Langsung ke konten utama

Meneliti Orang-Orang Sesat di Lombok

peneliti_sesat_lombok
Dr.Widodo, Dr.Kari dan penulis ketika disebuah rumah makan di Carkranegara
Suatu siang pertengahan April lalu, saya ditelpon oleh kawan saya, Fathul Rahman –redaktur muda Harian Lombok Post (Jawa Pos Group). Dia mengabarkan bahwa nama saya diusulkan oleh dia untuk ditemui oleh seorang peneliti perempuan dari Norwegia. Ia mengaku merekomendir karena saya dianggap memiliki perhatian tentang isu-isu agama di NTB.

“Namanya Kari, orangnya enak diajak bicara. Dia juga bisa bahasa Indonesia” katanya meyakinkan saya via telpon. Saya mengiyakan saja dan bisa ditemui asalkan ada perjanjian bertemu terlebih dahulu. Mengenai waktu dan tempat menyusul.

Tidak ada alasan saya untuk menolak. Apa lagi saya juga sering melakukan wawancara kepada banyak narasumber akan satu masalah yang ingin saya tulis. Selama itu bermanfaat bagi orang, whay not. Lebih-lebih orang yang minta bertemu itu berasal dari belahan bumi yang sangat jauh. Norwegia – bukankah itu udah masuk kawasan Eropa.

 Singkat cerita, Dr.Kari Telle, Ph.D - antropolog dan peneliti senior CHR.Michelsen Institute, Bergen Norwegia sengaja datang ke Lombok untuk meneliti ‘orang-orang sesat’. Baginya di Lombok sekarang banyak muncul orang-orang sesat. Lebih tepatnya orang-orang yang disesatkan. Baginya itu sesuatu yang menarek ditengah masyarakat Lombok yang dikenalnya sangat religius dan komunal. Apakah ini tanda-tanda masyarakat yang sudah sangat religius atau sebaleknya ?

Kita mungkin berpikir, apa manfaatnya meneliti orang-orang sesat ? Orang sesat kok diteliti ? Emang kenapa, kalau ada yang tertarek meneliti, masalah buat loh ?

Sebelum menjelaskan manfaat meneliti orang-orang sesat, tidak salah kita mengajukan pertanyaan sebaleknya. Sebenarnya, apa manfaatnya orang-orang itu menyesatkan orang lain ? Sudahkah tindakan itu dikaji secara masak dari berbagai perspektif ? Apa dia akan dianggap sebagai pahlawan kalau menyesatkan orang? Apakah dia sendiri sudah merasa melaksanakan perintah agama secara baik dan sempurna ? Apakah mereka sudah menerima perintah Allah SWT secara langsung melalui Malaikat Jibril untuk memberikan cap sesat kepada orang lain ?

Setahu saya orang tertarek meneliti orang-orang sesat bukan saja ingin mengetahui apanya yang sesat. Lebih dari itu, ia ingin mengetahui siapa yang sesat ? Siapa yang menyesatkan ? Bagaimana mereka disesatkan ? Apa dampaknya bagi mereka yang disesatkan ? Bagaimana kondisi orang yang disesatkan ? Bagaimana pengaruh orang yang disesatkan dan orang yang menyesatkan ? Bagaimana sikap pemerintah (negara) terhadap orang yang disesatkan ?

Hasil pantauan kami di Lembaga Studi Kemanusiaan (LenSA) NTB, sejak 2008 sampai sekarang, muncul 1-3 tiga kasus orang atau kelompok yang disesatkan di NTB. Mereka bukan hanya mengalami diskriminasi tapi juga dikriminalkan karena dianggap monodai agama. Seperti kasus yang dialami oleh seorang kakek berusia puluhan tahun bernama Amaq Bakri yang tinggal disekitar Lereng Rinjani - wilayah Sukamulia, Lombok Timur. Ia divonis satu tahun penjara oleh pengadilan tinggi Selong karena dianggap pernah mengaku sebagai nabi. Hal serupa pernah dialami oleh orang dan kelompok lain di Lombok meski tidak sampai meja pengadilan.

Fenomena orang atau kelompok menyesatkan orang bukan hanya terjadi di Lombok. Hal seperti itu juga terjadi di daerah-daerah lain di Indonesia. Bukan hanya individu (person) yang suka menyesatkan tapi juga oleh lembaga yang dibentuk secara kultural (masyarakat) dan struktural (pemerintah). Anehnya lembaga-lembaga tersebut menjalankan kegiatannya sehari-hari menggunakan dana operasional dari pajak (retribusi) yang disetor masyarakat. Dan masyarakat didalamnya itu juga termasuk orang-orang yang disesatkan itu. Menggunakan dana orang-orang yang disesatkan itu apakah bukan tindakan sesat (salah) dan menyesatkan?

Bagi saya menyesatkan orang itu adalah tindakan luar biasa yang sangat berani. Orang atau lembaga tersebut sudah mengambil alih hak prerogatif Tuhan sebagai pemegang kuasa atas diterima atau tidaknya amal seseorang diatas jagad raya ini. Mereka sudah menjadi Tuhan dibumi bagi orang lain yang lemah dan tidak berdaya. Dan realitanya orang-orang yang disesatkan itu bukan hanya korban tapi juga dikorbankan.

Itu pendapat saya tentang orang-orang yang disesatkan dan orang-orang yang menyesatkan. Saya berharap pembaca bisa membedakan siapa korban dan siapa yang dikorbankan dalam konteks ini. Dan saya rasa anda sangat cerdas membedakan korban dan pengorban –siapa yang patut dibela ?

Baik saya sambung lagi cerita tentang Kari. Ia mengatakan ini bukan pertama kalinya ia ke Lombok. Tahun 1998, selama satu setengah tahun ia pernah live in di Desa Bunjeruk, Lombok Tengah. Disana ia meneliti tradisi dan prosesi masyarakat ketika ada anggota keluarga meniggal. Hasil risetnya ia tuangkan dalam sebuah tulisan dengan judul Feeding the Dead Reformulating Sasak Mortuary Practices dengan kata kunci Death, Food And Prayer. Selama disana Kari bukan hanya menghasilkan tulisan panjang dan mendalam tentang budaya orang Bonjeruk dan budaya orang Sasak secara umum - ia juga mendapatkan banyak kenalan dan sahabat di Bonjeruk.

“Waktu itu saya belum bekerja, jadi saya bisa lama di Lombok. Ingin sebenarnya lama di Lombok tapi tidak bisa” katanya sambil tersenyum.

“Saya sebenarnya juga tertarek meneliti pamswakarsa disini, tapi cakupannya terlalu luas. ketemu narasumbernya juga agak susah” ucapnya sambil sedikit mengangkat kedua bahunya. Meksi sudah cukup mahir berbicara dengan bahasa Indonesia, dialek bulenya tidak bisa hilang.

Saya bertemu dengan dia tiga kali. Dua kali di Lesehan Kemuning bersama teman saya Ahyar Rosyidi. Pertemuan ketiga disebuah warung makan Jawa dikawasan Cakranegara bersama Dr.Widodo Dwiputro, SH.M.Hum -dosen dan aktivis dari Fakultas Hukum Universitas Mataram.
Kari mengaku sangat puas. Data dan bahan yang dibutuhkan untuk peneliti orang-orang yang disesatkan sangat lengkap. Mulai dari rekaman tertulis sampai video orang yang disesatkan.

Dan saya ingin menutup cerita ini dengan mengatakan, “Kalau kita pernah mewawancarai orang, tunggu waktunya kita akan diwawancarai. Kalau pernah menceritakan seseorang, suatu saat kita akan menjadi bahan cerita oleh orang lain. Itulah siklus hidup seorang pencerita, penulis dan peneliti”.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Legit dan Gurih Pelemeng Campur Poteng

Pelemeng dan Poteng, pasangan serasi untuk disantap bersamaan dikala silaturrahmi hari Lebaran SETIAP kampung di Lombok punya jajan khas yang dibuat khusus menjelang Hari Raya Idul Fitri. Di Desa Aikmel, Lombok Timur misalnya – beberapa hari menjelang lebaran, kaum ibu sudah sibuk menyiapkan beraneka jenis makanan dan jajan yang akan disajikan pada hari istimewa. Di antara jajan yang selalu ada disebut Pelemeng dan Poteng. Bila datang bersilaturrahmi kewarga - Pelemeng dan Poteng yang terdepan untuk disuguhkan. Pelemeng yang terbuat dari ketan rasanya gurih dan kenyal sedangkan Poteng terasa manis dan berair. Saat dimakan, akan bertemu rasa gurih dan manis dimulut. Dua jenis jajan tradisional masyarakat Sasak ini cukup mengenyangkan kalau dimakan.   Pelemeng terbuat dari ketan yang dibungkus dengan daun pisang. Membuat Pelemeng, daun pisang yang dipakai sengaja dipilih yang ukuran diameternya besar dan panjang. Daun pisang dijemur terlebih dahulu sebelum dibentuk supaya ti

Kejadian Mestakung Yang Saya Alami

Taman Bunga, Sembalun, Lombok Timur Bagi sebagian orang, apa yang saya alami ini mungkin hal biasa. Lumrah terjadi, sering kita alami dan pernah dialami oleh banyak orang. Saking biasanya, kita tidak tahu bagaimana kejadian itu bisa terjadi. Kita menganggapnya itu kebetulan. Sedang beruntung saja. Pada hal itu bisa dijelaskan secara ilmiah bagaimana Mestakung bekerja. Belakangan saya baru sadar, ternyata banyak kejadian dalam hidup kita bagian dari Mestakung. Beberapa waktu yang lalu saya jatuh sakit sekitar dua bulan lebih. Badan saya lemas, was-was dan tidak konsentrasi. Setelah itu tiba-tiba badan, pinggang, lutut dan pergelangan tangan ikut-ikutan sakit. Sampai ngilu-ngilu. Selera makan jadi tiba-tiba hilang. Beberapa obat tradisional sudah saya coba tapi hasilnya tidak menunjukkan perubahan. Saya pun memutuskan untuk berobat disebuah rumah sakit swasta di Mataram. Siangnya saya minta kepada adek ipar yang bekerja dirumah sakit tersebut untuk mendaftarkan kedokter bagian da

Buah Bile

Penulis bersama seorang teman dengan latar buah bile dihalaman Hotel Mina Tanjung, Lombok Utara. SUDAH lama tidak melihat pohon bile yang berbuah lebat dan besar. Sekarang pohonnya mulai langka, apa lagi yang berbuah besar seperti ini. Bersyukur bisa melihat lagi pohon ini di Mina Tanjung Hotel, KLU. Buah (buaq, Sasak) pohon ini sering kita pakai bermain dulu waktu kecil dikebun dan disawah. Kadang kita tendang-tendang seperti bola. Pohonnya sering kita pakai membuat gasing. Kalau musim gasing, kita sering keliling sawah dan kebun untuk mencari pohon bile yang ukurannya pas untuk membuat gasing. Kita sampai nekad mencuri pohon milik orang yang tumbuh jadi pagar sawah atau kebun orang demi mendapatkan bahan untuk membuat gasing yang bagus. Pohon atau rantingnya bagus jadi bahan membuat gasing karena seratnya bagus dan tidak ada 'hati' seperti pohon yang lain. Di kampung saya Lombok Timur belum pernah saya lihat atau dengar orang memakan buah bile. Tapi didaerah lain di Lomb