Langsung ke konten utama

Orang Besar Tanpa Pikiran Besar

Dulu saya pernah berpikir bahwa pikiran-pikiran besar itu selalu lahir dari orang berpendidikan tinggi, banyak gelar dan jabatan serta pengaruh. Kini pikiran itu saya revisi, karena realitas dan fenomena berkata lain.

Tanpa bermaksud "pukul rata", tidak sedikit orang berpendidikan tinggi, banyak gelar dan jabatan sangat sibuk dengan berbagai kegiatan sehari-hari sehingga ia tidak sempat memikirkan terobosan penting dan strategis menyangkut hajat hidup orang banyak.
Waktunya habis untuk mengikuti kegiatan sehari-hari, menghadiri acara ini itu sehingga tidak punya kesempatan untuk merenung atau merefleksi berbagai solusi untuk menjawab persoalan masyarakat yang terkait dengan bidangnya. Interaksi dengan komunitas juga kurang. Padahal ide dan gagasan sering kali lahir dari interaksi dan pergulatan dengan masyarakat.
Penyebab lain, miskinnya pikiran besar dari kaum sekolahan dan birokrat itu diantaranya sering kali mereka membuat kegiatan bukan berangkat dari satu masalah atau problem sosial. Tapi membuat kegiatan berdasarkan daftar keinginan atau kebutuhan mereka. Tak jarang akhirnya copy paste - mengulang yang sudah ada.
Itu bisa dilihat saat menyusun kegiatan atau program tidak didahului dengan analisis masalah (data). Tak melibatkan stekholder terkait. Yang dipakai adalah daftar keinginan, usulan dan kebutuhan mereka. Bukan masalah dan kebutuhan masyarakat luas (publik). Wajar kalau pelaksanaannya juga tidak cukup mendapatkan attensi dari masyarakat, kecuali menghabiskan anggaran.
Kalau berangkat dari satu masalah (problem) disitu akan diberikan ruang dan proses berpikir untuk menemukan solusi terbaik. Bukan juga memproyekkan masalah. Karena masalah disini, bisa jadi lebih dulu ada ditempat lain. Cara mereka menemukan solusi itu bisa dipelajari dan pakai untuk mengatasi masalah yang kita hadapi disini.
Belakangan kita temukan, banyak pikiran dan ide-ide besar lahir dari orang-orang biasa yang tidak berpendidikan tinggi dan tidak banyak jabatan. Ia fokus meningkatkan kemampuan personalnya untuk menemukan solusi dari problem besar yang dihadapi banyak orang. Dari tempat sepi tanpa banyak publikasi, ia tiba-tiba tampil dengan pikiran besarnya menawarkan solusi dari masalah lokal atau global.
Mereka ini lah sesungguhnya orang-orang besar. Orang yang berpikir dan berhati besar untuk menemukan solusi dari masalah yang dihadapi keluarga, kelompok atau komunitasnya dimana ia berada. Pikiran, karya dan produknya dipakai oleh banyak orang, lintas kampung, daerah dan negara. Dan isu biasanya hasil dari pemetaan dan pembacaan masalah sebagai buah dari interaksi mereka dengan problem yang dihadapi oleh masyarakat.
Demikian juga hal dengan organisasi. Kalau tidak bisa memberikan solusi dari problem anggotanya, kehadirannya hanya akan dianggap sebagai pemberi stempel, tempat ngumpul, rapat dan ruang silaturrahmi. Tapi tidak mampu berbuat banyak akan problem dasar dari anggotanya. Anggota hanya dianggap sebagai pengikut dan legitimasi, bukan sebagai teman diskusi dan kolaborasi.
Lebih repot lagi kalau pengurus organisasi tidak tahu masalah atau problem utama yang dihadapi anggotanya. Bagaimana memperjuangkan atau mengadvokasi anggotanya kalau tidak tahu masalah. Hal itu makin parah kalau pengurus tidak bisa membedakan mana kegiatan dan mana program. Kegiatan disebut program, program disebut kegiatan.
Hal itu penting dipahami, agar organisasi betul-betul bekerja untuk anggota (jamaah), bukan anggota (jamaah) yang bekerja untuk pengurus. Istilah lain, jangan pengurus diurus pengurus atau anggota. Bagaimana merumuskan pikiran dan gagasan besar untuk ummat (masyarakat) kalau pengurus sibuk mengurus pengurus dan dirinya.
Wajar kalau kemudian, banyak sekali pikiran, gagasan dan inovasi-inovasi besar lahir dari orang biasa, kelompok dan komunitas kecil dibanding organisasi besar yang banyak jamaah dan pengikutnya. Di dalamnya banyak pikiran, kepentingan dan latar belakang yang saling berkompetisi mendominasi. Organisasi besar kadang lebih tambun dan lambat bergerak.
Itu artinya, orang besar dan organisasi besar tidak selalu melahirkan pikiran besar. Ide dan gagasan besar bisa lahir dari mana saja, tidak terikat gelar, jabatan dan status sosial (kasta). Ide dan gagasan yang menemukan ruang atau lahan penyemaian-nya akan tumbuh melesat menemukan audien atau stekholdernya. Harusnya lahan penyemaian itu lah yang diberikan perhatian dan pupuk agar berkembang secara organic dan terencana.
Banyak organisasi, lembaga dan individu-individu kecil biasa lebih lincah dan cekatan membuat terobosan dan inovasi yang bisa menjangkau lintas daerah, negara dan benua. Dari ruangan sederhana, kecil dan sempit mereka terus memantau kebutuhan dan trend untuk mendorong dan melakukan perubahan di tengah masyarakat. Itu lah ladang jihad yang tak ternilai harganya.[]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kejadian Mestakung Yang Saya Alami

Taman Bunga, Sembalun, Lombok Timur Bagi sebagian orang, apa yang saya alami ini mungkin hal biasa. Lumrah terjadi, sering kita alami dan pernah dialami oleh banyak orang. Saking biasanya, kita tidak tahu bagaimana kejadian itu bisa terjadi. Kita menganggapnya itu kebetulan. Sedang beruntung saja. Pada hal itu bisa dijelaskan secara ilmiah bagaimana Mestakung bekerja. Belakangan saya baru sadar, ternyata banyak kejadian dalam hidup kita bagian dari Mestakung. Beberapa waktu yang lalu saya jatuh sakit sekitar dua bulan lebih. Badan saya lemas, was-was dan tidak konsentrasi. Setelah itu tiba-tiba badan, pinggang, lutut dan pergelangan tangan ikut-ikutan sakit. Sampai ngilu-ngilu. Selera makan jadi tiba-tiba hilang. Beberapa obat tradisional sudah saya coba tapi hasilnya tidak menunjukkan perubahan. Saya pun memutuskan untuk berobat disebuah rumah sakit swasta di Mataram. Siangnya saya minta kepada adek ipar yang bekerja dirumah sakit tersebut untuk mendaftarkan kedokter bagian da

Buah Bile

Penulis bersama seorang teman dengan latar buah bile dihalaman Hotel Mina Tanjung, Lombok Utara. SUDAH lama tidak melihat pohon bile yang berbuah lebat dan besar. Sekarang pohonnya mulai langka, apa lagi yang berbuah besar seperti ini. Bersyukur bisa melihat lagi pohon ini di Mina Tanjung Hotel, KLU. Buah (buaq, Sasak) pohon ini sering kita pakai bermain dulu waktu kecil dikebun dan disawah. Kadang kita tendang-tendang seperti bola. Pohonnya sering kita pakai membuat gasing. Kalau musim gasing, kita sering keliling sawah dan kebun untuk mencari pohon bile yang ukurannya pas untuk membuat gasing. Kita sampai nekad mencuri pohon milik orang yang tumbuh jadi pagar sawah atau kebun orang demi mendapatkan bahan untuk membuat gasing yang bagus. Pohon atau rantingnya bagus jadi bahan membuat gasing karena seratnya bagus dan tidak ada 'hati' seperti pohon yang lain. Di kampung saya Lombok Timur belum pernah saya lihat atau dengar orang memakan buah bile. Tapi didaerah lain di Lomb

Legit dan Gurih Pelemeng Campur Poteng

Pelemeng dan Poteng, pasangan serasi untuk disantap bersamaan dikala silaturrahmi hari Lebaran SETIAP kampung di Lombok punya jajan khas yang dibuat khusus menjelang Hari Raya Idul Fitri. Di Desa Aikmel, Lombok Timur misalnya – beberapa hari menjelang lebaran, kaum ibu sudah sibuk menyiapkan beraneka jenis makanan dan jajan yang akan disajikan pada hari istimewa. Di antara jajan yang selalu ada disebut Pelemeng dan Poteng. Bila datang bersilaturrahmi kewarga - Pelemeng dan Poteng yang terdepan untuk disuguhkan. Pelemeng yang terbuat dari ketan rasanya gurih dan kenyal sedangkan Poteng terasa manis dan berair. Saat dimakan, akan bertemu rasa gurih dan manis dimulut. Dua jenis jajan tradisional masyarakat Sasak ini cukup mengenyangkan kalau dimakan.   Pelemeng terbuat dari ketan yang dibungkus dengan daun pisang. Membuat Pelemeng, daun pisang yang dipakai sengaja dipilih yang ukuran diameternya besar dan panjang. Daun pisang dijemur terlebih dahulu sebelum dibentuk supaya ti