Langsung ke konten utama

Pelajaran Politik dari Lombok Timur

pelajaran, politik, Pilkada, Lombok Timur, 2013
Penulis dalam sebuah acara di CRCS UGM Yogyakarta awal 2012

Malam hari setelah pencoblosan Pemilihan Bupati-Wakil Bupati Lombok Timur, belasan anak muda berkumpul dijalan depan masjid kampung saya. Hampir setiap malam mereka nongkrong ditempat itu. Tapi malam itu, ada yang beda dari malam-malam biasanya. Bedanya, situasi dan apa yang mereka bicarakan.

Kalau malam-malam biasa, mereka ngobrol bebas tidak pakai tema. Malam itu temanya jelas, siapa pemenang dalam pencoblosan tadi siang. Apakah incumbent atau penantangnya. Yang beda juga malam itu ternyata mereka berkumpul dipintu gerbang masjid itu ada yang menyuruh.

Informasi yang saya peroleh, anak-anak muda kampung itu diminta berkumpul oleh seorang anggota dewan pendukung Sukiman-Lutfi (Sufi). Mereka disuruh berkumpul untuk mengikuti pawai keliling Lombok Timur untuk merayakan kemenangan Sufi. Mereka bahkan berjanji - siap berangkat jam berapa saja kalau ada intruksi dari sang anggota dewan.

Sang anggota dewan itu sendiri lebih dulu berangkat ke Kota Selong untuk memastikan kemenangan pasangan Sufi. Sementara sang lawan pasangan Ali BD-Khairul Warisin (Al-Khair) juga mengklaim dirinya menang berdasarkan hasil penghitungan cepat yang mereka kumpulkan. Sorenya mereka langsung merayakan kemenangannya dengan konvoi kendaraan bermotor dijalan-jalan utama Lombok Timur.

Saya mengingatkan agar mereka membatalkan niatnya untuk keluar. Situasi kurang bagus, bisa-bisa tindakan mereka dapat memancing kubu lain. Lagian itu sudah malam, hal-hal yang tidak diinginkan bisa saja terjadi. Dan saya senang sampai tengah malam, mereka tidak jadi keluar plus tidak ada perintah jalan dari yang menyuruh. Mereka dijadikan sebagai penggembira dalam even politik tersebut.

Malam itu suhu politik Lombok Timur memang memanas beberapa derajat celcius. Kondisi itu tidak lepas dari klaim kemenangan dari masing-masing kubu termasuk tuduhan kecurangan dari kubu yang lain. Semua orang menanti dan berharap, kandidatnya akan keluar sebagai pemenang. Dan sekarang pemenangnya sudah diketahui oleh warga Lombok Timur.



Trend Politik

Bagi warga Lombok Timur, pemilihan bupati dan wakil bupati jauh lebih menegangkan dibandingkan pemilihan gubernur dan wakil gubernur NTB. Hal ini disebabkan bukan semata karena kedekatan psikologis georafis tapi juga ada situasi-situasi lain yang ikut mewarnai. Apa lagi hasil pemilihan gubernur-wakil gubernur langsung dilihat oleh masyarakat beberapa saat setelah pencoblosan melalui tv nasional.

Kita tahu Ali BD yang berpasangan dengan Gaffar Ismail (Algaf) pernah dikalahkan oleh pasangan Sufi pada pemilihan sebelumnya. Bisa dikatakan pemilihan kali ini, ajang ‘balas dendam’ dari kekalahan sebelumnya. Selaku ‘balas dendam’ tentu suasana batin-nya berbeda bila sebuah pertarungan tidak dibumbui oleh ‘niat balas dendam’. Kini kemenangan itu direbut kembali oleh Ali BD.

Kemenangan Sufi lima tahun yang lalu dilihat oleh banyak orang sebagai kemenangan organisasi Nahdlatul Wathon (NW). Sufi menang karena mendapatkan dukungan penuh dari jaringan struktur dan kultur NW. Dengan demikian bisa ditebak kabinet pemerintahan Sufi akan diisi oleh orang-orang NW. Dalam politik hal itu wajar, pemenang berhak mengangkat siapa saja yang ia percayai.

Pasangan Sufi didukung 9 partai besar seperti Partai Demokrat (PD), Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan dan Sejahtera (PKS), Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Nasional Demokrat (Nasdem) dan PKNU.

Sosok Ali BD sering diidentikkan sebagai warga Nahdlatul Ulama (NU) Lombok Timur. Kemana-mana Ali BD menyebut diri sebagai orang NU dan pengagum Gus Dur. Dia juga sering bersilaturrahmi kepondok pesantren dan madrasah NU di Lombok Timur. Belakangan ia pernah memimpin Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) NTB yang pendiriannya dibidani oleh para kyai dan tuan guru NU.

Peran dua Ormas Islam itu memang tidak bisa dilepaskan dari percaturan politik di NTB. Langsung atau tidak langsung, kader-kader dari dua Ormas Islam itu selalu mewarnai setiap pemilihan politik. Walau pada Pilkada Lotim yang lalu partai berbasis NU seperti PKNU malah mendukung pasangan Sufi. Saya juga mendengar pengurus cabang NU dan Banom NU Lotim suaranya tidak bulat. Itulah politik.

Gejala serupa terjadi pada Pilkada Lombok Tengah silam. Sebagian pesantren, tuan guru dan warga NU bulat mendukung pasangan Suhaili-Normal – namun ada tuan guru NU yang juga mendukung pasangan Gede Sakti. Gejala ini kemungkinan besar terulang dalam Pilkada Lombok Barat tahun ini. Sebagian tuan guru NU sudah lama dekat dengan incumbent, sebagiannya mendukung penantang incumbent.

Selain itu Pilkada Lombok Timur juga memperlihatkan tumbangnya calon yang diusung oleh partai politik. Partai-partai politik besar yang mengusung Sufi gagal mempengaruhi warga Lombok Timur untuk memilih pasangan yang mereka usung. Ini pengalaman pertama di NTB, calon perseorangan mengalahkan calon partai dalam satu putaran.

Mesin partai yang telah dibangun bertahun-tahun oleh partai politik sampai tingkat paling bawah ternyata kalahkan oleh mesin tim sukses yang dibentuk hanya beberapa bulan menjelang Pilkada. Pembentukkannya pun hanya mengandalkan jaringan pengaruh dan tokoh. Untuk bisa menggerakkan menjadi tim pemenangan dibutuhan kepercayaan yang tidak kecil.

Pada hal butuh nyali besar untuk maju mencalonkan diri melalui jalur perseorangan dalam Pilkada. Lalu Ranggalawe, seorang politisi dari Lombok Tengah yang telah berhasil memperjuangkan calon independent melalui Yudisial Reviuw di Mahkamah Konstitusi (MK) justru kandas dalam tahap pencalonan.

Menurut saya fenomena ini menandakan trend pemilih yang makin kritis. Mereka lebih memilih tokoh ketimbang mengikuti pilihan partai politik. Dalam Pilkada Lotim partai benar-benar gagal mempengaruhi pemilih. Terbukti partai politik hanya sebagai pengusung dan pelengkap syarat adimistratif.

Terpilihnya calon perseorangan dalam Pilkada Lotim bisa menjadi indikasi gagalnya partai politik menghadirkan calon pemimpin yang dikehendaki rakyat. Bukankah tugas pertai politik bukan semata untuk meraih kekuasaan, tugas mulia yang dimandatkan oleh rakyat adalah mengakader dan melahirkan calon pemimpin yang bisa mengubah nasib masyarakat menjadi lebih baik. Tugas mulia itu juga yang diberikan oleh demokrasi kepada partai politik sebagai salah satu pilar demokrasi.

Kenyataannya sekarang partai politik lebih suka ‘mencomot’ pemimpin yang tumbuh ditengah masyarakat ketimbang pemimpin yang lahir dari rahim partainya sediri. Dan pengurus Parpol malah tidak mau mengusung temannya sendiri yang satu partai. Ini yang menyebabkan bukan hanya calon yang diusung tidak memiliki ideologi dan militansi yang sama terhadap partai mereka. Inilah problem besar yang dihadapi partai politik di Indonesia.

Hati rekyat memang tidak mudah ditebak. Walau mereka terlihat diam dan tidak beraksi bukan berarti mereka tidak mencermati apa yang terjadi. Dalam diamnya rakyat sebenarnya selalu memonitor dan mengevaluasi kebijakan yang dibuat oleh elit politik. Dan pada waktu rakyat akan memberi nilai terhadap apa yang dikerjakan oleh elit dan partai politik.**










Komentar

Postingan populer dari blog ini

Legit dan Gurih Pelemeng Campur Poteng

Pelemeng dan Poteng, pasangan serasi untuk disantap bersamaan dikala silaturrahmi hari Lebaran SETIAP kampung di Lombok punya jajan khas yang dibuat khusus menjelang Hari Raya Idul Fitri. Di Desa Aikmel, Lombok Timur misalnya – beberapa hari menjelang lebaran, kaum ibu sudah sibuk menyiapkan beraneka jenis makanan dan jajan yang akan disajikan pada hari istimewa. Di antara jajan yang selalu ada disebut Pelemeng dan Poteng. Bila datang bersilaturrahmi kewarga - Pelemeng dan Poteng yang terdepan untuk disuguhkan. Pelemeng yang terbuat dari ketan rasanya gurih dan kenyal sedangkan Poteng terasa manis dan berair. Saat dimakan, akan bertemu rasa gurih dan manis dimulut. Dua jenis jajan tradisional masyarakat Sasak ini cukup mengenyangkan kalau dimakan.   Pelemeng terbuat dari ketan yang dibungkus dengan daun pisang. Membuat Pelemeng, daun pisang yang dipakai sengaja dipilih yang ukuran diameternya besar dan panjang. Daun pisang dijemur terlebih dahulu sebelum dibentuk supaya ti

Kejadian Mestakung Yang Saya Alami

Taman Bunga, Sembalun, Lombok Timur Bagi sebagian orang, apa yang saya alami ini mungkin hal biasa. Lumrah terjadi, sering kita alami dan pernah dialami oleh banyak orang. Saking biasanya, kita tidak tahu bagaimana kejadian itu bisa terjadi. Kita menganggapnya itu kebetulan. Sedang beruntung saja. Pada hal itu bisa dijelaskan secara ilmiah bagaimana Mestakung bekerja. Belakangan saya baru sadar, ternyata banyak kejadian dalam hidup kita bagian dari Mestakung. Beberapa waktu yang lalu saya jatuh sakit sekitar dua bulan lebih. Badan saya lemas, was-was dan tidak konsentrasi. Setelah itu tiba-tiba badan, pinggang, lutut dan pergelangan tangan ikut-ikutan sakit. Sampai ngilu-ngilu. Selera makan jadi tiba-tiba hilang. Beberapa obat tradisional sudah saya coba tapi hasilnya tidak menunjukkan perubahan. Saya pun memutuskan untuk berobat disebuah rumah sakit swasta di Mataram. Siangnya saya minta kepada adek ipar yang bekerja dirumah sakit tersebut untuk mendaftarkan kedokter bagian da

Buah Bile

Penulis bersama seorang teman dengan latar buah bile dihalaman Hotel Mina Tanjung, Lombok Utara. SUDAH lama tidak melihat pohon bile yang berbuah lebat dan besar. Sekarang pohonnya mulai langka, apa lagi yang berbuah besar seperti ini. Bersyukur bisa melihat lagi pohon ini di Mina Tanjung Hotel, KLU. Buah (buaq, Sasak) pohon ini sering kita pakai bermain dulu waktu kecil dikebun dan disawah. Kadang kita tendang-tendang seperti bola. Pohonnya sering kita pakai membuat gasing. Kalau musim gasing, kita sering keliling sawah dan kebun untuk mencari pohon bile yang ukurannya pas untuk membuat gasing. Kita sampai nekad mencuri pohon milik orang yang tumbuh jadi pagar sawah atau kebun orang demi mendapatkan bahan untuk membuat gasing yang bagus. Pohon atau rantingnya bagus jadi bahan membuat gasing karena seratnya bagus dan tidak ada 'hati' seperti pohon yang lain. Di kampung saya Lombok Timur belum pernah saya lihat atau dengar orang memakan buah bile. Tapi didaerah lain di Lomb