PEMICU konflik di daerah ini dari hari kehari terus bertambah. Belum tuntas masalah yang satu, muncul lagi konflik lain. Kalau selama ini mengemuka konflik tanah (agraria), konflik tambang, konflik antarkampung, konflik perbedaan keyakinan keagamaan, konflik Pilkada-Pilkades – sekarang muncul lagi konflik baru yang dipicu oleh pro kontra pemekaran.
Awal bulan ini misalnya, belasan orang mengamuk di kampung saya, Aikmel, Lombok Timur. Dengan membawa senjata tajam, mereka merusak dan mengancam orang yang sedang mempersiapkan kantor desa baru yang akan dibangun dipinggir kampung. Dalam kejadian itu, satu orang mengalami luka-luka.
Belakangan kedua kelompok saling lapor kepolisi. Kelompok yang menolak pemekaran melaporkan kelompok yang pro pemekaran bahwa konflik terjadi karena adanya keinginan sebagian elite desa untuk membangun desa baru, yaitu Aikmel Timur. Bagi kelompok ini, konflik akan terus terjadi bila agenda pemekaran diteruskan. Dan kekerasan yang terjadi itu bagian dari permulaannya.
Kelompok yang mendukung pemekaran melaporkan kelompok yang menolak pemekaran karena telah bertindak anarkis. Bukti melakukan kerusakan dan kekerasan juga sudah ada. Mereka menuntut agar pelaku kekerasan ditahan oleh pihak kepolisian. Sayang sampai hari ini pelakunya masih bebas kemana-mana. Kelompok kedua merasa tidak mendapatkan perlakuan yang adil dari aparat.
Tentu kelompok yang pro dan kontra memang memiliki hitung-hitungan secara politis bila pemekaran dilanjutkan. Oleh sebab itu kedua belah pihak berusaha keras untuk menggoalkan keinginannya. Kalau kelompok yang satu berjuang secara politis, kelompok yang lain malah tidak percaya diri menolak pemekaran itu dengan cara-cara politis. Mereka juga mengancam warga agar menghentikan agenda tersebut.
Konflik yang dipicu oleh pemekaran yang terjadi di Aikmel ini tentu bukan kejadian pertama di Indonesia. Konflik serupa juga beberapa kali terjadi di tempat lain, termasuk di Lombok Timur. Apa lagi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lombok Timur memiliki ‘program unggulan’ memekarkan lagi Lombok Timur dengan membuat kebupaten baru yang bernama Lombok Timur Selatan.
Untuk bisa mewujudkan ‘program unggulan’ itu Pemkab Lombok Timur membuat program turunan –pada tahun 2012, Lombok Timur sudah menjadi 150 desa. Yang sudah terbentuk 134 desa. Menurut saya, kebijakan inilah yang menjadi muara dari konflik pemekaran yang marak terjadi di Lombok Timur.
Sudah menjadi rahasia umum, para elite yang ingin memecah Lombok Timur menjadi dua kabupaten tentu sudah memiliki hitung-hitungan secara ekonomis dan politis. Secara ekonomis mereka akan mampu mengelola potensi yang kini belum tergarap dan secara politis, merekalah yang akan membuat dan mengeluarkan kebijakan terhadap berbagai sumber ekonomi yang ada di Lombok Timur. Langkah ini tentu sebagai upaya untuk mengawetkan kekuasaan mereka.
Perbaikan Kualitas Pelayanan
Memang, setelah puluhan tahun terkungkung oleh rezim Orde Baru yang sentralistik, di mana-mana orang menuntut pemekaran dan kemerdekaan. Itu artinya, telah muncul kesadaran bagi setiap orang untuk mengurus dirinya sendiri, mandiri dan bebas dari intervensi luar. Bila kesadaran ini telah muncul, maka sangat sulit untuk ditahan apa lagi ditolak.
Fenomena seperti itu sudah terjadi di mana-mana. Bukan hanya di Lombok atau Indonesia saja–hal serupa sekarang sedang membara di negara-negara Timur Tengah seperti Yaman dan Suriah. Dan fenomena itu telah berhasil menumbangkan rezim otoriter di Tunisia, Mesir dan Libya. Nah, apakah hal ini akan terjadi di Indonesia ? Menurut saya tanda-tanda yang mengarah kesana sudah lama bermunculan.
Pertanyaannya, apakah pemekaran itu solusi untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat Lombok Timur? Bagi kelompok yang diuntungkan dari pemekaran tersebut tentu memiliki alasan dan argumentasi untuk memperkuat alasannya. Mimpi-mimpi kesejahteraan pun akan diurai seindah mungkin dengan berbagai cara termasuk melalui media massa untuk meyakinkan orang lain. Dan bagi orang awam, tentu mimpi-mimpi itu memberikan optimisme dan harapan yang indah.
Namun fakta juga mengatakan, hasil kajian Departemen Dalam Negeri (Depdagri)–85 persen daerah hasil pemekaran kondisinya lebih buruk dibandingkan sebelum dimekarkan. Kondisi ini tentu disebabkan banyak hal, termasuk tidak siapnya sumberdaya manusia (SDM) dan infrastruktur penunjang. Belakangan Depdagri menemukan, banyak daerah yang mekar mengunakan segala cara untuk memenuhi syarat administrasi pemekaran. Atas dasar itu Depdagri mengeluarkan moratorium pemekaran daerah baru.
Bila alasan utamanya melakukan pemekaran adalah memberikan rasa keadilan, mendekatkan pelayanan, pemerataan pembangunan dan lain sebagainya. Persoalan ini bisa dijawab dengan membuat program yang bisa mendekatkan pelayanan, memberikan rasa keadilan dan memberikan pelayanan yang berkualitas kepada rakyat. Membagun infrastrultur vital yang dibutuhkan rakyat. Bila program–program seperti itu bisa dilaksanakan secara sungguh-sungguh, saya yakin rakyat tidak akan menuntut pemekaran. Dan pilihan ini biayanya jauh lebih mudah dibandingkan membuat daerah administrasi baru.
Di mana-mana pemekaran yang sangat menguntungkan elite, bukan rakyat kecil. Kalau pun daerah administrasi baru berhasil digoalkan–maka pekerjaan paling pertama adalah memilih kepala daerah, membangun kantor-kantor baru, rumah dinas pejabat, memberikan mobil dan perlengkapan dinas pejabat. Dan ini akan menyedot keuangan negara selama bertahun-tahun, sementara program untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat sangat sedikit. Sementara kemampuan untuk menggali sumber-sumber pendapatan baru sangat lemah. Belum lagi bila konflik Pilkada terjadi –yang jadi korban pasti rakyat.
Itulah beberapa faktor yang menyebabkan banyak daerah baru yang mengalami kebangrutan seperti yang kini terjadi di Sulawesi, Sumatra dan Aceh. Tengok saja daerah kita, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), kemiskinan terbesar sekarang ada di Kabupaten Lombok Utara (KLU) –meski tingkat penganggurannya cukup kecil. Bisa jadi ini disebabkan karena jumlah penduduk yang masih kecil.
Bagaimana menurut Anda, apakah kita mendukung terus dilakukan pemekaran atau mendorong terus perbaikan pelayanan dan rasa keadilan bagi masyarakat ? Tugas kita memberikan pencerahan kepada masyarakat. **
|
Pelemeng dan Poteng, pasangan serasi untuk disantap bersamaan dikala silaturrahmi hari Lebaran SETIAP kampung di Lombok punya jajan khas yang dibuat khusus menjelang Hari Raya Idul Fitri. Di Desa Aikmel, Lombok Timur misalnya – beberapa hari menjelang lebaran, kaum ibu sudah sibuk menyiapkan beraneka jenis makanan dan jajan yang akan disajikan pada hari istimewa. Di antara jajan yang selalu ada disebut Pelemeng dan Poteng. Bila datang bersilaturrahmi kewarga - Pelemeng dan Poteng yang terdepan untuk disuguhkan. Pelemeng yang terbuat dari ketan rasanya gurih dan kenyal sedangkan Poteng terasa manis dan berair. Saat dimakan, akan bertemu rasa gurih dan manis dimulut. Dua jenis jajan tradisional masyarakat Sasak ini cukup mengenyangkan kalau dimakan. Pelemeng terbuat dari ketan yang dibungkus dengan daun pisang. Membuat Pelemeng, daun pisang yang dipakai sengaja dipilih yang ukuran diameternya besar dan panjang. Daun pisang dijemur terlebih dahulu sebelum dibentuk supaya ti
Komentar
Posting Komentar