Ibu-ibu pengajian Majelis Taklim Hidatuddarain, Dasan Geres, Gerung, Lobar setiap hari minggu |
Demikian juga dengan seorang
penceramah. Dia sering mengatakan kalau mau selamat, ini jalannya. Kalau tidak,
itu jalannya. Ingin meraih surga, ini rutenya. Neraka itu jurusannya.
Dosa, pahala ini merek dan bungkusnya. Kadang ada yang bercerita surga-neraka ini
itu -pada hal ia sendiri belum pernah berkunjung kesana. Disini saya bukan
dalam kapasitas meragukan surga-neraka. Kalau itu sudah final.
Akibatnya, apa yang
diceritakan atau tawarkan tidak membekas dihati pendengarnya. Apa yang
disampaikan masuk telinga kanan, keluar telinga kiri pendengar. Ini lah salah
satu yang menyebabkan ceramah agama tidak mampu mengubah mental ummat. Meneruskan
cerita kepada orang lain. Apa ini tidak ubahnya dengan seorang pendongeng?.
Kita juga sering kali
menemukan seorang penceramah sering kali hanya menjelaskan apa yang dia baca.
Menceritakan ulang apa yang ditulis ulama. Baik yang berasal dari buku atau
kitab-kitab agama. Beda dengan cerita atau nasehat ulama-ulama terdahulu,
getarannya terasa begitu mendengar atau membaca karya-karyanya.
Ibu-ibu pengajian Majelis Taklim Hidatuddarain, Dasan Geres, Gerung, Lobar setiap hari minggu |
Coba kita perhatikan, ceramah ditv-tv swasta ceramah dikemas dengan
canda, gurauan dan celetukan yang tidak ada hubungannya dengan materi ceramah.
Yang menyampaikan juga tepatnya disebut pelawak, komedian ketimbang ahli agama.
Ada bintang tamunya lagi. Bukannya orang berilmu tapi orang-orang yang hidupnya
penuh dengan kontroversi dan sensasi. Dari mereka itu bukannya kedalaman ilmu dan
ahlaknya yang bisa ditiru tapi kekayaan, kecantikan serta karir selebritasnya. Ironi
memang potret penceramah dilayar kaca.
Saya ingin mengatakan bahwa perlunya
ummat melihat kapasitas seorang penceramah dan kapasitas seorang penjual obat
sebelum membeli. Perlunya membedakan mana penceramah agama, mana yang merangkap
sebagai pendagang obat termasuk pelawak. Ini penting, agar tidak membeli obat dan
salah rute.
Ceramah itu adalah tehnik komunikasi...
BalasHapusPesan yg disampaikan harus nyampe...
Tp memang ada beberapa da'i di tv swasta yg hrs diberikan catatan....
Kritis tak harus provokatif khan....?
Benar pak Salahuddin ceramah perlu komunikasi dan bahasa yg baik. Tp lebih dari itu, isi ceramah yg baik dan siapa yg menyampaikan akan sangat menentukan getaran apa yg disampaikan. Kalau isix tdk bergizi dan penyapaix lebih banyak lawakakannya maka misi dakwah akan sulit sampai. atau sampai ditelinga saja, namun g nyentuh dihati sehingga pendengar hanya dapat yg lucu aja dan prilaku tdk berubah. itulah yg dulu dikatakan oleh almarhum KH.Zainudin MZ, ceramah (dakwah) yg entertain,,,penyampaix pun lebih tepat disebut selebriti ketimbang dai. sy setuju, kritis mmg tdk harus provokatif.
BalasHapuswaduh... kepanjangan kk. CUP
BalasHapuskepanjangan gimana?
Hapus