksanaan kebijakan  Puskesmas Gratis ini. **

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Legit dan Gurih Pelemeng Campur Poteng

Pelemeng dan Poteng, pasangan serasi untuk disantap bersamaan dikala silaturrahmi hari Lebaran SETIAP kampung di Lombok punya jajan khas yang dibuat khusus menjelang Hari Raya Idul Fitri. Di Desa Aikmel, Lombok Timur misalnya – beberapa hari menjelang lebaran, kaum ibu sudah sibuk menyiapkan beraneka jenis makanan dan jajan yang akan disajikan pada hari istimewa. Di antara jajan yang selalu ada disebut Pelemeng dan Poteng. Bila datang bersilaturrahmi kewarga - Pelemeng dan Poteng yang terdepan untuk disuguhkan. Pelemeng yang terbuat dari ketan rasanya gurih dan kenyal sedangkan Poteng terasa manis dan berair. Saat dimakan, akan bertemu rasa gurih dan manis dimulut. Dua jenis jajan tradisional masyarakat Sasak ini cukup mengenyangkan kalau dimakan.   Pelemeng terbuat dari ketan yang dibungkus dengan daun pisang. Membuat Pelemeng, daun pisang yang dipakai sengaja dipilih yang ukuran diameternya besar dan panjang. Daun pisang dijemur terlebih dahulu sebelum dibentuk supaya ti

Kejadian Mestakung Yang Saya Alami

Taman Bunga, Sembalun, Lombok Timur Bagi sebagian orang, apa yang saya alami ini mungkin hal biasa. Lumrah terjadi, sering kita alami dan pernah dialami oleh banyak orang. Saking biasanya, kita tidak tahu bagaimana kejadian itu bisa terjadi. Kita menganggapnya itu kebetulan. Sedang beruntung saja. Pada hal itu bisa dijelaskan secara ilmiah bagaimana Mestakung bekerja. Belakangan saya baru sadar, ternyata banyak kejadian dalam hidup kita bagian dari Mestakung. Beberapa waktu yang lalu saya jatuh sakit sekitar dua bulan lebih. Badan saya lemas, was-was dan tidak konsentrasi. Setelah itu tiba-tiba badan, pinggang, lutut dan pergelangan tangan ikut-ikutan sakit. Sampai ngilu-ngilu. Selera makan jadi tiba-tiba hilang. Beberapa obat tradisional sudah saya coba tapi hasilnya tidak menunjukkan perubahan. Saya pun memutuskan untuk berobat disebuah rumah sakit swasta di Mataram. Siangnya saya minta kepada adek ipar yang bekerja dirumah sakit tersebut untuk mendaftarkan kedokter bagian da

Buah Bile

Penulis bersama seorang teman dengan latar buah bile dihalaman Hotel Mina Tanjung, Lombok Utara. SUDAH lama tidak melihat pohon bile yang berbuah lebat dan besar. Sekarang pohonnya mulai langka, apa lagi yang berbuah besar seperti ini. Bersyukur bisa melihat lagi pohon ini di Mina Tanjung Hotel, KLU. Buah (buaq, Sasak) pohon ini sering kita pakai bermain dulu waktu kecil dikebun dan disawah. Kadang kita tendang-tendang seperti bola. Pohonnya sering kita pakai membuat gasing. Kalau musim gasing, kita sering keliling sawah dan kebun untuk mencari pohon bile yang ukurannya pas untuk membuat gasing. Kita sampai nekad mencuri pohon milik orang yang tumbuh jadi pagar sawah atau kebun orang demi mendapatkan bahan untuk membuat gasing yang bagus. Pohon atau rantingnya bagus jadi bahan membuat gasing karena seratnya bagus dan tidak ada 'hati' seperti pohon yang lain. Di kampung saya Lombok Timur belum pernah saya lihat atau dengar orang memakan buah bile. Tapi didaerah lain di Lomb