Langsung ke konten utama

Pertemuan Leutika Reading Society (LRS) Mataram


Pertemuan perdana Leutika Reading Society (LRS) Mataram berlangsung pada Kamis (19/1) lalu  di Taman Udayana, Kota Mataram, NTB. Anggota yang hadir terdiri dari 8 orang. Sayang tidak semua muncul dalam foto karena mereka terlambat datang. Pada pertemuan berikutnya kami targetkan jumlah anggota yang hadir akan jauh lebih banyak pada saat ini.
Dalam pertemuan tersebut, koordinor LRS Mataram, Yusuf Tantowi memperkenalkan apa itu LRS, visi missi dan tujuan dibentuknya. Termasuk bagaimana kiprah penerbit Leutika dan Leutikapro dalam memajukan tradisi membaca dan menulis di Indonesia.
Untuk diketahui, para anggota LRS yang hadir merupakan pengurus Lembaga Pers Kampus (LPM) yang berasal dari IAIN Mataram dan universitas Mataram (Unram). Dengan demikian, membaca dan menulis bukan ‘menu baru’ bagi mereka. Sebagian mereka malah sudah menerbitkan buku, baik secara sendiri-sendiri maupun dengan cara patungan.
Untuk anggota yang berasal dari IAIN misalnya, sudah berhasil menerbitkan 2 buah buku, yaitu “Beragama di Negara Bukan-Bukan” yang terdiri dari kumpulan artikel dan “Goresan Pena Patung Bernyawa” yang diterbitkan dari kumpulan cerpen anggota LPM. Maka kehadiran LRS dan penerbit LeutikaPro membawa angin segar bagi mereka untuk bisa menerbitkan buku sendiri.
Selain merumuskan beberapa program kedepan, pada pertemuan yang ditemani dengan sajian sate bulayak serta es kelapa muda tersebut disepakati untuk membuat resensi buku yang dikirimi oleh Leutika dan membuat diskusi membaca dan menulis pada pertemuan berikutnya.
Itu dulu cerita dari Mataram, semoga LRS dan Leutika bisa memberikan inspirasi dan semangat bagi terus tumbuhnya tradisi membaca dan menulis bagi generasi muda di Indonesia, khususnya di Mataram. 

Komentar

  1. wah...mantap bung anggotanya...salam LRS..!

    BalasHapus
  2. terima kasih mbak yayun, mohon do'ax moga LRS bisa terus berkarya.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kejadian Mestakung Yang Saya Alami

Taman Bunga, Sembalun, Lombok Timur Bagi sebagian orang, apa yang saya alami ini mungkin hal biasa. Lumrah terjadi, sering kita alami dan pernah dialami oleh banyak orang. Saking biasanya, kita tidak tahu bagaimana kejadian itu bisa terjadi. Kita menganggapnya itu kebetulan. Sedang beruntung saja. Pada hal itu bisa dijelaskan secara ilmiah bagaimana Mestakung bekerja. Belakangan saya baru sadar, ternyata banyak kejadian dalam hidup kita bagian dari Mestakung. Beberapa waktu yang lalu saya jatuh sakit sekitar dua bulan lebih. Badan saya lemas, was-was dan tidak konsentrasi. Setelah itu tiba-tiba badan, pinggang, lutut dan pergelangan tangan ikut-ikutan sakit. Sampai ngilu-ngilu. Selera makan jadi tiba-tiba hilang. Beberapa obat tradisional sudah saya coba tapi hasilnya tidak menunjukkan perubahan. Saya pun memutuskan untuk berobat disebuah rumah sakit swasta di Mataram. Siangnya saya minta kepada adek ipar yang bekerja dirumah sakit tersebut untuk mendaftarkan kedokter bagian da

Buah Bile

Penulis bersama seorang teman dengan latar buah bile dihalaman Hotel Mina Tanjung, Lombok Utara. SUDAH lama tidak melihat pohon bile yang berbuah lebat dan besar. Sekarang pohonnya mulai langka, apa lagi yang berbuah besar seperti ini. Bersyukur bisa melihat lagi pohon ini di Mina Tanjung Hotel, KLU. Buah (buaq, Sasak) pohon ini sering kita pakai bermain dulu waktu kecil dikebun dan disawah. Kadang kita tendang-tendang seperti bola. Pohonnya sering kita pakai membuat gasing. Kalau musim gasing, kita sering keliling sawah dan kebun untuk mencari pohon bile yang ukurannya pas untuk membuat gasing. Kita sampai nekad mencuri pohon milik orang yang tumbuh jadi pagar sawah atau kebun orang demi mendapatkan bahan untuk membuat gasing yang bagus. Pohon atau rantingnya bagus jadi bahan membuat gasing karena seratnya bagus dan tidak ada 'hati' seperti pohon yang lain. Di kampung saya Lombok Timur belum pernah saya lihat atau dengar orang memakan buah bile. Tapi didaerah lain di Lomb

Legit dan Gurih Pelemeng Campur Poteng

Pelemeng dan Poteng, pasangan serasi untuk disantap bersamaan dikala silaturrahmi hari Lebaran SETIAP kampung di Lombok punya jajan khas yang dibuat khusus menjelang Hari Raya Idul Fitri. Di Desa Aikmel, Lombok Timur misalnya – beberapa hari menjelang lebaran, kaum ibu sudah sibuk menyiapkan beraneka jenis makanan dan jajan yang akan disajikan pada hari istimewa. Di antara jajan yang selalu ada disebut Pelemeng dan Poteng. Bila datang bersilaturrahmi kewarga - Pelemeng dan Poteng yang terdepan untuk disuguhkan. Pelemeng yang terbuat dari ketan rasanya gurih dan kenyal sedangkan Poteng terasa manis dan berair. Saat dimakan, akan bertemu rasa gurih dan manis dimulut. Dua jenis jajan tradisional masyarakat Sasak ini cukup mengenyangkan kalau dimakan.   Pelemeng terbuat dari ketan yang dibungkus dengan daun pisang. Membuat Pelemeng, daun pisang yang dipakai sengaja dipilih yang ukuran diameternya besar dan panjang. Daun pisang dijemur terlebih dahulu sebelum dibentuk supaya ti