Foto bersama usai pelatihan menulis di MA NW Kembang Kerang, Lombok Timur |
Kita dulu duduk dibangku kuliah yang sama. Walau berbeda tingkatan dan jurusan–kita kemudian menjelma menjadi rangkaian sahabat yang tidak pernah saling kenal sebelumnya. Waktu terus berjalan. Hari berganti. Minggu beranjak. Bulan bergerak. Tahun berganti. Masing – masing kita menyusuri langkah kaki kearah yang berbeda.
Ada yang bekerja di Non Goverment Organisasion (NGO). Ada yang melanjutkan estapet pengelola pondok pesantren. Dan ada yang menapak karir sebagai guru pegawai negeri sipil (PNS). Pada hal sebelumnya kita tidak pernah meramal –akan seperti apa kita setelah itu.
Dulu kita penikmat diskusi, seminar, pelatihan dan berbagai jenis bacaan. Dari yang dikatakan orang bacaan kiri –kanan. Semuanya coba kita lahap. Kita tidak peduli dampak setelah membacanya - yang penting rasanya. Dulu kita doyan demonstrasi, sekarang sudah repot mencari nasi. Dulu kita suka begadang, sekarang sudah bisa berdagang.
Dulu kita sering bahas cewek ‘idola kampus’, sekarang sudah punya istri dan anak. Suka mencoba hal-hal baru –sekarang sering hati-hati dan rada takut mencoba. Otak kita selalu menuntun, plus minusnya untuk bertindak.
Saya masih ingat ketika salah seorang kita suka merusak komputer organisasi untuk belajar. Komputer organisasi dipakai praktek. Dampaknya, urusan penerbitan menjadi molor karena komputer rusak. Buletin tidak terbit. Manfaatnya, ia selalu kita andalkan untuk urusan komputer. Ada yang sering datang kesekretariat membawa opini-nya supaya diterbitkan di Buletin Eg@liter. Ia percaya diri pada hal edisi sebelumnya tulisannya juga naik. Ia lebih semangat menulis ketimbang anggota LPM RO’YUNA.
Kini, kita ibarat tiga imam mazhab yang berbeda. Kisah hidup kita tidah ubahnya “qaul qodim dan qaum jadid”. Bukan hanya pendapat orang lain tentang kita yang beda –pendapatan pun berbeda. Nampak berbeda memang tapi hasil hari ini buah dari yang kita tanam dahulu.
Masa lalu memang hanya bisa dikenang dan diceritakan. Masa depan mesti dirumuskan dan diperjuangkan. Dulu kita masih beum tahu, bagaimana mengemas mimpi. Bagaimana mimpi harus dirumuskan dan diperjuangkan. Kita mengalir saja mengikuti arus yang bergerak disekitar kita.
Sekarang kita sudah sadar, kita lah yang harus merancang dan menciptakan arus sehingga kita sampai pada muara yang kita mimpikan. Kini saatnya kita berbuat untuk berkontribusi kepada peradaban.
Hidup memang terdiri dari dua rangkaian saja ; masa lalu dan masa depan. Masa lalu untuk kita kenang – untuk bahan belajar. Masa depan untuk kita raih dan kendalikan. Peran kita memang berbeda-beda. ada yang sebagai pencerita dan penutur – ada juga yang diceritakan dan dituturkan.
Semoga kita tetap bisa bersinergi dan berkolaborasi untuk melahirkan cerita-cerita bermakna yang layak dituturkan kepada generasi yang akan datang. Pertemuan yang lalu adalah permulaan yang tepat. Keluarga dan masyarakat menanti kita menjadi pribadi-pribadi hebat. []
Luar biasa bang ucup.
BalasHapussyukron ya akhi...aena anta?
BalasHapus