Duduk santai menikmati sejuknya angin di Taman Bunga Sembalun, Lombok Timur |
Saya sendiri bukan orang yang hoby jalan-jalan (traveling). Pergi jalan-jalan seperlunya saja bila ada keinginan dan kesempatan. Itu pun lokasinya tidak jauh-jauh, masih kisaran ‘dalam negeri’. Saya justru tertarek menulis munculnya penulis-penulis baru yang bekerja secara lepas yang fokus menulis tentang perjalanan dan obyek wisata.
Mereka bukan hanya menulis keesotikkan sebuah obyek wisata, mereka juga tak lupa menulis segala hal yang ia alami dan temui selama perjalanan. Tentunya, tidak semuanya menyenangkan. Apa lagi para beckpeker tidak selalu membawa bekal yang cukup.Malah ada berangkat dengan modal bismillah alias nekad. Termasuk belum mengenal banyak daerah yang akan dikunjungi.
Bagi seorang beckpeker sejati disanalah tantangannya. Mereka sengaja berangkat dengan bekal seadanya. Bukan bermaksud apa-apa tapi memang karena didorong oleh hasrat yang besar untuk mengunjungi sebuah tempat. Kendala yang dihadapi diperjalanan malah dianggap ujian yang harus ditaklukkan. Orang seperti ini tentu memiliki jiwa petualang yang tidak betah tinggal disatu tempat.
Dalam tulisan ini saya tidak akan membahas jauh masalah itu. Saya malah tertarek mengulas tentang makin maraknya hoby jalan-jalan untuk menulis (travel writing). Saya rasa ini trend yang baik khususnya untuk meningkatkan kemampuan menulis dalam rangka pengembangan diri menjadi pribadi yang lebih produktif.
Trend jalan-jalan untuk menulis makin berkembang setelah akses internet makin mudah. Termasuk makin berkembangnya komunitas bloger dan media sosial. Setelah mengunjungi sebuah tempat orang bukan hanya berbagi foto dan gambar tapi juga cerita. Kadang terlihat sepele tapi bagi pembaca dianggap unik dan lucu.
Di tengah makin banyaknya orang melek blog dan media sosial seperti facebook, twiter, link, turlm - ada kecendrungan orang begitu bangga memajang fotonya mengunjungi sebuah tempat khususnya lokasi terkenal di luar negeri. Foto itu seolah menjadi ‘pengumuman resmi’ kepada publik bahwa ia sudah menjejakkan kaki disana.
Bagi para travel writing mengunjungi sebuah tempat bukan semata untuk memuaskan hasrat pribadi namun pergi jalan-jalan untuk menulis. Dengan mengunjungi sebuah tempat, ia mendapatkan bahan, ide dan inspirasi untuk menulis. Apa lagi selama diperjalanan ia melihat, mendengar dan merasakan apa yang selama ini tidak pernah dilihat, didengar dan dirasakan. Tak heran kalau ia menulis sesuatu yang dirasa bukan semata menulis sesuatu yang dilihat dan didengar.
Berbeda dengan banyak anggota DPR dan DPRD – mereka kunjungan kerja (Kungker) bukan untuk memetik pelajaran dan mengambil pengalaman dari tempat yang dikunjungi. Mereka malah Kungker untuk jalan-jalan dan belanja. Inilah yang menyebabkan setiap Kungker yang dilakukan tidak pernah efektif. Sebaleknya rakyat melihatnya sebagai siasat dari para anggota dewan untuk menghisab dan menghabiskan uang rakyat.
Buktinya, bukti tertulis dan laporan perjalanan mereka tidak pernah kita baca. Kalau pun ada bentuknya laporan administratif yang tidak mudah diakses oleh masyarakat. Yah, bagaimana lagi para anggota dewan kita sebagian besar tidak biasa menulis. Mayoritas skill mereka hanya bisa bicara dan mengkritik meski kalau ditanya mereka tidak pedang data dan konsep.
Bila anda cermati, terdapat beberapa ciri-ciri khas tulisan travel writing. Pertama, menulis secara bercerita. Menulis gaya bercerita memang paling tepat untuk membagi pengalaman mengunjungi sebuah tempat. Tulisan dikemas dalam bentuk cerita antara seorang teman yang bercerita kepada temannya. Kalau teman bercerita, tentu kita akan berusaha untuk mendengarnya (membaca) sampai selesai.
Kedua, menulis dengan gaya bercerita akan pas kalau menulis dengan menggunakan gaya personal. Gaya personal yang saya maksud menulis berdasarkan pengalaman sendiri bukan menulis pengalaman orang lain. Apa yang dialami , dilihat, dengar dan rasakan ketika mengunjungi sebuah tempat.
Ketiga, gaya personal akan semakin terasa kalau menulis menggunakan pendekatan ‘aku’ atau ‘saya’. ‘Aku’ atau ‘saya’ menjelaskan keterlibatan pribadi, pengalaman sendiri dan disaksikan sendiri oleh penulis. Dengan begitu, emosi dan dirinya menyatu dalam tulisan secara jujur apa adanya. Disini dipakai orang pertama tunggal bukan kedua, ketiga atau seterusnya.
Beberapa trevel writing dan bloger sukses yang telah memetik manisnya buah menulis dengan ciri-ciri diatas. Saya sebutkan diantaranya Trinity, Lalu Fatah, Ollie Salsabila dan lain-lain. Trnity seorang bloger dan beckpeker yang sudah mengunjungi puluhan negara. Blognya dikunjungi dan diserbu oleh ratusan orang pengunjung setiap hari. Itulah yang menyebabkan Gramedia tertarek membukukan isi blognya. Kini bukunya telah terbit empat judul yang semua best seller.
Lalu Fatah seorang bloger asal Lombok. Selain hoby menulis, ia juga doyan jalan-jalan. Semua pengalaman jalan-jalannya ia tulis diblognya. Bukunya yang sudah terbit Travelicious Lombok. Ollie Salsabila, pendiri toko buku online kutubuku dan nulisbuku.com. Dinulisbuku.com anda bisa menerbitkan buku anda seperti anda membeli buku ditoko. Tidak ribet dan biaya yang murah, anda tinggal menyodorkan naskah anda. Hanya menunggu dua minggu, naskah anda sudah menjelma menjadi buku.
Tertarek jalan-jalan untuk menulis, mulailah membiasakan diri dari sekarang. Mulai dari pengalaman-pengalaman sederhana sampai datang nanti pengalaman-pengalaman luar biasa.
Komentar
Posting Komentar