http://www.ciputraentrepreneurship.com |
Saya menyadari hal ini setelah bertahun-tahun bekerja namun tidak punya aset berharga. Saya kalah langkah dengan teman lain yang belakangan bekerja tapi sudah memiliki aset berharga. Biangnya ternyata, saya tidak pernah menyisihkan sebagian pendapatan saya untuk ditabung. Penghasilan bulanan saya habis untuk kebutuhan konsumsi sehari-hari.
Selain tidak pernah menabung, saya juga tidak pernah berpikir untuk menyisihkan sebagian gaji saya untuk diinvestasi kedalam bentuk barang yang memiliki nilai ekonomis. Saya juga lalai menginvestasikan uang saya dalam bentuk usaha produktif. Padahal kalau dilihat kebelakang, saya sudah bisa mencari uang sendiri sejak masih duduk dibangku kuliah.
Belakamngan setelah banyak membaca, mendengar dan memperhatikan tentang keuangan, kesalahan saya selama ini selain tidak pernah menabung. Pertama, saya tidak memiliki tujuan (goal) keuangan. Tujuan keuangan saya selama ini hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang sifatnya konsumtif. Tidak membekas.
Padahal seiring perjalanan waktu dan usia, kebutuhan utama kita bukan hanya makan, minum dan berpakaian. Kebutuhan utama justru rumah, biaya kesehatan, biaya pendidikan, biaya rekreasi, modal usaha, haji dan lain sebagainya. Kebutuhan-kebutuhan seperti itu sulit kita hindari kecuali kita hidup bukan ditengah-tengah masyarakat.
Kalau saja saya memiliki tujuan (goal) keuangan, maka arah dan rute jalan yang saya capai makin jelas. Ada peta dan panduan yang sudah saya pegang. Kalau tidak ada itu artinya kita berjalan tanpa arah. Ibarat berjalan ditengah kegelapan, berjalan pun meraba-raba. Itu lah kira-kira yang saya alami.
Kedua, kebutuhan dan keinginan (need and want). Kelemahan saya yang lain, tidak bisa membedakan mana kebutuhan dan mana keinginan. Padahal yang namanya kebutuhan harus dipenuhi. Tidak bisa ditunda-tunda. Kalau pun diabaikan, keseimbangan hidup bisa terganggu. Sebut misalnya makan, pakaian, pendidikan, berkeluarga dan lain-lain.
http://www.geena-davis.net |
Dalam hidup, tentu setiap orang mempunyai kebutuhan dan keinginan yang berbeda-beda. Orang yang memiliki uang banyak dengan yang tidak tentu memiliki keinginan yang berbeda. Makanya ada istilah, kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder. Tapi yang pasti kebutuhan itu masuk dalam kategori primer (utama) dan keinginan masuk dalam kategori primer (pelengkap). Namun dalam hidup, setiap manusia wajib hukumnya memiliki keinginan. Kalau tidak bisa-bisa ia sudah bosan hidup.
Berdasarkan pengalaman itu, menurut saya kesadaran melek keuangan itu penting bagi siapa saja. Entah dia kaya atau miskin. Berpendidikan atau tidak.Pejabat atau rakyat biasa. Mengerti ilmu keungan sehari-hari tidak mesti sekolah atau kuliah khusus keuangan. Tempat dan sumber belajar kini melimpah.
Melek keuangan (financial literacy) itu bukan hanya miliknya sarjana ekonomi, pakar keuangan atau ahli matematika. Melek keuangan itu ibarat pengetahuan matematika yang mengajarkan kita berhitung baik tambah-tambahan maupun kali-kalian. Hidup sehari-hari tidak mungkin kita menghindari kegiatan berhitung. Jadi melek keuangan ibarat pengetahuan dasar yang mestinya dikuasi oleh semua orang.
Ahli keuangan sering mengingatkan, bukan berapa besar penghasilan yang kita dapatkan setiap bulannya. Namun bagaimana penghasilan itu bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. Dan bagaimana keuangan itu dikelola dan diinvestasikan sehingga mampu menghasilkan propit dan nilai tambah dimasa yang akan datang.
Belakangan ini pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus gencar membuat program yang mendorong seluruh masyarakat Indonesia melek keuangan (financial literacy). Melek keuangan ini sangat penting karena masyarakat modern tidak bisa lepas dengan yang namnya lembaga atau jasa keuanga. Baik itu bank, perusahaan asuransi, pasar modal, saham dan lain-lain. Termasuk supaya masyarakat tidak mudah tertipu dengan tawaran investasi yang tidak jelas keberadaannya.
Tiba-tiba muncul keinginan dalam dalam diri saya untuk memutar kembali waktu dan uang yang terbuang tidak produktif dimasa lalu. Coba kalau dihitung ulang, sudah berapa ratus juta jumlahnya. Ah... lagi-lagi yang muncul keinginan bukan kebutuhan.
Ampenan, 14/11/2013
Komentar
Posting Komentar