sumber : www.waspada.co.id |
Saya pernah menawarkan seorang teman untuk ikut program asuransi. Saya tidak perlu menyebut namnya. Yang jelas teman itu seorang pedagang di Jalan Pemuda, samping lapangan Atletik, Gomong, Mataram. Teman itu menjual nasi goreng dan mie ayam yang menurut saya cukup enak. Saya mengatakan enak bukan karena ingin membesar-besarkan, tapi memang cocok dengan selera lidah saya.
Setelah ngobrol lama ternyata teman itu belajar masak ketika dulu masih kuliah di IAIN. Ia bekerja sebagai pembantu diwarung orang Jawa yang buka di Mataram. Kebetulan juga dia seorang perantau yang juga berasal dari Jawa. Dari sana, ia mulai akrab dengan berbagai jenis masakan. Lama-lama ia menjadi mahir dan tahu cara meracik masakan yang enak.
Berangkat dengan kemampuan memasak itulah, ia memberanikan diri membuka warung sendiri. Hasil masakannya juga cukup enak makanya dagangannya menjadi laris. Buktinya, ia buka jam 4 sore, jam 9 malam dagangannya sudah habis. Beberapa kali saya perhatikan, para terus datang bergantian. Tak sedikit yang terlihat kecewa karena pergi dengan tangan kosong berhubung mie ayam yang dicari sudah ludes.
Nah bagi pebisnis asuransi, seorang pedagang yang setiap hari melihat uang merupakan calon prospek yang sangat potensial untuk didekati. Saya pun melakukan hal itu. Saya sengaja datang untuk makan nasi goreng menjelang warungnya mau nutup supaya bisa ngobrol lama denganny.
Selain itu seorang pedagang itu sangat penting menginvestasikan pendapatannya dalam bentuk asuransi supaya kalau terjadi sakit, kecelakaan bahkan kematian tidak menghentikan roda bisnis. Karena perusahaan akan menanggung biaya perawatan, memberikan santunan kecelakaan bahkan kematian kepada setiap nasabahnya. Apa lagi bisnis juga bisa turun naik.
Teman itu mengatakan dalam semalam omsetnya rata-rata mencapai 500 ribu rupiah. Menurut saya, omset 500 ribu semalam itu sudah cukup besar. Apa lagi modal yang dikeluarkan untuk belanja harian untuk membuat nasi goreng dan mie ayam tidak sampai sebesar itu. Keuntungannya malah dua kali lipat. Dan dalam sehari, ia hanya bekerja sekitar 5-6 jam.
Saya lalu menawarkan ikut program asuransi yang saya ikuti. Ketika saya jelaskan manfaat asuransi, ia nampaknya tertarek. Ia lalu meminta saya datang kekostnya dua hari berikutnya. Dikosnya saya juga tak lupa membuatkan ilustrasi akan manfaat dan pertumbuhan uang yang ia tabung selama 10 tahun. Setelah itu ia izin masuk dan mau diskusi dengan istrinya, apa jadi beli atau tidak.
Melihat respon dan sikapnya ketika saya menjelaskan tentang asuransi, saya sudah berharap ia akan membeli. Karena ketika saya jelaskan, ia kerap bertanya akan apa yang saya jelaskan. Itu menunjukkan orang mulai sadar akan pentingnya asuransi. Tapi ternyata saya salah, setelah keluar dari dalam rumah teman itu mengatakan belum sanggup membeli. Pengahsilannya masih kecil dan ia sudah meminjam uang 2 juta dibank yang harus dicicil setiap bulan. Saya tentu memaklumi keadaannya.
sumber : www.waspada.co.id |
Selang beberapa bulan setelah itu saya tiba-tiba kepingin makan diwarungnya. Setelah sampai disitu ternyata warungnya tidak buka. Saya pun mencari tempat makan yang lain. Seminggu setelah itu saya kembali lewat disana, maksudnya juga ingin mampir makan. Ketiga kalinya lewat disana, ia tetap tidak buka. Saya pun lalu kirim sms kepadanya, kenapa tidak pernah buka.
Beberapa saat kemudian ia menjawab sms dan mengabarkan bahwa ia sedang sakit makanya tidak pernah buka. Ia malah sedang menunggu jadwal operasi di RS Beomedika, Mataram. Gusinya yang dulu pernah dioperasi kembali kambuh. Menurut dokter, ada daging tumbuh digusinya itu. Teman itu diminta menunggu karena dokter spesialis yang menangani penyakit seperti itu sedang pulang ke Surabaya.Saya sempat kaget membaca smsnya.
Tiga hari setelah itu saya mengajak istri dan anak saya makan disana. Kebetulan istri saya sangat suka makan mie ayam. Ketika bertemu itulah saya mengatakan kepada teman itu, sayang sekali seandainya saja ia mau membeli program asuransi yang saya tawarkan dulu, ia sekarang tidak perlu repot memikirkan biaya operasi. Semua biaya akan ditanggung oleh perusahaan. Mendegar itu, teman itu hanya diam.
Dari pengalaman diatas, kita bisa mengambil pelajaran hidup yang sangat berharga. Bahwa semua orang harus memiliki dana proteksi kesehatan bila tidak ingin susah dikemudian hari. Apa lagi bagi orang yang bekerja setiap hari banting tulang mencari rezeki untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kita tidak tahu, sakit atau musibah bisa datang kapan saja menimpa kita. Untuk itu perlu direncanakan program asuransi yang bisa mengcover kesehatan kita secara jangka panjang.
Bila sakit datang tapi tidak punya program asuransi kesehatan, maka uang tabungan akan terkuras untuk berobat. Kalau tidak cukup, harta yang berharga akan dijual untuk menanggulangi biaya berobat. Apa lagi biaya rumah sakit dan obat tidak ada yang murah. Kalau sudah begitu, semua orang akan repot mengurus kita. Bukankah kalau sakit, penghasilan juga akan terhenti karena tidak bisa bekerja. Tapi kalau sudah punya program asuransi, beban yang ditanggung oleh keluarga akan lebih ringan karena segala macam biaya berobat akan ditanggung oleh asuransi.
Selain itu kalau pun orang yang memiliki polis asuransi tidak pernah sakit (itu harapan semua orang) uang yang ditabung bisa diambil bila hasil investasinya sudah berkembang. Itulah makanya disebut asuransi unit link – jenis asuransi yang punya dua manfaat sekaligus berupa dana proteksi kesehatan dan investasi. Siapa yang tidak ingin seperti itu. Berobat dirumah sakit dibayari, uangnya juga tidak akan hilang karena akan dikelola oleh perusahaan dalam bentuk investasi.
Jadi asuransi itu mengajak kita merencanakan tujuan keuangan secara jangka panjang sehingga tercapai tujuan keuangan yang kita inginkan. Asuransi juga mengajarkan orang untuk disiplin menabung. Mengajak untuk menyediakan dana sebelum berobat atau sedia dana sebelum sakit.
Komentar
Posting Komentar