- Apakah Anda pernah mengalami seperti yang saya alami?
"Dengan pikiran, seseorang bisa menjadikan dunianya berbunga-bunga atau berduri-duri" ~Socrates.
SAAT sedang duduk membaca buku di berugak depan rubah, muncul ide untuk mengirim WA seorang teman untuk bertemu dikantor LTN NU Lombok Barat. Setelah WA saya kirim, HP lalu saya letak disebelah kanan. Saya kemudian melanjutkan membaca buku yang tadi saya letakkan didepan saya duduk.
Tak lebih dari tiga menit, teman yang saya WA itu menjawab.
"Ini baru saja nyampai bang" katanya.
Saya tersenyum membaca WA teman itu.
"Segera meluncur kesana" jawab saya.
Yang membuat saya tersenyum ternyata frekuwensi pikiran teman itu terhubung dengan pikiran saya.
Cerita lain.
Pada acara bai'at PD-PKPU di Ponpes Abhariah, Jerneng, Labuapi, jam 2 tengah malam, (6/3) yang lalu saya mendapatkan topi bai'at langsung dari TGH.Khairil Abrar, pengasuh Ponpes Darunnajah Al Falah, Telagawaru, Labuapi.
Saya mendapatkan topi nomor 7. Nomor sebesar itu masih kekecilan di kepala saya. Ukuran yang pas dikepala saya biasanya nomor 8 atau 9. Sebagaimana teman-teman yang lain, saya juga ingin menukarnya dengan teman-teman yang mungkin dapat nomor yang lebih besar. Nilai special dari topi kopiah hitam itu simbol bai'at dan logo NU-nya.
Selesai acara pembai'atan, 155 orang yang ikut PD-PKPNU itu saling tanya nomor ukuran topi yang mereka dapat. Kalau mereka dapat kekecilan atau kebesaran bisa saling tukar agar ukuran pas dikepala masing-masing. Jadi malam itu, jam 3 malam masih saling tanya nomor topi yang didapat.
Saya sendiri sempat nanya beberapa teman apakah ada yang dapat nomor 7 atau nomor 8. Sebagian besar nomor yang didapat antara nomor 5 atau 7. Kalau nomor 5 atau 7, agak kekecilan untuk ukuran kepala saya. Setelah menanyakan beberapa teman nomor yang mereka dapat, saya pun "legowo" dapat nomor 7. Toh itu nomor tidak terlalu kecil, meski belum pas dikepala.
Keesokan harinya, sebelum berangkat pulang seorang peserta menanyakan nomor topi yang saya dapat.
"Bang dapat nomor berapa" katanya.
"Nomor 7, side dapat nomor berapa" tanya saya balek.
"Nomor 8. Tukaran ya"
"Coba lihat"
Setelah saya coba ternyata pas dikepala. Dia pun ternyata cocok.
"Oke, deal"
Saya kembali tersenyum mengingat apa yang saya inginkan dan pikirkan sejak semalam terjadi pagi itu. Saya beruntung, dibanding dengan teman-teman yang lain keliling menemui peserta yang lain untuk menukar topinya tapi sampai pulang tidak ketemu 'jodoh'-nya.
Dari dua cerita sederhana diatas kita bisa memetik pelajaran akan adanya hukum tarik - menarik (low of attraction). Pikiran merupakan stasiun pemancar yang memungkinkan terjadinya hukum tarik - menarik (LoA). Dengan LoA, apa yang kita pikirkan bisa ditarek menjadi kenyataan.
Makanya benar kata para ahli pikiran, segala sesuatu yang kita alami dalam kehidupan sehari-hari merupakan hasil tarikan dan ciptaan pikiran kita. Hukum LoA itu seperti hukum gravitasi yang bekerja secara otomatis. Tak peduli apa yang kita pikirkan itu baik atau buruk. Suka atau tidak kita sukai. Sadar atau tidak kita sadari. Ia bekerja otomatis.
Coba perhatikan dua pengalaman yang saya alami diatas. Begitu saya pikirkan dan inginkan langsung terjadi. Jadi apa yang saya alami itu bukan sebuah kebetulan tapi memang sesuatu yang saya inginkan dan harapkan. Meski saya tidak terlalu ngotot. Karena kalau terlalu ngotot menginginkan sesuatu itu terjadi, yang jadi kenyataan malah sebaleknya.
Elizabeth Towne, (1906) pernah mengatakan, "Manusia adalah magnet, dan setiap detail peristiwa yang dialaminya datang atas daya tarik (undangan) -nya sendiri". Jadi hukum tarik menarik itu hukum universal. Sangat sayang kalau kita tidak mengenal cara kerja pikiran dan cara menggunakannya untuk memudahkan hidup kita sehari-hari.[]
Komentar
Posting Komentar