Langsung ke konten utama

Lombok di Mata Ippho Santosa

lombok,ippho santosa, tantangan, pariwisata, keramahan, bali,jogjakarta, pantai senggigi,pantai kuta
Ippho dalam sebuah seminar (http://www.solopeduli.com)
SEMUA orang yang pernah datang ke Lombok berhak memberikan kesan dan pendapat tentang daerah ini. Bagaimana kesan mereka tentang daerah ini akan sangat tergantung siapa dia, dari mana dia dan dalam rangka apa dia ke Lombok. Siapa pun mereka, kita mesti mendengarkan pendapat mereka dengan baik. Ini sangat penting karena menyangkut masa depan pariwisata Lombok. Menyangkut sumber nafkah ribuan orang yang menggantungkan hidupnya dari sektor pariwisata.

Dalam tulisan ini saya akan mengulas kesan dan pendapat salah seorang wisatawan asal Pekanbaru, Riau yang bernama Ippho Santosa. Sebagian pembaca mungkin sudah mengenal nama itu. Ippho adalah seorang pengusaha, penulis dan motivator terkenal dari Indonesia. Kiprahnya sebagai pengusaha, penulis 10 buku best seller dan motivator yang mana trainingnya telah diikuti oleh ribuan orang dari dalam dan luar negeri telah melambungkan nama Ippho Santosa.

Dalam bukunya, 13 Wasiat Terlarang ! Dahsyat Dengan Otak Kanan – buku ini sudah cetak ulang sebanyak 21 kali (Agustus 2011). Ippho secara khusus menulis tentang keindahan pantai dan tantangan pariwisata Lombok saat ini. Dalam tulisan yang diberi judul Wasiat # 11 Booking Tiket Ke Bali & Jogja secara tidak langsung ia mengajak pembaca dan penggemar bukunya untuk mengunjungi Bali dan Jogja. Pada hal dalam tulisan itu ia dengan jujur mengakui kekagumannya akan keelokan pantai Senggigi, keindahan pantai Kuta dan Gili Trawangan.

buku 13 wasiat terlarang dahsyat dengan otak kanan, buku best seller, 21 kali naik cetak
“Terus terang saja, menyusuri Senggigi yang berkelok-kelok sempat membuat saya berdeck kagum” tulisnya. Ia lalu membandingkan berbagai pantai yang pernah ia kunjugi seperti Kuta (Bali), Parang Tritis (Jogjakarta), Parai (Bangka), Taplau (Padang), Nongsa (Batam) dan Langkawi (Malaysia). “Rasa-rasanya nuansa di Senggigi kok lebih greget, ya. Sampai-sampai dalam hati saya bergumam, “Jangan mengaku penikmat pantai kalau belum pernah ke Senggigi” Beneran ! Katanya menegaskan.

“Memangnya cuma Bali yang punya pantai bernama Kuta? Lombok juga punya lho ! Malah butir-butir pasirnya menyerupai merica dan lebih besar dari pada butir-butir pasir kebanyakan. Jadi, betul-betul unik dan menggelitik. Kebangetan kalau tidak takjub” tulis Ippho yang mengaku sempat menginap di Hotel Novotel, Lombok Tengah.

“Cahaya matahari yang menembus kedalaman air laut betul-betul merias ikan dan terumbu karang, sehingga tampak makin berkilau dan memukau. Istilah yang saya pakai dalam sebuah lagu ‘elok gemulai memabukkan’. Anehnya, ketika saya hampiri, ikan-ikan tersebut tetap saja adem ayem an kalem. Ndak ada yang kabur” cerita Ippho tentang keindahan Gili Trawangan kepada pembaca bukunya.



Tantangan Pariwisata Lombok

Bermodalkan pantai yang aduh hai itu seharusnya Lombok sudah bisa menyaingi Bali dan Jogjakarta, kata Ippho.“Namun, sayang beribu sayang, apa yang terjadi malah sebaleknya. Perbedaan ketiganya sangatlah jauh. Begitu jomplang” jelasnya. Mengapa ia berpendapat demikian ? Pada hal secara terang benderang ia mengakui keindahan Lombok jauh diatas pantai-pantai lain yang pernah ia kunjungi di dalam dan luar negeri.

Menurutnya Ippho, memasarkan sebuah daerah yang berbasis pelancongan, terdapat empat pilar utama yang harus dipenuhi yakni obyek wisata yang enjoyable, infrastruktur yang visitable, lingkungan yang confortable dan penduduk yang sociable. Bagi Ippho, tantangan pariwisata Lombok saat ini justru terletak pada penduduknya. Bagaimana masyarakat Lombok memberikan rasa aman dan nyaman kepada wisatawan yang berkunjung ? Bagaimana masyarakat Lombok berinteraksi dan berasimilasi dengan wisatawan ?

Dalam tulisannya itu Ippho meragukan kesiapan penduduk Lombok untuk menyaingi Bali dan Jogjakarta. Saya rasa pendapat itu lahir setelah ia datang dan mengamati secara langsung masyarakat Lombok dalam memandang wisatawan. Masih ada sebagian masyarakat Lombok yang memandang kegiatan pariwisata sebagai dosa. Dengan begitu, uang yang didapatkan dari bisnis pelancongan sebagai uang haram. Kejadian merampokan yang menimpa wisatawan di Lombok masih saja terjadi.

Bicara penduduk sangat terkait dengan sistem pelayanan (service) yang diberikan kepada tamu. Apa lagi bisnis pariwisata adalah bisnis pelayanan (service). Orang datang jauh-jauh ke Lombok selain ingin menikamti keindahan pantai tapi juga ingin memanjakan diri. Dengan begitu ia pasti minta dilayani atau di service dengan baik. Tak masalah bagi mereka untuk mengeluarkan dana besar asalkan memuaskan. Kalau layanan yang diberikan memuaskan, wisatawan tentu tidak akan sungkan merekomendasikan daerah yang kunjungi kepada keluarga, teman dan sahabatnya untuk tempat berlibur.

Bagi orang marketing, promosi dari mulut kemulut (word of mont) dianggap paling efektif menarek pelanggan atau pembeli. Sebaleknya bila kesan yang didapat kurang baik, tentu cerita yang akan dibawa pulang wisatawan akan lain. Kalau itu terjadi, taruhannya akan menentukan masa depan pariwisata kita. Apa lagi daerah dan negara lain juga terus berinovasi memberikan service terbaik supaya wisatawan ketagihan datang ketempatnya.

Memang, obyek wisata, infrastruktur dan lingkungan itu sangat fital artinya bagi kemajuan periwisata sebuah daerah. Namun ketiga hal itu bersifat benda mati yang akan bisa hidup bila digerakkan oleh manusia. Tanpa manusia benda itu tidak akan memiliki arti apa-apa. Untuk itu bila ingin periwisata Lombok bisa menyaingi Bali dan Jogjakarta yang telah dikunjungi jutaan wisatawan setiap tahunnya, maka pemerintah daerah harus mempersiapkan masyarakat Lombok yang sadar dan melek bisnis pariwisata. Sembari terus membenahi infrastruktur pendukung lainnya.

Di tambahkan Ippho, walau Bali dan Jogjakarta tidak memiliki pantai seindah Lombok, infrastruktur yang biasa-biasa saja tapi masyarakatnya ramah (hospitality) dan bisa memberikan rasa aman kepada wisatawan. Tak heran bila Bali pernah dinobatkan sebagai pulau terbaik di dunia yang mampu mengalahkan Hawaii dan Yunani. Begitu juga Jogja, selain terkenal dengan keragaman dan keramahan penduduknya, orang Jogja tidak segan-segan menyapa dan tersenyum kepada orang lain walau tidak ia kenal.

Kita memang harus banyak belajar dan bersedia menerima masukan dari siapa saja untuk kemajuan pariwisata Lombok kedepan. Sering kali orang luar (outsider) lebih jeli, obyektif dan menyeluruh melihat tantangan yang kita hadapi kedepan. Sementara kita yang merupakan orang dalam (insider) sering kali tidak melihat tantangan dan permasalahan yang kita hadapi. Kita juga mudah terlena dan puas diri akan apa yang kita dapat sehingga lupa melihat diri lebih jauh kedalam. Di sinilah pentingnya kita mendengar pendapat dan masukan orang lain.

Apa lagi orang sekelas Ippho Santosa - melalui tulisan, talk show dan trainingnya mampu mempengaruhi persepsi, prilaku dan tindakan ribuan orang untuk berubah. Bagi saya masukan Ippho itu sangat menohok dan mengenai jantung permasalahan pariwisata Lombok. Maka akan sangat sayang kalau masukan Ippho itu tidak kita indahkan. Apa perlu Ippho diminta datang lagi ke Lombok untuk membicarakan secara khusus trategi pengembangan pariwisata Lombok. Bagaimana menurut anda sahabat pembaca?

*Terbit Senin 4 Maret 2014 Harian Umum SUARA NTB




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kejadian Mestakung Yang Saya Alami

Taman Bunga, Sembalun, Lombok Timur Bagi sebagian orang, apa yang saya alami ini mungkin hal biasa. Lumrah terjadi, sering kita alami dan pernah dialami oleh banyak orang. Saking biasanya, kita tidak tahu bagaimana kejadian itu bisa terjadi. Kita menganggapnya itu kebetulan. Sedang beruntung saja. Pada hal itu bisa dijelaskan secara ilmiah bagaimana Mestakung bekerja. Belakangan saya baru sadar, ternyata banyak kejadian dalam hidup kita bagian dari Mestakung. Beberapa waktu yang lalu saya jatuh sakit sekitar dua bulan lebih. Badan saya lemas, was-was dan tidak konsentrasi. Setelah itu tiba-tiba badan, pinggang, lutut dan pergelangan tangan ikut-ikutan sakit. Sampai ngilu-ngilu. Selera makan jadi tiba-tiba hilang. Beberapa obat tradisional sudah saya coba tapi hasilnya tidak menunjukkan perubahan. Saya pun memutuskan untuk berobat disebuah rumah sakit swasta di Mataram. Siangnya saya minta kepada adek ipar yang bekerja dirumah sakit tersebut untuk mendaftarkan kedokter bagian da

Buah Bile

Penulis bersama seorang teman dengan latar buah bile dihalaman Hotel Mina Tanjung, Lombok Utara. SUDAH lama tidak melihat pohon bile yang berbuah lebat dan besar. Sekarang pohonnya mulai langka, apa lagi yang berbuah besar seperti ini. Bersyukur bisa melihat lagi pohon ini di Mina Tanjung Hotel, KLU. Buah (buaq, Sasak) pohon ini sering kita pakai bermain dulu waktu kecil dikebun dan disawah. Kadang kita tendang-tendang seperti bola. Pohonnya sering kita pakai membuat gasing. Kalau musim gasing, kita sering keliling sawah dan kebun untuk mencari pohon bile yang ukurannya pas untuk membuat gasing. Kita sampai nekad mencuri pohon milik orang yang tumbuh jadi pagar sawah atau kebun orang demi mendapatkan bahan untuk membuat gasing yang bagus. Pohon atau rantingnya bagus jadi bahan membuat gasing karena seratnya bagus dan tidak ada 'hati' seperti pohon yang lain. Di kampung saya Lombok Timur belum pernah saya lihat atau dengar orang memakan buah bile. Tapi didaerah lain di Lomb

Legit dan Gurih Pelemeng Campur Poteng

Pelemeng dan Poteng, pasangan serasi untuk disantap bersamaan dikala silaturrahmi hari Lebaran SETIAP kampung di Lombok punya jajan khas yang dibuat khusus menjelang Hari Raya Idul Fitri. Di Desa Aikmel, Lombok Timur misalnya – beberapa hari menjelang lebaran, kaum ibu sudah sibuk menyiapkan beraneka jenis makanan dan jajan yang akan disajikan pada hari istimewa. Di antara jajan yang selalu ada disebut Pelemeng dan Poteng. Bila datang bersilaturrahmi kewarga - Pelemeng dan Poteng yang terdepan untuk disuguhkan. Pelemeng yang terbuat dari ketan rasanya gurih dan kenyal sedangkan Poteng terasa manis dan berair. Saat dimakan, akan bertemu rasa gurih dan manis dimulut. Dua jenis jajan tradisional masyarakat Sasak ini cukup mengenyangkan kalau dimakan.   Pelemeng terbuat dari ketan yang dibungkus dengan daun pisang. Membuat Pelemeng, daun pisang yang dipakai sengaja dipilih yang ukuran diameternya besar dan panjang. Daun pisang dijemur terlebih dahulu sebelum dibentuk supaya ti