Jamaah Nahdlatul Ulama (NU) Kota Mataram mendengarkan sebuah pengajian di Ponpes Al-Falah, Pagutan, Kota Mataram
Banyak pengamat sosial melihat munculnya gairah keagamaan ditengah masyarakat Indonesia belakangan ini. Gairah keagamaan itu bukan hanya terjadi dikalangan orang tua saja namun terjadi juga dikalangan anak muda Islam. Kajian, diskusi dan seminar tentang ke-Islaman ramai di datangi. Di forum-forum tersebut semangat keagamaan mereka ‘disuntik’ oleh para pembicara yang berasal dari berbagai disiplin keilmuan.
Buku dan film yang mengulas pemikiran dan kisah tokoh-tokoh Islam terus diproduksi. Buku dan film tersebut bukan hanya diminati oleh masyarakat umum tapi juga banyak dicari oleh kalangan muda khususnya mahasiswa dan pelajar. Wajar kalau buku dan film tersebut mendapatkan royalty yang menggiurkan secara ekonomi.
Disamping itu kini mulai semakin banyak masyarakat yang sadar untuk menggunakan busana muslim. Busana muslim bahkan telah bergeser menjadi fashion tersendiri ditengah pasar pakaian. Diberbagai tempat dan acara orang yang tidak menggunakan pakaian muslim terlihat ‘minoritas’ ditengah orang-orang yang menggunakan busana muslim.
Ini bukan hanya bisa disaksikan diberbagai lembaga pendidikan Islam tapi juga dikampus-kampus umum baik swasta maupun negeri. Fenomena ini tentu patut disyukuri. Selaku Muslim kita tentu sangat berharap fenomena ini menunjukkan tanda-tanfa kebangkitan peradaban Islam Indonesia yang sebenarnya. Kebangkitan Islam yang subtansial bukan semata simbolik.
Fenomena ini tentu menjadi ‘penyegar’ dan modal sosial kebangkitan Islam Nusantara pada masa yang akan datang. Islam Nusantara memiliki corak keagamaan yang berbeda dengan model keagamaan negara-negara Islam di Timur Tengah yang sampai sekarang masih dirundung oleh konflik sektarian antar kelompok, suku dan mazhab keagamaan.
Gejala Radikalisme
Selain gejala menggembirakan diatas, kita juga jangan menutup mata dengan muncul gejala radikalisme dikalangan anak muda ditanah air. Beberapa anak muda terbukti terlibat dalam jaringan kelompok radikal. Kejadian paling dekat bisa kita lihat pada Pesantren Umar Bin Khattab (UBK) di Kabupaten Bima. Beberapa santri dan tenaga pengajarnya ternyata sudah terlatih merakit bom bahkan berani membunuh anggota polisi yang dianggap sebagai refresentasi pemerintah kafir. Kejadian serupa terjadi berulang-ulang diberbagai daerah di Indonesia.
Peristiwa yang terjadi tahun 2011 lalu tentu sangat memprihatinkan umat Islam dan para ulama di NTB. Apa lagi dampaknya bukan hanya ditanggung oleh para korban tapi agama Islam yang disebarkan melalui dakwah damai oleh Nabi Muhammad SAW tertuduh sebagai agama penebar kekerasan, kebencian dan tidak toleran.
Berbagai kajian dan penelitian mengungkap bahwa anak muda yang terlibat dalam jaringan kelompok radikal terbukti mereka tidak didik untuk berpikir terbuka dan kritis dalam menerima doktrin Islam. Jalan berpikir mereka digiring untuk mempercayai (meyakini) satu mazhab pemikiran tertentu saja. Demikian juga bahan bacaan terhadap kajian-kajian keislaman terbatas.
Pergaulan mereka pun dibatasi agar mereka tidak bisa bertanya, tidak bisa melakukan cek dan ricek terhadap sejarah peradaban Islam. Kalau pun anak-anak muda itu kritis dan berani mempertanyakan sesuatu yang berbeda termasuk menyimpang tentu mereka tidak mudah dipengaruhi. Padahal dalam sejarah peradaban Islam yang telah berkembang berbagai mazhab ke Islaman yang semuanya mengaku bersumber dari Al-Qur’an, Hadis dan Ijmak Ulama.
Selain itu cara berpikir yang ditanamkan selalu menggunakan metode berpikir konspiratif. Islam selalu dibenturkan dengan Barat. Seolah-olah semua orang di Barat memusuhi dan membenci Islam sementara orang-orang dinegara-negara Timur Tengah semua berprilaku sebagaimana Rasulullah SAW. Pada hal asumsi itu tidak semuanya benar. Prilaku itulah yang berpotensi melahirkan generasi anti dialog. Generasi yang melihat masalah sosial secara hitam putih.
Tawaran masuk dalam jaringan kelompok radikal ini menjadi terbuka manakala pengetahuan keagamaan mereka terbatas. Ditambah lagi kondisi mereka yang hidup dalam kemiskinan dan terhimpit oleh persoalan sosial. Dengan demikian ajakan untuk jihad menggunakan kekerasan bisa diterima. Apa lagi setelah diiming-imingi akan mendaptkan predikat mujahid (pahlawan Islam) serta jaminan masuk syurga secara cepat (instan) tanpa melalui prosedur hisab (timbangan amal).
Untuk itu kita tidak ingin semangat keagamaan yang mulai tumbuh dikalangan muda Muslim ditanah air disalah gunakan oleh kelompok yang menjadikan Islam sebagai kendaraan untuk meraih agenda-agenda politik global. Generasi muda Islam perlu disadarkan supaya tidak terjerumus dalam jaringan teroris internasional. Jangan sampai energi positif umat itu berubah menjadi semangat distruktif. Mereka tidak sadar menjadi korban konspirasi politik yang tidak dimengerti ujung pangkalnya.
Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 125, Allah SWT memberikan kita petunjuk yang sangat bijak dan jelas dalam menghadapi gejala radikalisme dikalangan anak muda. “Serulah dengan bijaksana dengan pesan yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik”.
Peran orang tua, guru, lembaga pendidikan, pesantren dan perguruan tinggi sangat penting memberikan pemahaman Islam yang benar sesuai perintah Al-Qur’an, Hadis dan Ijmak Ulama. Pendekatan pendidikan dan terbukti efektif dalam menangkal bahaya radikalisme dikalangan anak muda Islam. Allah SWT dalam Surat Al-Ghasyiah ayat 21, menegaskan, “Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. Kamu bukanlah orang berkuasa atas mereka”.
Kita tentu umat Islam NTB tidak ingin terjebak dalam konflik politik berkepanjangan seperti dinegara-negara Timur Tengah seperti Palestina, Tunisia, Suriah, Irak, Afganistan, Pakistan dan Mesir yang selalu diwarnai peperangan, kudeta dan permusuhan antar suku kelompok. Terlepas adanya campurtangan pihak luar terhadap politik dalam negeri negara-negara Muslim–mereka gagal membangun dialog dan konsensus antara mereka baik secara kultural maupun struktural (politik).
Mereka sangat hapal pesan Nabi Muhammad SAW yang mengatakan, “Al ikhtilafu ummati rahmah –Perbedaan pendapat diantara ummatku adalah rahmat”. Dalam prakteknya pesan mulia dari Nabi itu sering kali tidak bisa dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari karena dihalangi oleh kepentingan kelompok dan politik. Pesan itu memang sangat mudah kita ucapkan tapi sangat sulit diprakkannya dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.*
Komentar
Posting Komentar