Langsung ke konten utama

Membangkitkan Kembali Peradaban Sapi NTB

Sejarah telah mencatat, NTB pernah menjadi daerah pemasok utama kebutuhan daging sapi bagi pemerintah Hindia Belanda yang sedang menjajah dinegeri ini. Suasana itu terekam dengan sangat jelas dalam sebuah foto hitam putih yang diperkirakan diambil tahun 1857 di pelabuhan tua Ampenan.
jejak_peradaban_sapi, lombok_bumi_sejuta_sapi
Cover Buku "Sapi Untuk Rakyat"

Dalam foto itu terlihat bagaimana para pengusaha Belanda sibuk memerintahkan penduduk pribumi untuk memasukkan sapi-sapi asal daerah ini untuk dimasukkan kedalam kapal-kapal barang yang sedang bersandar di pelabuhan Ampenan. Kita tidak tahu, apakah sapi-sapi itu dibeli secara layak oleh pengusaha Belanda dari peternak ataukah dirampas secara paksa.
Yang pasti pelabuhan Ampenan saat itu telah menjadi pintu utama keluar masuknya arus barang kedaerah ini. Foto itu menjadi salah satu bukti otentik, betapa nenek moyang orang NTB telah ratusan tahun sukses beternak sapi.
Belum cukup dengan fakta sejarah itu, datanglah kekampung-kampung yang terdapat diberbagai daerah di NTB. Saya jamin anda akan menemukan banyak penduduk desa yang menggantungkan hidupnya dari beternak sapi. Mereka hidup bukan hanya dari hasil menjual sapi tapi juga bisa mendapatkan penghasilan harian dengan mempekerjakan sapinya untuk menggarap sawah atau ladang.
Dari sapi mereka bukan hanya bisa makan, membangun rumah tapi juga untuk biaya sekolah anak mereka termasuk ongkos naik haji ke Tanah Suci Makkah. Beternak sapi bukan saja urusan konsumsi tapi juga untuk kepentingan pendidikan, ibadah atau spiritual.  Maka tidak salah kalau nenek moyong kita mewariskan ‘peradaban beternak sapi’ kepada kita anak cucunya.
Sejarah dan filosofi inilah yang ingin diraih kembali oleh Pemerintah Provinsi NTB dengan meluncurkan program unggulannya yang disebut Bumi Sejuta Sapi (BSS). Program unggulan itu kini telah berjalan selama tiga tahun lebih.
Selama tiga tahun itu, tentu banyak kendala sekaligus kemajuan yang telah diraih daerah ini untuk meraih mimpi sebagai daerah bumi sejuta sapi. Setelah BSS dilauncing oleh pemerintah daerah terlihat populasi ternak sapi di NTB tahun 2010 mencapai 683.347 ekor sapi. Terdiri dari 234.910 ekor induk sapi dan 173.716 ekor pedet. Tahun 2011 mengalami peningkatan menjadi 780.723 ekor. Populasi ini terus meningkat tahun 2012 menjadi 897.832 ekor. Untuk tahun 2013 diperkiran naik menjadi 1.032.507 ekor.
Pemda NTB sangat optimis hasil itu akan terus digenjot naik melalui cetak biru BSS disebut dengan program Percepatan pengembangan populasi  sapi melalui Inovasi menagemen dan tehnologi untuk meningkatkan Nilai Tambah yang disingkat dengan PIN.  
Kendala sekaligus kemajuan itulah yang direkam secara lengkap dan gamblang dalam buku ini. Penulis bukan saja menjalaskan filosofi, kendala, potensi tapi juga kisah sukses sembilan kelompok peternak sapi yang mendapatkan pembinaan dan bantuan dari program program BSS.
Tak ketinggalan juga dikisahkan pergulatan para sarjana peternakan yang ditugaskan oleh pemerintah daerah. Mereka inilah yang disebut dengan sarjana masuk desa. Mereka bertugas mendampingi, mengedukasi dan memonitoring pelaksanaan program BSS ditingkat kelompok peternak.
Kisah sukses para peternak ini tersebar diberbagai tempat, mulai dari ujung barat pulau Lombok sampai ujung timur Pulau Sumbwa. Di sinilah terbangun sinergi apik antara pemerintah provinsi, kabupaten kota, pendamping dan peternak sapi.     
Buku ini bisa dikatakan sebagai salah satu bukti keseriusan dan pertanggungjawaban Gubernur TGH.M.Zainul Majdi dan Wakil Gubernur Ir.H.Badrul Munir, MM dalam mewujudkan swasembada daging sapi diakhir masa jabatannya dalam memimpin NTB.
Terbitnya buku ini juga untuk menjawab kritik terhadap program BSS yang dinilai tidak sampai kepeternak meski telah dibiayai oleh anggaran yang besar. Kritik lain juga dilontarkan dengan memplesetkan BSS sebagai Bumi Sejuta Slogan.  Tak tanggung-tanggung kritik itu dilontarkan melalui media massa dan jaringan social.
Terkait dengan kritik itu, penulis beranggapan bahwa begitulah salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam berperan mengontrol program pemerintah daerah. Tanpa kritik dan respon seperti itu, mungkin program ini tidak semua diketahui oleh masyarakat.   
Terlepas dari itu, membaca buku terasa membaca majalah atau koran. Ini bisa jadi karena ditulis dan diedit oleh penulis yang berpengalaman serta telah menulis banyak buku. Untuk itu Anda tidak perlu mengerjitkan dahi untuk memahami isi buku ini. Apa lagi buku ini ditulis berdasarkan data dan reportase lapangan yang mendalam. Dikemas dalam bahasa yang ringan dan mudah dipahami.
Kelebihan lain dari buku ini, selain lay out (setting) yang atraktif seperti majalah bulanan –buku ini juga dilengkapi dengan gambar-gambar menawan yang dihasilkan oleh fotografer professional asal NTB.
Saya rasa satu-satunya kekurangan dari buku ini – buku sebagus ini tidak atau belum tersedia ditoko-toko buku dan perpustakaan di NTB. Mestinya penulis dan penerbit dari buku ini segera mendistribusikan buku ini diberbagai toko buku yang mudah dijangkau oleh masyarakat.
Apa lagi Lombok dan Sumbawa sering dipilih oleh para peneliti dari dalam dan luar negeri yang tertarek meneliti NTB. Ketika dating, mereka seringkali menanyakan toko buku yang berisi buku-buku tentang Lombok atau Sumbawa. Moga saran ini cepat ditindak lanjuti oleh penulis dan penerbit buku ini.
Untuk itu saya sarankan anda, segera membaca buku ini mumpung persiapan masih ada. Dan bila anda tertarek mendapatkan buku ini, datanglah kegedung Sangakareang lantai 2 kantor gubernur NTB.**

Judul               : Sapi Untuk Rakyat-Geliat NTB BSS dari Lapangan 
Penulis            : Ahyar Rosidi dan Fauzan Hadi


Editor             : Farid Tolomundu

Tebal               : 108 halaman

Penerbit          : Sekretariat Program Unggulan NTB Bersaing




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Legit dan Gurih Pelemeng Campur Poteng

Pelemeng dan Poteng, pasangan serasi untuk disantap bersamaan dikala silaturrahmi hari Lebaran SETIAP kampung di Lombok punya jajan khas yang dibuat khusus menjelang Hari Raya Idul Fitri. Di Desa Aikmel, Lombok Timur misalnya – beberapa hari menjelang lebaran, kaum ibu sudah sibuk menyiapkan beraneka jenis makanan dan jajan yang akan disajikan pada hari istimewa. Di antara jajan yang selalu ada disebut Pelemeng dan Poteng. Bila datang bersilaturrahmi kewarga - Pelemeng dan Poteng yang terdepan untuk disuguhkan. Pelemeng yang terbuat dari ketan rasanya gurih dan kenyal sedangkan Poteng terasa manis dan berair. Saat dimakan, akan bertemu rasa gurih dan manis dimulut. Dua jenis jajan tradisional masyarakat Sasak ini cukup mengenyangkan kalau dimakan.   Pelemeng terbuat dari ketan yang dibungkus dengan daun pisang. Membuat Pelemeng, daun pisang yang dipakai sengaja dipilih yang ukuran diameternya besar dan panjang. Daun pisang dijemur terlebih dahulu sebelum dibentuk supaya ti

Kejadian Mestakung Yang Saya Alami

Taman Bunga, Sembalun, Lombok Timur Bagi sebagian orang, apa yang saya alami ini mungkin hal biasa. Lumrah terjadi, sering kita alami dan pernah dialami oleh banyak orang. Saking biasanya, kita tidak tahu bagaimana kejadian itu bisa terjadi. Kita menganggapnya itu kebetulan. Sedang beruntung saja. Pada hal itu bisa dijelaskan secara ilmiah bagaimana Mestakung bekerja. Belakangan saya baru sadar, ternyata banyak kejadian dalam hidup kita bagian dari Mestakung. Beberapa waktu yang lalu saya jatuh sakit sekitar dua bulan lebih. Badan saya lemas, was-was dan tidak konsentrasi. Setelah itu tiba-tiba badan, pinggang, lutut dan pergelangan tangan ikut-ikutan sakit. Sampai ngilu-ngilu. Selera makan jadi tiba-tiba hilang. Beberapa obat tradisional sudah saya coba tapi hasilnya tidak menunjukkan perubahan. Saya pun memutuskan untuk berobat disebuah rumah sakit swasta di Mataram. Siangnya saya minta kepada adek ipar yang bekerja dirumah sakit tersebut untuk mendaftarkan kedokter bagian da

Buah Bile

Penulis bersama seorang teman dengan latar buah bile dihalaman Hotel Mina Tanjung, Lombok Utara. SUDAH lama tidak melihat pohon bile yang berbuah lebat dan besar. Sekarang pohonnya mulai langka, apa lagi yang berbuah besar seperti ini. Bersyukur bisa melihat lagi pohon ini di Mina Tanjung Hotel, KLU. Buah (buaq, Sasak) pohon ini sering kita pakai bermain dulu waktu kecil dikebun dan disawah. Kadang kita tendang-tendang seperti bola. Pohonnya sering kita pakai membuat gasing. Kalau musim gasing, kita sering keliling sawah dan kebun untuk mencari pohon bile yang ukurannya pas untuk membuat gasing. Kita sampai nekad mencuri pohon milik orang yang tumbuh jadi pagar sawah atau kebun orang demi mendapatkan bahan untuk membuat gasing yang bagus. Pohon atau rantingnya bagus jadi bahan membuat gasing karena seratnya bagus dan tidak ada 'hati' seperti pohon yang lain. Di kampung saya Lombok Timur belum pernah saya lihat atau dengar orang memakan buah bile. Tapi didaerah lain di Lomb